19. Bantuan Dari Jiho

40 14 2
                                    

"Gara-gara ketemu Kakek, kita jadi ga bisa pulang dan terpaksa harus nginap di hotel. Maaf ya," ucap Jaehyun penuh sesal.

Jiho terdiam seraya memandangi raut wajah Jaehyun yang belum pernah dilihat oleh Jiho. Lelaki yang duduk bersebelahan dengannya di kasur itu kelihatan kecewa, juga sedikit marah. "Apa Anda baik-baik saja?" Tangan Jiho bergerak menyentuh pipi Jaehyun. "Ada yang bisa saya lakukan?"

Jaehyun sempat bergeming. Soal Jiho yang berpikiran naif, Jaehyun sudah tahu soal itu. Jaehyun juga tahu bahwa Jiho itu orang yang selalu memperhatikan orang lain. Bahkan disaat kondisi Jiho tidak sedang baik, Jiho selalu mampu menghibur—menenangkan Jaehyun.

Kala Jiho mengusap rambut Jaehyun, seulas senyuman tampak terpatri di bibir Jaehyun. Lambat laun, perasaan yang tidak mengenakkan tersebut mulai meninggalkan Jaehyun. Sentuhan Jiho di pipinya, usapan lembut Jiho di rambutnya, serta senyuman yang dipamerkan Jiho itu ... terasa bagaikan obat. Hanya dengan merasakan dan melihatnya saja, Jaehyun sudah mulai membaik.

Sejujurnya, meski Jaehyun yakin bahwa Yerin, kakaknya itu akan baik-baik saja ... Jaehyun tetap merasa khawatir. Terlebih lagi, begitu mengetahui bahwa sang Kakek menyuruh Yerin untuk hadir dalam acara kencan buta sampah itu, Jaehyun jadi tambah tidak tenang. Meski tidak bertanya pun, Jaehyun dapat menduga lelaki rendahan macam apa yang akan diperkenalkan oleh Kakek pada kakaknya.

"Aku ga baik-baik aja ...," ujar Jaehyun dengan lirih. Jaehyun menjatuhkan kepalanya ke pundak Jiho. "Tapi kalau kayak gini sebentar, mungkin aku bakalan baik-baik aja." Jaehyun mengakhiri kalimatnya dengan tawa. Bermanja-manjaan pada Jiho terasa menyenangkan. Dengan melakukan hal kekanakan itu, semua pikiran buruk Jaehyun seolah lenyap. Well, meski pikiran buruk itu akan kembali lagi nantinya, tapi untuk saat ini ... Jaehyun hanya ingin menghabiskan waktu berharganya dengan Jiho. Jaehyun hanya ingin memikirkan Jiho saja. "Orang suruhan Kakek, pasti masih ada di luar. Dan dari sore tadi, kamu masih belum makan apa-apa. Kalau keluar, mungkin bakalan terasa ga nyaman. Karena ke mana-mana bakalan ada yang ikutin."

Sembari memainkan rambut Jaehyun, Jiho menyahut, "Tidak masalah. Kita bisa pesan di hotel saja."

"Jarang-jarang ke luar, sekalinya ke luar malah makan di hotel. Ga asik," keluh Jaehyun. Dan bukannya menjauh dari Jiho, Jaehyun malah memeluk Jiho dengan tidak tahu malunya. "Padahal dengan gaji tiga ratus juta, aku sanggup sewa restoran biar bisa makan berdua sama kamu. Biar ga ada yang ganggu," lanjutnya. Selama ini, Jaehyun selalu menganggap bahwa uang itu prioritas paling utama dalam hidupnya. Namun semenjak bertemu kembali dengan Jiho, semua uang yang dimiliki seolah tidak ada harga dirinya lagi.

"Karena Anda membicarakan hal yang tidak masuk akal seperti itu, sepertinya pikiran Anda benar-benar kacau ya," ucap Jiho. Perempuan itu tertawa pelan.

Mendengar suara tawa Jiho, Jaehyun jadi semakin betah untuk berlama-lamaan dalam posisi yang seperti itu. "Walaupun agak ga nyaman, kita makan di luar sekarang ya, Jiho." Akan tetapi, sangat tidak mungkin Jaehyun membiarkan Jiho kelaparan hanya karena Kakek yang suka merepotkan kehidupan cucunya. "Tapi kalau kamu ga nyaman, kita makan di sini aja."

"Kita makan di luar saja," ucap Jiho.

Jaehyun melepas pelukannya lalu menatap Jiho dengan penuh rasa sangsi. Beberapa kali Jaehyun berdeham, dan menghela napas.

"Ada yang ingin Anda katakan?" tanya Jiho.

Jaehyun menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Sebenarnya, aku butuh bantuan kamu. Tapi kalau kamu keberatan, kamu boleh tolak kok."

"Bantuan seperti apa? Jika saya sanggup, saya akan berusaha untuk membantu."

"Karena orang suruhan Kakek bakalan ikutin kita, kamu ... em, mau pura-pura jadi pacar aku ga?" tanya Jaehyun. "Kita cuma harus akting sedikit aja. Jalan sambil pegangan tangan, terus mungkin aku peluk juga. Tapi—"

HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang