21. Hotel

44 13 6
                                    

"Selamat pagi."

Jiho mengerjap beberapa kali. Pandangan Jiho masih sedikit mengabur. Namun samar-samar, Jiho dapat melihat Jaehyun yang baru saja menyapa sembari tersenyum pada Jiho. Senyuman itu tampak  hangat dan terasa menenangkan. Untuk pertama kali dalam tiga tahun belakangan ini, Jiho ingin memejamkan matanya kembali. Jiho ingin tidur lebih lama lagi dalam dekapan lelaki pemilik senyuman hangat itu.

"Mau tidur lagi?" tanya Jaehyun seraya mengacak pelan rambut Jiho. Sebenarnya, tidur terlalu lama itu bukan hal yang baik. Namun jika kasusnya seperti Jiho, Jaehyun rasa ... tidur terlalu lama bukanlah hal yang buruk. Tidak ada yang tahu ke depannya akan bagaimana, jadi selagi Jiho masih ingin tidur, maka Jaehyun akan setia menemani.

"Sudah pukul berapa?" Jiho bertanya dengan suara yang terdengar sedikit parau.

"Setengah sebelas. Kamu—" Jaehyun terinterupsi kala melihat Jiho yang tiba-tiba saja menyibak selimut lalu bangun dari tidurnya. "Jiho?"

"Kenapa tidak membangunkan saya dari tadi?" Jiho membelalak menatap Jaehyun. Ia menghela napas lalu memijit pelipisnya. Saat ini, Jiho sedang berusaha mengingat hal apa saja yang telah dialami oleh Jiho semalam. Jiho ingat, setelah tiba di kamar hotel, Jiho diam-diam meminum obat tidur yang memang selalu dibawa olehnya ke mana-mana. Mendadak, kepala Jiho terasa seolah dilempari batu. Alih-alih kembali duduk, Jiho memutuskan untuk berdiri dan beranjak menuju toilet. Sayang, usai meminum obat tidur tersebut, Jiho tidak ingat apa-apa lagi. Namun dibandingkan semua hal itu, Jiho merasa amat terperangah karena ini kali pertama obat tidur itu berfungsi dengan benar. Biasanya, meski sudah meminum obat tidur, Jiho akan tetap terbangun. Atau jika kondisi Jiho benar-benar buruk, khasiat dari obat tidur tersebut malah tidak berfungsi sama sekali.

"Semalam ... apa saya melakukan hal yang aneh?" Jiho mengurungkan niatnya untuk ke toilet. "Jaehyun." Perempuan itu beranjak mendekati Jaehyun yang baru saja bangun dari tempat tidur. "Apa saya melakukan hal yang aneh?" tanyanya, lagi.

Jaehyun terdiam sebentar. "Hal yang aneh ... contohnya?"

Jiho spontan membuang muka. Menghindari Jaehyun yang menatap Jiho dengan tatapan serius. Tatapan itu entah mengapa terasa cukup mengintimidasi.

Sejujurnya, Jiho sendiri tidak tahu hal aneh apa yang mungkin dilakukan. Selama tiga tahun ini Jiho tinggal sendirian. Jadi tidak ada seorang pun yang mengetahui, juga tidak ada seorang pun yang dapat ditanyai.

"S-saya—"

Ucapan Jiho spontan terhenti sewaktu rasa mual menyerang Jiho. Buru-buru Jiho berlari ke arah kamar mandi. Tanpa menutup pintu kamar mandi terlebih dahulu, Jiho langsung menyalakan keran air di wastafel. Ah, Jiho lupa bahwa ada nyawa lain yang harus dipertanggungjawabkan. Kepala Jiho mendadak terasa pusing. Jiho pun menunduk. Sementara kedua tangannya berpegangan dengan erat pada bagian depan wastafel.

Menyadari keberadaan Jaehyun yang hendak ikut masuk, Jiho langsung mengangkat tangan kirinya lalu menggeleng.

Paham dengan isyarat yang diberikan, Jaehyun pun mundur lalu menutup pintu kamar mandi. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Jaehyun berharap semoga tidak ada hal buruk yang terjadi pada Jiho.

❄️❄️❄️

"Kasian. Sejahat-jahatnya Papa, aku ga pernah tuh dipukul sampe segitunya. Paling cuma dikurung, atau enggak ya semua uangku ditarik balik. Ya ... Papa memang pelit sih."

Jaehyun berdecak pelan lalu tertawa. Lelaki itu menggeleng takjub melihat sosok perempuan yang sudah lama tidak ditemui. "Katanya, kabur ke luar negeri. Tapi kenapa malah masih di sini?"

"Aku memang sempat ke luar negeri. Cuma beberapa minggu aja. Habis itu balik lagi ke sini. Kangen kamu soalnya," ujar perempuan itu seraya menyikut lengan Jaehyun.

HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang