9. Jiho dan Sudut Pandangnya

72 19 0
                                    

"Jiho, are you okay?"

Usai meneguk kembali teh hangat yang dibuatkan Jaehyun untuknya, Jiho mengangguk.

"Sebenarnya, ada sesuatu yang mau aku omongin."

Jiho menoleh. Raut wajah yang terpatri pada Jaehyun tidak seperti biasanya, menurut Jiho. Dan raut wajah yang seperti itu, terasa amat asing bagi Jiho yang sudah terbiasa melihat senyuman yang seolah sudah melekat pada Jaehyun sendiri.

Jiho memegang gelas berisi teh hangat itu dengan jauh lebih erat. Seharusnya Jiho merasa hangat, akan tetapi melihat raut wajah Jaehyun yang seperti itu, Jiho jadi merasakan perasaan yang sebaliknya.

"Rencananya, aku mau pindah. Aku ga bisa tinggal di sini lebih lama lagi. Kamu tau juga, 'kan? Kita ga punya hubungan apa-apa. Gaji tiga kali lipat yang kamu janjiin, itu ga terlalu menarik buat aku. Jadi, aku bakalan pergi secepat mungkin."

"Jiho, kamu gapapa?"

"Ya?"

Jaehyun memperhatikan Jiho yang tampak terperanjat. Sejak pagi tadi, Jaehyun terus mendapati Jiho yang seolah tenggelam dalam lamunannya sendiri.

"Apa sarapan kita tadi pagi ga sesuai sama—"

Ucapan Jaehyun terinterupsi. Itu karena Jiho yang tiba-tiba berdiri dari duduknya lalu berlari ke arah kamar mandi.

Tidak ada yang dirasakan oleh Jaehyun selain rasa cemas yang mendalam.

Lelaki itu bergerak cepat menyusul Jiho. Pintu kamar mandi yang terbuka membuat ia dapat melihat jelas hal yang sedang dilakukan Jiho saat ini.

Dengan perasaan bimbang, Jaehyun ikut masuk ke dalam. Melihat Jiho yang terus mual, Jaehyun pun berinisiatif menepuk punggung Jiho berulang kali. Hingga sewaktu Jiho selesai mencuci mulutnya, Jaehyun beralih mengambilkan tisu dan memberikannya pada Jiho.

Meski tidak mengeluarkan suara sedikit pun, tapi Jaehyun dapat mengetahui dari gerak mulut Jiho bahwa Jiho baru saja mengucapkan terima kasih.

"Sama-sama," ujar Jaehyun. "Kamu gapapa?"

"Ah, saya tidak—saya baik-baik saja," jawab Jiho lalu melangkah keluar dari kamar mandi, diikuti dengan Jaehyun yang senantiasa menemani Jiho.

"Itu hanya sekadar mimpi, Jiho." Jiho membatin—menghardik ingatan tentang mimpi yang dialami semalam kala mimpi itu kembali menyerang pikiran Jiho.

Jiho bermimpi bahwa Jaehyun hendak pergi, meninggalkan Jiho seorang diri di rumah itu. Well, Jiho paham bahwa itu hanyalah mimpi semata. Akan tetapi raut wajah Jaehyun yang dilihat melalui mimpi semalam, terasa begitu nyata. Keseriusan seperti itu, belum pernah sekalipun dilihat oleh Jiho pada Jaehyun.

Karena memimpikan hal yang seperti itu, Jiho jadi merasa paranoid. Ditambah lagi, semenjak bangun tadi pagi kepala Jiho terasa amat pusing. Dan Jiho pun terus-terusan merasa mual. Untuk perasaan tidak nyaman tersebut, Jiho menyimpulkan bahwa mungkin saja itu efek samping dari obat tidur yang diminum Jiho semalam.

Tubuh Jiho nyaris limbung, dan dengan sigap Jaehyun langsung merengkuh Jiho.

Baru sebentar, Jiho segera menjauhkan diri dari rengkuhan Jaehyun. Alih-alih menatap Jaehyun langsung, Jiho hanya menunduk lalu mengucapkan kata maaf.

Jaehyun terdiam. Lagi-lagi yang didengarnya hanya kata maaf dari Jiho. "Aku ga ngerti kamu minta maaf soal apa," celetuk Jaehyun. Beberapa detik setelah kalimat itu terlontar, rasa sesal langsung menyerang Jaehyun. Harusnya Jaehyun langsung mengiyakannya, meski dirinya tidak dapat memahami segala hal yang dilakukan oleh Jiho. Terlebih lagi kondisi Jiho sedang tidak baik-baik saja, kenapa ia harus bersikeras—berusaha memenangkan egonya sendiri? Bukankah saat ini kondisi Jiho yang lebih penting? Mengenyampingkan hal itu, Jaehyun amat tidak senang dengan Jiho yang selalu memberi batas untuknya. "Kamu istirahat aja. Hari ini biar aku yang kerjain semua."

Bahkan sewaktu Jaehyun beranjak dari sana, Jiho sama sekali tidak mendongak demi melihat ke arah mana Jaehyun pergi. Jiho tetap menunduk, dengan ribuan pikiran jahat yang tak pernah bosan bertamu di pikirannya.

Suatu saat nanti, mungkinkah Jaehyun juga akan meninggalkan Jiho? Seperti Jiho yang ditinggalkan seorang diri oleh keluarga Jiho sendiri di dunia yang kejam ini.

Apa keputusan Jiho meminta Jaehyun untuk tinggal bersama dengannya merupakan hal yang tepat?

Awalnya, demi mengatasi rasa takut yang berlebihan itu, Jiho dengan nekat memberi penawaran seperti itu pada Jaehyun. Dan lagi, Jiho tidak terlalu memikirkan konsekuensi buruk yang mungkin saja akan menimpa dirinya. Lagi pula menurut Jiho sendiri, hidupnya tidak terlalu berharga untuk dipertahankan. Tidak ada yang spesial dari kehidupan yang dijalani dan yang akan dijalani. Bahkan jika berujung maut pun, Jiho tidak begitu peduli. Dan satu-satunya alasan Jiho menawarkan gaji tiga kali lipat pada Jaehyun ... selain untuk bertahan hidup selama satu bulan, Jiho juga ingin mengakhiri hidupnya yang menyesakkan secepat mungkin. Hidup yang bagaikan mimpi buruk itu, benar-benar ingin diakhiri oleh Jiho. Karena itu, Jiho ingin menghabiskan seluruh uang yang ada di tabungan miliknya lalu pergi menyusul keluarga yang telah pergi lebih dulu.

Sepertinya, Jiho harus segera mengakhiri semua hal yang telah dilakukannya ini. Mau bagaimanapun keadaannya, Jiho tidak ingin lagi merasa nyaman kala berhubungan dengan orang lain. Untuk satu hal itu, Jiho benar-benar merasa tidak pantas.

"Jiho, siang nanti mau makan apa?"

"Y-ya?" Jiho perlahan mendongak. Bukankah tadi Jaehyun sudah pergi?

"Siang ini, kamu mau makan apa?"

Apa Jiho sanggup bertahan hidup jika Jaehyun tidak ada lagi di sampingnya? Tapi, bukankah selama tiga tahun ini Jiho mampu bertahan dengan baik?

"Jiho?"

Dalam waktu beberapa detik, kepala Jiho kian terasa pusing. Bahkan untuk menyeimbangi berat badannya, Jiho merasa amat kesulitan. Penglihatannya mulai kabur, hingga berakhir menghitam. Dan tubuh Jiho pun langsung ambruk.

Persis seperti sebelumnya, kali ini pun Jaehyun merengkuh tubuh Jiho dengan sigap.

Rengkuhan yang terasa hangat, serta aroma maskulin yang begitu menenangkan, membuat Jiho merasa kian enggan untuk bangun. Ya, andaikan semua ini hanyalah sekadar mimpi.

Sewaktu Jaehyun beralih menggendongnya, Jiho mengerjap beberapa kali. Berusaha agar ia tidak hilang kesadaran sepenuhnya.

Raut wajah Jaehyun kelihatan cemas. Apa ... itu benar-benar rasa cemas yang ditujukan untuk Jiho? Apa akan baik-baik saja jika Jiho mengartikannya seperti itu?

"Jaehyun, tolong jangan tinggalkan saya ...."




"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang