Jaehyun mengerjap beberapa kali. Cahaya lampu kamar yang begitu terang, membuat Jaehyun merasa sedikit tidak nyaman.
"Jaehyun. Anda ...,"
Perlahan, Jaehyun melirik ke arah Jiho yang duduk di sebelahnya.
"Apa ada yang Anda butuhkan? Atau—ah, tidak. Anda istirahat saja dulu," ujar Jiho sembari melepaskan genggamannya pada tangan Jaehyun. Akan tetapi, Jaehyun malah beralih menggenggam Jiho sewaktu Jiho hendak beranjak.
"Mau ke mana?"
Suara Jaehyun terdengar parau. Bahkan genggaman Jaehyun pun terasa cukup lemah.
"Ke dapur. Mengambilkan bubur untuk Anda."
Jaehyun menggeleng pelan. Sewaktu Jaehyun berniat duduk, Jiho langsung bergegas membantu Jaehyun.
"Jiho, ada liat hp-ku?"
"Untuk apa?"
Jaehyun terdiam sebentar. Sejujurnya sejak membuka mata tadi, Jaehyun terus teringat tempo satu minggu yang diberikan Kakek untuk mengembalikan kondisi Perusahaan yang telah dikacaukan oleh Jaehyun sendiri.
Andai saja Jaehyun tidak membuat rencana cadangan, dalam waktu yang sesingkat dan dengan kondisi tubuh yang seperti itu, besar kemungkinan bahwa Jaehyun akan gagal.
"Aku mau liat jam." Pada kenyataannya, Jaehyun ingin memeriksa ponselnya demi mengetahui progres rencana yang dilakukan Papa. Dibandingkan hal itu, Jaehyun lebih penasaran apakah Papa benar-benar akan ikut membantu, seperti yang sudah dijanjikan atau tidak.
"Sudah pukul dua pagi."
Sepertinya, Jaehyun harus benar-benar pulih, agar Jiho tidak terlalu protektif padanya.
"Kamu pasti belum istirahat sebentar pun. Jadi kamu tidur aja," ucap Jaehyun sembari menepuk tempat di sebelahnya. "Aku bisa kasih alasan kalau Juno masuk."
Alih-alih menurut, Jiho malah kian beringsut mendekati Jaehyun. "Pasti sakit 'kan, Jae?" Jiho menyentuh pipi Jaehyun yang terasa cukup hangat.
Jaehyun tersenyum tipis seraya menggeleng. "Ga sakit, kok. Ini cuma luka ringan. Jadi kamu jangan khawatir."
Jiho menghela napasnya lalu menekan luka yang ada di perut Jaehyun dengan jarinya.
Seketika, Jaehyun langsung merintih.
"Sudah jelas Anda bohong."
"Ya, kalau ditekan begitu jelas sakit, dong, Jiho," protes Jaehyun.
Lebih dari apapun, Jiho sangat ingin mengetahui alasan mengapa Jaehyun tiba-tiba pulang dalam kondisi kacau seperti siang tadi. Namun, Jiho cukup tahu bahwa dirinya tidak berhak untuk menanyai privasi yang mungkin saja akan menyinggung Jaehyun. Sebab, terakhir kali sewaktu Jiho bertanya soal bekas luka cambukan yang terlihat di punggung Jaehyun, Jaehyun sedikit pun tidak menjawab. Selain itu, raut wajah Jaehyun pun terlihat begitu tidak bersahabat.
"Jiho, peluk, dong," pinta Jaehyun.
Jiho menggeleng tegas. "Tidak bisa. Anda sedang sakit."
"Gapapa. Asal ga kamu tekan kayak tadi aja," balas Jaehyun. Akan tetapi, bukannya menunggu pelukan Jiho, Jaehyun malah memeluk Jiho terlebih dahulu.
Dibandingkan fisik, Jaehyun merasa bahwa hatinya jauh lebih sakit. Bayangan Kakek yang menodongkan pistol ke arahnya, serta Kakek yang menusukkan pisau ke perutnya, membuat Jaehyun bergetar ketakutan. Andai orang asing yang melakukan itu padanya, mungkin pikiran dan hati Jaehyun tidak akan tersiksa seperti sekarang.
"Aku cuma butuh kamu, Jiho ...," ujar Jaehyun dengan suara lirih.
Jiho menggerakkan tangannya, mengusap rambut Jaehyun dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)
FanfictionSetelah kejadian yang dialami Jiho tiga tahun lalu, Jiho memiliki tekad kuat untuk meninggalkan dunia yang kian terasa memuakkan. Akan tetapi tekad Jiho perlahan goyah tiap kali Jiho dihadapkan dengan berbagai hal yang membuat Jiho mau tak mau haru...