33. Bantuan Pak Leeteuk

32 11 2
                                    

"Tuan Muda, ini ...,"

Jaehyun melirik ke arah saputangan yang ada di hadapannya.

"Saya lihat, Tuan Muda tadi menangis."

Spontan, Jaehyun memelototi pria yang sudah dikenalnya sejak masih belia. "Aku ga nangis."

"Anggap saja begitu," ujarnya. "Tapi ambil ini. Untuk jaga-jaga andai Tuan Muda menangis."

Sembari terus bersungut, Jaehyun mengambil saputangan tersebut. "Terima kasih."

"Sama-sama," jawabnya. "Bagaimana keadaan Nona Jiho? Apa Nona baik-baik saja?"

Jaehyun menghela napas. Melirik ke arah lain sebentar, lalu kembali menoleh menatap Pak Leeteuk, seseorang yang telah bekerja untuk kakeknya selama puluhan tahun. Pak Leeteuk jugalah yang ditugaskan oleh Kakek untuk memata-matai Jaehyun selama ini. Andai orang lain, Jaehyun pasti akan sangat kesal. Namun karena yang terus memantau kehidupannya adalah Pak Leeteuk, meski merasa sedikit tidak nyaman, Jaehyun tidak merasa kesal. Sebab, meski Pak Leeteuk bekerja untuk Kakek, Pak Leeteuk selalu memperlakukan Jaehyun dengan baik.

"Jiho masih dioperasi," jawab Jaehyun. "Terima kasih karena udah bantuin Jiho, Pak."

"Saya tidak membantu Nona Jiho," balas Pak Leeteuk dengan raut wajahnya yang selalu datar. "Tuan Muda yang meminta bantuan, jadi saya membantu Tuan Muda."

Jaehyun berdecak. Dingin sekali. Sikap seperti itu memang sangat identik dengan Pak Leeteuk.

"Tapi, apa Tuan Muda memang tidak tahu kalau Nona Jiho memasukkan obat tidur ke dalam air itu?" tanya Pak Leeteuk. "Bahkan saya yang bodoh ini pun bisa langsung tahu. Terlebih lagi karena bungkus obatnya ada di sana."

Jaehyun mengangguk. "Aku memang ga tau," jawab Jaehyun. Tentu saja itu bohong. Jaehyun sebenarnya tahu bahwa Jiho memasukkan sesuatu ke dalam minuman yang dibuatkan Jiho untuknya. Karena itu, sebelum meneguk minuman tersebut, Jaehyun lebih dulu memasukkan alat sadap ke dalam saku kardigan yang dikenakan Jiho. Terlebih lagi, sebelum itu Jiho terus bersikap aneh. Jiho terus bersikeras untuk tetap berada di dalam kamar, raut wajah Jiho pun kelihatan begitu gusar. Karena itulah, Jaehyun memutuskan untuk melakukan hal yang diinginkan Jiho. Andai Jiho keluar rumah pun, ada Pak Leeteuk yang akan memantau segala hal yang dilakukan Jiho. Itu merupakan bantuan yang dipinta oleh Jaehyun secara langsung pada Pak Leeteuk. 

"Pelakunya ... masih ditahan?"

"Tentu saja. Tidak ada alasan untuk membebaskan manusia hina seperti itu," sahut Pak Leeteuk. "Kerabat Nona Jiho yang menanganinya. Kalau tidak salah nama Beliau ... Yejun. Lee Yejun."

Jaehyun mengangguk beberapa kali. "Pak Leeteuk ga akan aduin soal ini juga ke Kakek, 'kan?"

Pak Leeteuk tak langsung menyahut. Dan diamnya Pak Leeteuk dapat disimpulkan dengan jelas oleh Jaehyun, bahwa Pak Leeteuk memiliki niat untuk melaporkan soal kejadian itu juga pada Kakeknya. Memang, meski memperlakukan Jaehyun dengan baik, Pak Leeteuk tetap melakukan tugasnya sebagai mata-mata dengan baik pula.

"Tadinya saya berencana seperti itu. Tapi setelah mengingat hubungan saya dengan Tuan Muda selama ini, bukankah sangat tidak sopan jika saya melaporkan soal kejadian tadi?"

Mendengar hal itu, Jaehyun menghembus napas lega.

"Bukti-buktinya sudah saya serahkan pada Pak Yejun. Termasuk alat sadap itu. Walaupun mungkin saja alat sadap itu tidak akan digunakan di pengadilan," ungkap Pak Leeteuk. "Manusia itu melakukan tindakan kriminal dengan begitu hati-hati. Bahkan saya hampir melewati petunjuk bahwa dia sempat menggelapkan dana yang seharusnya didonasikan. Kalau tidak ada itu, bentuk kejahatan seperti apa yang bisa kita tuntut? Soal pelecehan, Tuan Muda pasti tidak akan membuat nama Nona Jiho tercoreng."

Sejujurnya, Jaehyun sudah mengetahui lebih awal bahwa Choi Hyunki, papanya Arin merupakan pelaku yang telah melecehkan Jiho. Tanpa menunda waktu sebentar pun, Jaehyun langsung meminta bantuan Pak Leeteuk untuk mengikuti Jiho, tiap kali Jiho keluar dari rumah. Baik saat Jiho keluar bersamanya ataupun tidak, asalkan ada Jiho, Jaehyun meminta Pak Leeteuk untuk tidak kehilangan jejak Jiho.

"Terima kasih." Jaehyun tersenyum. "Semua ini berkat—"

"Jangan katakan kalimat-kalimat yang konyol, Tuan Muda. Serius, saya tidak ingin mendengarnya. Terlebih lagi jika Tuan Muda yang mengatakannya."

Jaehyun tertawa sekilas. Andai saja Pak Leeteuk tidak ikut andil untuk membantu, Jaehyun pasti sudah kelabakan sekarang.

"Dasar berengsek! Ke mana aja kamu pas Jiho—"

"Ini koridor Rumah Sakit." Irene menjauhkan tangan Taeyong yang baru saja menarik kerah baju Jaehyun. "Kalau mau adu kekuatan, jangan di sini," ucap Irene. Perempuan itu menyibak poni rambutnya ke belakang telinga. Menatap bergantian ke arah Jaehyun dan Taeyong. Kemudian, Irene menghembus napas lega karena mengikuti Taeyong merupakan keputusan tepat yang diambilnya. "Dan kamu, ini bukan salah Jaehyun. Jaehyun juga berusaha keras untuk melindungi Jiho. Jaehyun ga langsung muncul karena Jiho kasih obat tidur ke minumannya. Seharusnya, kamu berterima kasih karena atas bantuan Pak Leeteuk, Jiho bisa ditangani lebih cepat," ujar Irene seraya menatap Taeyong dengan tatapan serius.

Taeyong berdecak lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

"Pak Leeteuk ini yang bantuin Jaehyun buat mantau segala kegiatan Jiho di luar," ujar Irene.

"Tapi kenapa ga ada yang kasih tau kami kalau Jiho ...."

"Sekarang prioritas utamanya kalian atau Jiho?"

Mendengar pertanyaan yang seperti itu dari Irene, Taeyong jadi tak berkutik.

"Soal pesan teror itu, kejadiannya baru beberapa hari yang lalu. Dan selama dua hari ini, Jiho ga sadarkan diri. Jiho baru bangun kemaren, dalam waktu yang sesingkat itu ... Jaehyun ga punya kesempatan buat minta persetujuan dari Jiho buat kasih tau Pak Yejun. Ya, terkecuali kalau kamu maunya mental Jiho makin terganggu," sindir Irene.

"Tapi soal papanya Arin—"

"Arin orang terdekat Jiho, sekaligus kalian. Bahkan saya aja ga tau. Jaehyun cuma kasih tau soal itu ke suami saya. Jadi jangan banyak protes, dan jangan ada kata tapi lagi." Irene kemudian menoleh menatap Jaehyun. Perempuan ber-snelli itu menepuk lengan Jaehyun. "Jangan terlalu menyalahkan diri. Ini bukan salah kamu."

Jaehyun terdiam sebentar lalu mengangguk. "Baik, Dokter."

Setelah Irene beranjak pergi dari sana, Pak Leeteuk juga berpamitan undur diri.

Keadaan benar-benar canggung di antara Taeyong dan Jaehyun. Jaehyun dapat merasakan aura yang amat mencekam di sekitar Taeyong. Jika saja tidak ada Irene yang menengahi, mungkin saja Jaehyun sudah dibuat babak belur oleh kakak sepupunya Jiho itu.

"Karena kejadiannya sudah begini, kamu harus cerita semua hal yang dialami Jiho. Mulai dari awal, dan jangan ada satu pun hal yang terlewati."

"Ya—"

Namun kalimat yang hendak diucapkan Jaehyun malah terhenti kala tulang kakinya ditendang oleh seseorang.

Baik Taeyong maupun Jaehyun, keduanya sama-sama menoleh secara spontan.

"Pa?"

"Itu hukuman karena kamu bersikap ceroboh, dan tidak bisa menjaga putri kesayangan saya dengan baik."


"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang