"Jadi karena itu, lo marah banget sama Winwin. Rupanya, yang jadi korbannya itu Jiho." Mingyu menghentikan aktivitasnya sebentar. Salep yang seharusnya dioleskan ke punggung Jaehyun, malah diletakkannya ke meja. "Tapi 'kan ... lo cuma sebatas ngelakuin itu aja. Jiho sendiri juga bilang, kalau dia langsung mukul lo. Bikin lo sampe pingsan. Jadi kenapa lo sampe segitunya?"
"Gini, Gyu ... misal, lo belum nikah sama istri lo. Lo sama istri lo sebatas orang asing, yang pernah ketemu beberapa kali doang. Dan pas pagi-paginya, lo bangun dalam keadaan ... Chaeyeon ada di sebelah lo. Lo ngotorin dia, dalam keadaan ga sadar. Otomatis, lo sendiri ga tau dia ada di sana atas keinginan dia sendiri atau lo yang—"
"Udah, udah. Jangan dilanjutin. Lo ngomong begitu, gue sambil ngebayangin. Dan guenya jadi kesel sendiri," interupsi Mingyu. Salep yang ada di meja diambilnya kembali. "Ya, itu respons yang wajar, sih. Apalagi lo pernah suka sama Jiho," ucap Mingyu. "Sekarang masih?"
Jaehyun berdecih. Andai saja Mingyu bukan satu-satunya orang yang tahu tentang masa lalunya, sudah pasti Jaehyun akan lebih memilih untuk meminta bantuan dari orang lain.
"Banyak tanya. Olesin aja salepnya."
Namun yang namanya Mingyu, tidak pernah tidak banyak tingkah jika berhadapan dengan Jaehyun. Lelaki bertubuh jangkung itu malah meletakkan kembali salep tersebut ke meja, lalu beranjak merebahkan tubuh ke tempat tidur.
"Olesin aja sendiri. Punya tangan sendiri, ngapain nyuruh-nyuruh gue?"
"Sabar, Jae. Sabar," batin Jaehyun. Demi mempercepat masa pemulihan, Jaehyun harus bisa menahan diri. Selain itu, Jaehyun cukup tahu alasan mengapa Mingyu bersikap kekanakan begitu. "Lo mau tau soal apa?"
Spontan, Mingyu menoleh menatap Jaehyun. "Jiho," jawabnya. "Lo punya hubungan apa sama Jiho? Sampe-sampe Dokter Suho pun tanyain soal lo ke gue."
"Gue ga ada hubungan apa-apa sama Jiho. Soal Dokter Suho, anggap aja itu sebagai—sebentar, padahal lo tau banyak soal Jiho. Tapi kenapa pas hari itu gue tanya, lo malah bilang ga tau apa-apa?" Jaehyun menatap tajam pada Mingyu.
Mingyu berdecak. Sangat disayangkan karena Jaehyun memiliki ingatan yang bagus. "Lo tau 'kan ... Dokter ga boleh ngebocorin data pasien. Lagian, gue pertama kali liat Jiho pas masih koas," ungkap Mingyu. "Selama itu, gue selalu berusaha supaya lo ga berpapasan sama Jiho. Karena gue udah hafal jadwal Jiho ke Rumah Sakit, jadi, deh—"
"Berarti tiap hari Rabu, lo ...," Jaehyun mendengus. Tidak ada gunanya Jaehyun melanjutkan kalimat yang terlintas dalam pikirannya.
"Gue ga tau secara menyeluruh. Tapi yang gue tau, dari awal Jiho memang sering lupa. Pas pertama kali ketemu gue di depan ruang Dokter Suho, dia senyum ke gue. Gue kira karena dia ingat dan kenal gue, rupanya pas gue sapa balik, dan coba sok akrab sama dia, dia malah keliatan bingung banget."
"Lo sok akrab kayak gimana?"
"Gue tanya kabarnya habis pindah sekolah," jawab Mingyu. "Setelah mamanya meninggal, kondisi Jiho memang tambah parah. Gue aja sempat merasa sangsi kalau Jiho ... ehm, jadi gimana kabar Jiho?" Mingyu kembali beranjak menghampiri Jaehyun. Salep itu kembali diambilnya. "Hari itu ada jadwal gue, jadi gue secara kebetulan, liat pas Jiho diturunin dari ambulans."
Jaehyun terdiam sebentar. Sewaktu hendak menjawab, Mingyu malah menginterupsi.
"Ga usah dijawab, deh. Kondisi lo sekarang persis kayak mumi loncat-loncat."
"Pocong maksudnya?"
"Enggak, memang mumi. Tapi loncat-loncat," koreksi Mingyu.
Jaehyun tertawa. Selera humor Mingyu itu, memang sedikit aneh, menurut Jaehyun. Akan tetapi, Jaehyun selalu berhasil dibuat tertawa dengan selera humor yang sedikit aneh itu.
"Lo sama Jiho, sama-sama lagi sakit. Jadi, jangan terlalu memaksakan diri. Lo sendiri juga butuh istirahat, Jae."
❄️❄️❄️
"Hari ini mendung lagi, Jiho. Kemaren katanya, bakalan turun hujan. Tapi sampe tadi malam, gerimis pun enggak. Hari ini juga katanya, bakalan turun hujan. Karena langit udah segelap itu, jadi kebiasaannya ... mungkin aja memang bakalan turun hujan," ujar Jaehyun. Kemudian, Jaehyun kembali mendekat menghampiri Jiho. "Padahal aku udah serindu ini, tapi kayaknya kamu masih betah banget tidurnya ya." Jaehyun meraih tangan Jiho, menggenggamnya dengan begitu hati-hati, lalu tersenyum pada Jiho.
"Dari hari pertama Jiho selesai dioperasi sampe sekarang, kamu berisik banget. Kamu kira, Jiho bakalan merasa terhibur?"
Jaehyun mendengus. Jaehyun lupa kalau di ruangan itu masih ada kakak sepupunya Jiho, Lee Marah Taeyong. Ya, marah merupakan nama tengah Taeyong yang diusulkan otak Jaehyun untuk dirinya sendiri.
"Dari apa yang aku tau, pasien koma itu ... walaupun ga bisa merespons, tapi masih bisa mendengar. Dan walaupun cuma sebatas kemungkinan, ga ada salahnya 'kan mencoba?" Jaehyun bersedekap menatap Taeyong yang duduk di sofa. "Semalam, aku juga liat Kak Taeyong ngeluh ke Jiho soal kelakuan Om Yejun."
Taeyong tampak kelabakan. Harga dirinya saat ini benar-benar dipertaruhkan. "Itu beda."
"Ya, anggap aja begitu," balas Jaehyun dengan acuh tak acuh. "Kak Taeyong ga ada kerjaan gitu? Padahal direktur, tapi hampir setiap hari nongol di sini," lanjutnya. "Kasian Jiho." Jaehyun menoleh menatap Jiho. "Pasti berat banget karena harus ngeliat tampang Kak Taeyong tiap hari 'kan, Ji?" Raut wajah Jaehyun berubah sendu.
Melihat hal itu, Taeyong langsung mengumpat. Kendati demikian, sama seperti yang sebelum-sebelumnya, Jaehyun sama sekali tidak terganggu dengan segala hal buruk yang Jaehyun peroleh dari Taeyong.
Semenjak Jaehyun mendapat pukulan dari Om Yejun, hubungan antara Taeyong dan Jaehyun mulai sedikit membaik. Ya, walaupun tiap pertemuan bagai peperangan bagi keduanya. Tapi setidaknya, Jaehyun mulai mendapat lampu hijau dari Taeyong.
"Tapi, Kak ... kok bisa, sih, ada manusia secantik Jiho? Apa Jiho beneran manusia?" Meski bertanya pada Taeyong, Jaehyun sama sekali tidak menoleh padanya. Jaehyun hanya fokus menatap Jiho lalu menarik kursi yang ada di sebelah ranjang. Jaehyun duduk di sana, seraya memperhatikan wajah Jiho dengan jauh lebih saksama.
Tak tahan dengan kelakuan Jaehyun, Taeyong pun beranjak keluar.
Jaehyun tersenyum puas. Selepas Taeyong pergi, Jaehyun mengecup punggung tangan Jiho. "Lihat, Ji. Hari ini aku juga berhasil buat Kak Taeyong keluar," ujar Jaehyun. "Kalau mimpi kamu terlalu indah, kamu boleh tidur sebentar lagi. Tapi jangan terlalu lama, ya. Rasa rinduku ini udah menumpuk setinggi gunung Everest." Jaehyun berdiri dari duduknya lalu merundukkan tubuh. Ia mendaratkan kecupan singkat di pelipis Jiho. "Dari dulu sampe sekarang, aku selalu cinta kamu, Jiho."
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)
FanficSetelah kejadian yang dialami Jiho tiga tahun lalu, Jiho memiliki tekad kuat untuk meninggalkan dunia yang kian terasa memuakkan. Akan tetapi tekad Jiho perlahan goyah tiap kali Jiho dihadapkan dengan berbagai hal yang membuat Jiho mau tak mau haru...