Sejauh ini, semua yang terjadi sesuai dengan apa yang diharapkan Jaehyun. Lelaki itu melirik ke sebelahnya, yang mana di sana, Jiho tengah tertidur. Kemudian, Jaehyun kembali melihat layar ponsel miliknya. Tangannya terus bergerak menggeser layar, demi melihat satu-persatu foto hasil potretan mata-mata yang dikirim Kakek untuknya.
Jaehyun menyeringai dan menyimpan kembali ponselnya ke nakas. Foto-foto itu akan sangat berguna bagi Jaehyun.
Lelaki itu hendak beranjak dari tempat tidur demi melihat suasana malam yang amat tidak disukai Jiho. Namun sewaktu Jiho beringsut ke arah Jaehyun dan melingkarkan tangannya ke perut Jaehyun, Jaehyun segera membatalkan niatnya. Dalam jarak yang sedekat ini, Jaehyun dapat mendengar, juga merasakan deru napas Jiho yang begitu teratur. Jaehyun memiringkan kepala, memperhatikan raut wajah Jiho dengan saksama. Bahkan dalam tidurnya pun, Jiho kelihatan tidak nyaman. Dahi Jiho tampak sedikit berkerut. Samar-samar, terdengar gumaman pelan dari Jiho. Dengan penuh kehati-hatian, Jaehyun mendekat—mempertipis jaraknya dengan Jiho demi mendengar hal yang digumamkan oleh Jiho. Meski begitu, Jaehyun masih tidak dapat mengetahui dengan jelas kalimat apa saja yang digumamkan. Jika diperhatikan lebih saksama lagi, sepertinya ada yang janggal. Jaehyun menjauhkan tangan Jiho yang melingkar di perutnya. Jaehyun kemudian duduk. Dahi Jiho yang tampak berkerut tampak sedikit basah.
"Jiho." Jaehyun memanggil Jiho dengan suara pelan. Sebenarnya, Jaehyun merasa sedikit ragu untuk memanggil Jiho. Dan betapa leganya Jaehyun karena panggilan tersebut tidak berpengaruh pada Jiho. Tangan Jaehyun bergerak memisahkan kedua tangan Jiho yang bertaut. Suhunya cukup dingin, dan terasa sedikit basah. Jaehyun pun membiarkan tangannya menjadi pembatas antara kedua tangan Jiho. Lalu, Jaehyun mengusap keringat yang ada di dahi Jiho dengan bagian ujung lengan kaos yang dikenakan. Mungkin, Jiho sedang bermimpi buruk. Atau mungkin saja—
"Ma!"
Jaehyun sempat tersentak kala mendengar suara teriakan Jiho yang begitu mendadak. Anehnya, Jiho sama sekali tidak terbangun. Yang ada malah, kedua tangan Jiho menggenggam tangan Jaehyun kian longgar. Tangan Jiho terasa sedikit bergetar. Lantas, Jaehyun pun memutuskan untuk kembali merebahkan tubuh lalu mendekap Jiho. Jaehyun mengecup dahi Jiho sebentar. Membelai rambut Jiho, dan membisikkan bahwa Jiho akan baik-baik saja. Tak sengaja, Jaehyun menyentuh benda yang sepertinya disembunyikan oleh Jiho di bawah bantal yang dipakai. Dengan hati-hati, Jaehyun menariknya.
Ternyata, itu obat-obatan yang dimasukkan ke dalam zip lock berukuran mini. Jaehyun tidak yakin itu obat apa, tapi melihat Jiho yang langsung tertidur sewaktu tiba di hotel usai makan malam tadi, sepertinya itu obat tidur. Jaehyun menggeram pelan. Jaehyun tidak menyangka bahwa dirinya akan lengah begitu. Jaehyun kira, karena belakangan ini ia terus tidur di ruang yang sama dengan Jiho, maka keadaan Jiho pun membaik. Tidak disangka bahwa usahanya hingga sejauh ini belum membuahkan hasil apapun.
"Jae ...."
Spontan, Jaehyun melepas zip lock mini itu dari pegangannya, lalu beralih mengusap pipi Jiho yang terasa sedikit dingin. "Masih larut, tidur lagi aja," ujar Jaehyun.
Jiho bergerak pelan, berusaha mencari posisi paling nyaman.
"Ada apa? Kamu butuh sesuatu?" Jaehyun memperhatikan Jiho yang baru saja melepas dekapannya. Tangan dingin Jiho bergerak menyentuh pipinya. "Are you okay?" Jaehyun memegang tangan Jiho yang berada di pipinya. "Apa lampu kamarnya terlalu terang? Tapi kalau dimatiin takutnya malah—"
"Jangan, seperti ini saja," interupsi Jiho. "Apa Anda masih belum tidur?"
"Udah sempat tidur kok. Tadi kebangun karena tiba-tiba haus." Tentu saja semua itu bohong. Jaehyun belum tidur sekejap mata pun. Selain menjaga Jiho, ada banyak hal yang harus diselesaikan Jaehyun. Terlebih lagi karena Jaehyun telah berpapasan dengan kakeknya yang amat menguji kesabaran itu. "Tidur lagi ya."
Jiho mengedipkan mata, sebagai pertanda bahwa Jiho akan menuruti ucapan Jaehyun. Sejujurnya, sulit bagi Jiho untuk tidur di tempat yang asing. Bahkan sewaktu Jiho pindah rumah, butuh waktu selama beberapa minggu hingga Jiho benar-benar terbiasa dengan tempat tinggal barunya. Dan kamar hotel ini tidak menjadi pengecualian bagi Jiho. Selain itu, Jiho juga merasa takut—pikiran Jiho sibuk memikirkan akan berbagai hal buruk yang mungkin saja terjadi. Jiho khawatir bila Jaehyun tiba-tiba pergi. Jiho khawatir bila Jaehyun tidak lagi ada di sebelahnya sewaktu Jiho terbangun nanti. Jiho juga khawatir bila Jaehyun tahu bahwa pada kenyataannya, Jiho adalah seseorang yang sangat lemah. Sungguh, di hadapan siapapun itu, Jiho tidak pernah ingin menunjukkan betapa lemah Jiho sebenarnya. Jiho tidak ingin membuat orang lain kerepotan karena mengurusi kehidupan Jiho yang menyedihkan. Lebih dari apapun, Jiho ingin terlihat kuat. Terlebih di hadapan orang-orang yang dianggap Jiho berharga. Namun entah sejak kapan, tiap kali bersama dengan Jaehyun, Jiho selalu ingin menunjukkan sisi lemah yang dianggap Jiho cukup merepotkan. Meski usia Jiho terbilang dewasa, di hadapan Jaehyun, Jiho ingin bersikap layaknya anak berumur sepuluh tahun. Andai bukan karena janin yang ada dalam kandungannya, Jiho mungkin saja akan mempekerjakan Jaehyun dalam jangka waktu lebih lama lagi. Ah, atau mungkin saja Jiho akan mengakhiri hidupnya dalam beberapa hari ke depan.
Secara otomatis, Jiho memejamkan mata tatkala Jaehyun mendaratkan kecupan di dahi Jiho. Usapan lembut Jaehyun di rambut Jiho yang terasa setelahnya membuat perasaan yang bagaikan benang kusut mulai terurai satu-persatu. Apa terlalu berlebihan bagi Jiho untuk mengharapkan hal yang seperti ini? Apa tidak apa-apa jika Jiho menginginkan Jaehyun lebih dari ini? Di satu sisi, Jiho cukup tahu diri bahwa semua hal itu hanyalah sebatas angan-angan saja. Jiho rasa, tidak akan ada satu orang pun yang benar-benar menginginkannya. Dan alasan mengapa masih ada orang-orang baik di sekitarnya hanya karena rasa kasihan saja. Ya, Jiho selalu memberi sugesti—menekan segala perasaan yang dianggap terlalu berlebihan itu. Alasannya karena, Jiho takut terluka. Jiho takut kehilangan. Jiho juga takut dengan perasaan nyaman.
"Aku ga bakalan ke mana-mana. Aku bakalan tetap ada di samping kamu. Jadi sekarang kamu boleh tidur dengan nyaman, Jiho," ucap Jaehyun dengan nada suara yang cukup pelan.
Ucapan Jaehyun bagaikan mantra. Lambat laun, mata Jiho kian terasa berat. Segala hal yang dilakukan Jaehyun membuat pikiran buruk Jiho mulai beterbangan entah ke mana. Dan pada akhirnya, Jiho benar-benar terlelap.
Jaehyun menghentikan usapannya sewaktu menyadari napas Jiho kembali berembus secara teratur. Dengan hati-hati, Jaehyun menjauhkan tangannya dari Jiho. Jaehyun kembali duduk. Melirik ke arah Jiho sebentar, lalu mengambil kembali ponsel yang diletakkan di nakas.
Sebelum fajar menyingsing, Jaehyun tidak boleh tertidur dulu. Selain itu, masih ada hal yang mesti diurus Jaehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)
FanficSetelah kejadian yang dialami Jiho tiga tahun lalu, Jiho memiliki tekad kuat untuk meninggalkan dunia yang kian terasa memuakkan. Akan tetapi tekad Jiho perlahan goyah tiap kali Jiho dihadapkan dengan berbagai hal yang membuat Jiho mau tak mau haru...