"Maaf karena sudah merepotkan Anda," ucap Jiho usai melepas helm yang dikenakan. Jiho meletak helm tersebut ke sofa yang ada di ruang tengah lalu menoleh pada Jaehyun.
"Selain kata maaf?" Jaehyun bersedekap. Menatap Jiho dengan tatapan serius. "Anyway, aku ga terima ucapan terima kasih," lanjutnya. Dibandingkan dua ucapan tersebut, Jaehyun lebih senang jika Jiho memprotes Jaehyun yang belum juga angkat kaki dari rumah Jiho.
"Anda ... marah?" Jiho perlahan mendekati Jaehyun. Raut wajah Jaehyun yang terlampau serius itu, membuat Jiho jadi kian merasa bersalah. "Saya minta maaf."
Jaehyun menggeram pelan. Andai saja ada penghargaan untuk seseorang yang paling rajin mengucapkan kata maaf, maka Jiho pantas untuk memenangkannya.
"Selain kata maaf." Jaehyun berujar penuh penekanan. Sejujurnya, Jaehyun sendiri tidak begitu paham mengapa Jiho selalu saja meminta maaf. Padahal sejauh ini, tidak ada satu pun kesalahan yang dilakukan Jiho. Ah, kecuali fakta bahwa Jiho mengusirnya. Jaehyun merasa cukup kecewa akan hal itu. "Coba sebutin salah kamu apa."
Jiho menunduk. Kedua tangannya menyatu dan ditempatkan di depan tubuh. "Saya ... telah merepotkan Anda. Karena itu, Anda marah. Saya benar-benar min—saya tidak tahu harus mengatakan apa."
"Jadi karena itu kamu minta maaf?"
"Ya?" Jiho mendongak. Menatap Jaehyun yang jauh lebih tinggi darinya.
Jaehyun menghela napas. Menatap Jiho dengan sorot penuh arti. Jaehyun tidak menyangka bahwa Jiho salah mengartikan tiap bantuan yang ditawarkan. Padahal, tidak masalah jika Jiho membuatnya kerepotan lebih dari ini.
Melihat mata Jiho yang kelihatan sembab, Jaehyun pun mengalihkan pandangannya sebentar. Semenjak berada di rumah Suho tadi, hal tersebut cukup mengacaukan pikiran Jaehyun. Jaehyun jadi menerka-nerka sendiri. Seberapa besar penderitaan Jiho selama ini sampai-sampai mata Jiho yang indah itu jadi sembab? Mengenyampingkan hal tersebut, Jaehyun punya firasat bahwa Jiho memiliki hubungan yang amat dekat dengan Suho. Kala teringat wajah Suho, emosi negatif Jaehyun seolah hendak meluap. Ditambah lagi dengan panggilan Kitty tersebut. Sangat kekanak-kanakan! Tapi setelah diperhatikan lagi, Jiho itu memang mirip dengan Kitty—anak kucing yang sangat menggemaskan.
Tiba-tiba saja, tubuh Jaehyun menegang. Jiho baru saja mengecupnya. Di pelipis. Persis seperti malam itu. Sesuai apa yang tengah dipikirkan, Jiho itu memang menggemaskan.
"Malam itu Anda bilang, ini bisa membuat Anda tenang," kata Jiho. "Jadi saya akan melakukannya seperti ini. Boleh?"
Tentu saja boleh!
Sungguh, Jaehyun sangat ingin meneriakkan jawaban yang seperti itu. "Ya. Terserah kamu aja." Akan tetapi jawaban yang keluar malah jauh berbeda. "Kamu belum makan, 'kan? Ada yang kamu mau? Karena kamu perginya pagi-pagi banget, jadi aku ga masak apa-apa. Rencananya mau masak pas kamu pulang, tapi ...,"
"Saya baik-baik saja," kata Jiho. "Maaf—maksud saya, Anda boleh pergi sekarang. Soal gaji, saya sudah mengirimnya tadi pagi. Anda sudah menerimanya, 'kan?"
Jaehyun terperangah. Di tengah situasi yang seperti ini, Jiho mengusirnya? Bukannya menuruti keinginan Jiho dengan sepenuh hati, Jaehyun malah beralih duduk ke sofa. Lagi, Jaehyun bersedekap. "Itu 'kan gaji untuk satu bulan. Masih ada lima hari lagi. Jadi kamu ga boleh nyuruh aku pergi secara paksa begini. Kalau aku hidup luntang-lantung di luaran sana, kamu mau tanggung jawab?" Jaehyun melirik Jiho lalu menyeringai. "Ya walaupun kamu mau, kamu mana mungkin bisa tanggung jawab."
"Tapi saya sudah mengirimkan gaji. Apa itu masih belum cukup?" Jiho mengambil kembali ponsel yang tadinya sudah diletakkan ke sofa. "Saya akan mengirimkannya lagi jika Anda masih merasa kurang."
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)
FanficSetelah kejadian yang dialami Jiho tiga tahun lalu, Jiho memiliki tekad kuat untuk meninggalkan dunia yang kian terasa memuakkan. Akan tetapi tekad Jiho perlahan goyah tiap kali Jiho dihadapkan dengan berbagai hal yang membuat Jiho mau tak mau haru...