48. Obrolan Jiho Dengan Taeyong

30 11 0
                                    

"Mau tidur? Nanti kalau udah sampe Kakak bangunin. Atau nyemil? Kakak punya banyak snack. Kamu boleh ambil apapun yang kamu mau," ujar Taeyong. "Snack-nya ada di paper bag belakang. Tadi pas kamu belanja, Kakak juga ikut beli."

Jiho segera mengambil paper bag yang dimaksud Taeyong. Tiap kali bepergian dengan Taeyong ataupun Om Yejun, Jiho selalu saja dimintai untuk tidur atau makan snack.

"Terima kasih, Kak," ucap Jiho lalu membuka kemasan snack yang tengah dipegangnya. "Kak Taeyong mau? Biar saya suapin."

"Eh?" Taeyong memelotot ke arah Jiho sebentar lalu kembali berusaha fokus menyetir. Dalam waktu singkat, Jiho terlalu banyak berubah. Meski perubahan tersebut positif, tetap saja Taeyong butuh waktu untuk melihat segala sisi Jiho yang tampak menggemaskan di matanya. "Boleh, sih, kalau kamu ga keberatan."

Jiho tampak berseri. Dan dengan senyuman yang terpatri di bibirnya, Jiho langsung menyuapi keripik kentang itu untuk Taeyong.

"Omong-omong, apa yang terjadi pada papanya Arin?"

Taeyong memperlambat laju mobilnya. Lelaki itu berdeham beberapa kali. Semenjak Jiho terbangun dari koma, Jiho sama sekali tidak pernah menanyakan soal itu.

"Penjara."

"Gugatannya?"

Taeyong melirik sekilas ke arah Jiho. Sepupunya itu terlihat begitu tenang. Bahkan, dengan pembahasan yang seserius itu, Jiho masih saja memakan snack-nya dengan santai.

"Penggelapan dana," jawab Taeyong. "Jejak kehidupannya terlalu bersih. Jadi ...," Taeyong berdeham. Rasanya sangat tidak nyaman karena ia harus membahas hal seperti itu dengan Jiho.

"Kasus pelecehannya?"

"Jiho. Kamu—"

"Saya baik-baik saja." Jiho menginterupsi.

Bertepatan dengan hal itu, Taeyong pun menepikan mobil lalu menatap Jiho dengan tatapan serius.

Jiho meletak snack yang tengah dipegang ke kursi jok belakang.

Melihat hal itu, Taeyong menarik tisu beberapa lembar dan menyodorkannya pada Jiho. Taeyong juga menyodorkan minuman botol untuk Jiho.

Setelah meneguk air tersebut, Jiho mengucapkan terima kasih.

"Sama-sama," balas Taeyong. "Jadi, apa yang kamu pikirin sekarang?"

"Saya berpikir bahwa seharusnya saya menghukum penjahat sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. Hanya itu."

Taeyong mengangguk paham. "Tapi, kamu tau 'kan kalau ...," Taeyong menghentikan ucapannya lalu mengalihkan pandangan. Seumur hidup, Taeyong tidak pernah suka melihat raut wajah Jiho yang berpura-pura kuat di hadapannya.

"Saya tahu. Karena sejauh ini hanya saya korban satu-satunya, saya bisa menjadi saksi. Lagi pula, ada Om Yejun yang akan menjaga privasi saya. Jadi, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, bukan?"

Taeyong kembali menoleh menatap Jiho. Ia mendengus lalu berujar, "Jangan senyum. Kamu tambah jelek kalau senyum."

Bukannya menurut, Jiho malah memeluk Taeyong dengan tiba-tiba.

"Kalau saya tanya soal ini ke Om Yejun dan Tante Aeri, sampai kapanpun saya tidak akan bisa mendengar jawabannya. Karena itu, saya hanya bisa bertanya pada Kak Taeyong saja," ujar Jiho.

Meski tersenyum dan membalas pelukan Jiho, Taeyong tetap saja mendengus. "Rupanya kamu manfaatin Kakak, ya," sindir Taeyong. "Padahal 'kan masih ada Jaehyun. Kenapa ga tanya sama dia aja?"

HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang