Mau seberapa lama pun Jaehyun berpikir, Jaehyun tetap saja tidak dapat mengetahui alasan akan permintaan maaf yang didengarnya dari Jiho siang tadi.
Awalnya, Jaehyun ingin menyambut kepulangan Jiho dengan hangat. Namun kala menyadari adanya pergerakan yang tengah menuju ke arahnya, Jaehyun pun mengurungkan niat tersebut. Jaehyun memilih untuk berpura-pura tidur, sebab merasa penasaran akan hal apa yang hendak dilakukan Jiho. Dan yang terjadi malah hal yang tidak pernah terbesit dalam pikiran Jaehyun.
Permintaan maaf yang diucapkan Jiho ... sebenarnya untuk apa?
"Jaehyun, benar seperti ini 'kan caranya?"
Lamunan Jaehyun buyar. Lelaki itu menoleh menatap Jiho terlebih dahulu, baru melihat ke arah daun bawang yang baru saja diiris oleh Jiho.
"Apa saya harus memotongnya lebih kecil lagi?"
Jaehyun menggeleng. "Enggak. Ini ukurannya udah pas." Ia beralih menatap Jiho kembali. Sewaktu melihat Jiho hendak menyentuh matanya, Jaehyun secara spontan menahan tangan Jiho. "Jangan."
"Jaehyun?" Jiho menautkan alis menatap lelaki yang duduk di hadapannya.
"Mata kamu nanti perih," ujar Jaehyun seraya melepaskan pegangannya pada tangan Jiho.
"Kenapa perih? Bukankah tidak akan bermasalah jika saya hanya menyentuh saja?"
"No. Itu bakalan bermasalah banget, Jiho," jawab Jaehyun. "Pas iris daun bawang ini tadi, mata kamu ada terasa perih, 'kan?"
Jiho terdiam sebentar lalu mengangguk. "Tapi saya bisa menahannya."
Jaehyun memicingkan mata menatap Jiho. "Aneh. Jarang banget ada yang tahan sama rasa perih itu." Tangan Jaehyun bergerak mengusap sudut mata Jiho yang sedikit berair. "Tapi setelah aku ingat-ingat lagi, pas iris bawang merah juga kamu sama kayak gini. Mungkin faktor lakrimatori yang ada ga berefek ke kamu."
"Apa seharusnya perih?"
Kali ini, Jaehyun tidak langsung menjawab. Ia menatap ke dalam mata Jiho. Dan ucapan permintaan maaf itu kembali mengacaukan pikirannya.
"Enggak kok. Aku sendiri cuma pas awal-awal aja ngerasa perih. Belakangan ini cuma sesekali aja."
Jiho mengangguk. "Ada lagi yang bisa saya bantu?"
Jaehyun melihat ke sekeliling. Semua bahan makanan yang hendak dimasak telah siap di meja. Jaehyun hanya tinggal memasaknya saja.
"Cuma tinggal dimasak aja," sahut Jaehyun.
Selama mereka tinggal bersama, keduanya selalu mengerjakan bersama seluruh pekerjaan rumah yang ada, termasuk memasak. Dan selama dua minggu ini, Jaehyun jadi tahu bahwa Jiho sama sekali tidak ahli dalam mengerjakan pekerjaan rumah apapun. Termasuk memasak. Mungkin, itulah alasan mengapa Jaehyun melihat banyaknya bungkus mie instan berserakan dihari pertama ia ada di sana. Dan yang cukup membanggakan adalah Jiho sedikit pun tidak pernah mengeluh. Tiap kali ada sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan benar, Jiho cenderung berusaha keras.
"Anyway, karena aku udah tinggal selama dua mingguan di sini, berarti dua minggu lagi aku bakalan dapat gaji, 'kan?"
Jiho tampak tersenyum. Perempuan itu mengangguk sembari mengiyakannya.
"Nanti pas aku gajian, aku bakalan traktir kamu makanan sebanyak-banyaknya. Aku juga bakalan beli makanan paling mahal buat kamu," ujar Jaehyun. Ia tertawa cukup lebar.
Jiho yang mendengarnya ikut tertawa. "Jangan menghamburkan uang seperti itu. Anda simpan saja uangnya."
"Gapapa. Sesekali. Gaji pertama, tiga kali lipat pula," balas Jaehyun. "Eh, aku baru sadar. Memang gaji aslinya berapa, Jiho? Kayaknya kita belum pernah bahas soal itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)
FanficSetelah kejadian yang dialami Jiho tiga tahun lalu, Jiho memiliki tekad kuat untuk meninggalkan dunia yang kian terasa memuakkan. Akan tetapi tekad Jiho perlahan goyah tiap kali Jiho dihadapkan dengan berbagai hal yang membuat Jiho mau tak mau haru...