4. Tawaran Jiho

107 26 2
                                    

Jaehyun memandangi Jiho yang kini tengah melihat luka yang telah diobati olehnya. Sorot tatapan Jiho yang kelihatan kosong membuat Jaehyun merasa segan untuk menghampiri Jiho.

Lebih dari apapun, Jaehyun amat tidak senang dengan fakta bahwa ia telah melakukan hal sebejat itu pada Jiho. Diantara semua tempat yang ada di dunia ini, kenapa ia harus berakhir di rumah Kim Jiho?

"Ehm, tadi pas sekalian beli obat, aku ada beli makanan juga. Kamu ... mau?"

Jiho mendongak mendapati Jaehyun yang entah sejak kapan telah berdiri di sisinya. Lalu, Jiho melihat ke arah bungkusan nasi yang diletakkan Jaehyun ke meja makan.

"Anda duduk—ah, maaf. Hanya ada satu kursi di sini. Kita duduk di sana saja," ucap Jiho. Ia berdiri dari duduknya, mengambil nasi bungkus itu lalu duduk di sofa yang ada di ruangan tengah.

Kalau boleh jujur, Jiho benar-benar merasa tidak enak pada lelaki bernama Jung Jaehyun itu. Jiho hanya memiliki satu barang, untuk semua peralatan pokok yang dibutuhkan. Satu piring, satu set alat bantu makan yang terdiri atas sendok, garpu, dan sumpit. Satu gelas, satu kursi, dan juga satu meja makan. Itu semua karena Jiho hanya tinggal seorang diri di sana. Di rumah satu lantai yang amat sederhana itu, Jiho telah menetap di sana selama tiga tahun. Seumur hidup, Jiho tidak pernah menyangka bahwa akan ada orang asing yang dibawanya masuk ke dalam rumah yang bak tak berpenghuni itu.

Kondisi rumah persis kapal pecah. Debu ada di mana-mana. Juga bungkus dari mie instan bertebaran di mana-mana. Namun hingga sejauh ini, Jiho sama sekali tidak mendapat reaksi negatif dari sosok Jung Jaehyun itu.

"Anda ... mau makan berdua dengan saya?" tawar Jiho.

Melihat Jaehyun yang tampak terkesiap, Jiho menarik kembali nasi bungkus ke hadapannya.

Jiho menempatkan kedua tangannya ke pangkuan lalu menunduk.

Karena sudah terlalu lama mengasingkan diri di rumah itu sendirian, Jiho jadi merasa canggung tiap kali harus menghabiskan waktu dengan orang lain. Terlebih lagi, itu orang asing yang baru dikenal Jiho selama beberapa jam. Padahal, semalam Jiho baik-baik saja. Jiho mampu mengatasi rasa tidak nyaman itu dengan baik. Namun sekarang, mengapa semuanya jadi terasa sulit? Bahkan untuk melihat ke arah lelaki itu saja, tubuh Jiho jadi bergetar hebat. Sementara kedua telapak tangan Jiho terus mengeluarkan peluh dan terasa cukup dingin. Sepertinya, rasa takut Jiho terhadap suasana malam dan hujan benar-benar mendominasi dirinya semalam, sehingga Jiho jadi melupakan akan ketakutannya tiap kali berhadapan dengan orang asing.

"Apapun yang kamu alamin nantinya, aku bakalan tanggung jawab. Jadi kamu ga perlu takut."

Secara perlahan, Jiho menoleh melihat Jaehyun yang baru saja menggenggam erat tangannya. Tangan Jaehyun terasa cukup hangat. Hal itu membuat Jiho mulai berharap agar Jaehyun tidak pernah melepaskan genggaman tangannya.

Kalau dipikir-pikir lagi, tidak ada hal buruk yang dilakukan oleh Jaehyun selain mencium, juga merobek kamisol yang dikenakan Jiho semalam. Sebagai balasan, Jiho bahkan telah menyayat pipi kanan Jaehyun. Semenjak berhasil keluar dari kamar terkutuk itu, Jiho juga diperlakukan sangat baik oleh Jaehyun. Luka di tangan Jiho telah diobati. Seperti saat ini, Jaehyun bahkan membelikan makanan untuk Jiho.

Namun yang terlebih penting, apakah semua hal itu sepadan?

Jiho memang baik-baik saja sekarang, tapi bagaimana jika suatu saat nanti kejadian ini menjadi trauma baru baginya? Bagaimana jika rasa takutnya untuk terlelap di tempat tidur jadi bertambah parah? Bagaimana jika rasa takutnya terhadap suasana malam dan hujan kian menggerogoti jiwanya?

Saat itu tiba, akankah Jiho masih mampu bertahan dengan mengandalkan logika, dan berbagai ingatan masa lalunya dengan Mama?

Jiho rasa, Jiho tidak akan pernah mampu. Namun untuk saat ini, setidaknya demi bertahan hidup ... Jiho harus menganggap kejadian semalam hanyalah sebagai kejadian tidak mengenakkan saja. Karena perlakuan yang diterimanya dari Jaehyun, tergolong cukup baik ... Jiho akan berusaha mempercayai omongan supir taksi semalam. Bahwa lelaki yang menatapnya dengan raut wajah penuh kekhawatiran itu sosok yang aman.

"Anda ... ada kesibukan hari ini?"

Jaehyun menggeleng cepat. "Ga ada. Hari ini aku bebas. Ada apa? Ada yang mau kamu bicarain?" tanyanya. "Apa yang bisa aku lakuin buat tebus kesalahan aku semalam, Jiho?"

Tidak kunjung mendapat respons apapun dari Jiho, Jaehyun pun melepas genggaman tangannya lalu berdiri. "Aku pergi dulu—"

"Jangan pergi ...," ujar Jiho dengan suara yang cukup lirih. Kedua tangannya yang dingin menggenggam kembali tangan Jaehyun. "Tinggal di sini ... tebus kesalahan ...."

Jaehyun mengernyit. Perlahan, ia berlutut di hadapan Jiho, melepas genggaman Jiho lalu menggenggamnya kembali. Ia tersenyum seraya menatap Jiho yang tengah menunduk, juga membalas tatapannya.

"Buat tebus kesalahan, aku mesti tinggal di sini. Begini 'kan maksud kamu?"

Jiho mengangguk.

Jaehyun cukup sadar bahwa raut wajah Jiho saat ini menyiratkan perasaan takut. Dan Jaehyun rasa, itu bukan sekadar rasa takut yang biasa. Melihat bagaimana gerak-gerik Jiho saat ini, Jaehyun yakin pasti ada hal lain yang sulit diungkapkan oleh Jiho pada orang lain. Yang sudah pasti Jaehyun ikut terlibat dalam kategori orang lain itu.

"Saya akan membayar Anda. Dua kali lipat—tidak, saya akan membayar tiga kali lipat jika Anda bersedia tinggal bersama saya di rumah ini," ucap Jiho.

Lagi pula, selain kesunyian, yang Jiho miliki hanyalah kekayaan yang melimpah ruah. Setidaknya dalam jangka waktu sebulan, Jiho pasti mampu untuk menafkahi dirinya sendiri dan juga Jaehyun.

"Tawaran yang bagus," celetuk Jaehyun. Lelaki itu tak kuasa untuk menahan tawanya. Raut wajah Jiho yang serius, juga tawaran yang amat menggiurkan itu ... benar-benar merupakan perpaduan yang serasi. "Tiga kali lipat, 'kan?"

Kala Jaehyun tertawa, Jiho sempat tertegun. Setelah menghabiskan waktu bersama selama beberapa jam, baru kali ini Jiho melihat Jaehyun tertawa. Kesan tegas yang seolah mampu mendominasi siapapun itu lenyap seketika. Tanpa sadar, Jiho menaikkan sudut bibirnya. Ia mengangguk. "Iya, tiga kali lipat," kata Jiho. "Apa masih kurang?"

Seketika, tawa Jaehyun langsung terhenti. Tiga kali lipat saja sudah kebanyakan.

"Selama ini kamu ngalamin apa aja sampe rela ngeluarin uang sebanyak itu, Kim Jiho?"



"Selama ini kamu ngalamin apa aja sampe rela ngeluarin uang sebanyak itu, Kim Jiho?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang