8. Hanya Aku

606 33 0
                                    

Evelin mengedarkan pandangan. Ia jengkel sekaligus senang. Matanya tak lagi basah, tapi otaknya masih normal tak ingin terbuai ucapan Cristhian. “Dasar keras kepala!” umpatnya.

“Aku menginginkanmu,” bisik Cristhian. Deru jantung Evelin memburu, seperti diberi bunga menebarkan aroma kebahagiaan.

Segera ia tepis bisikan iblis nafsu, tapi Cristhian malah menantangnya. Tangan nakal merambat pelan, lembut dan menggoda. Evelin menahan sentuhan itu agar tak menjajahnya.

“Aku ingin tidur,” tegasnya membalikkan tubuh.

Cristhian memanyunkan bibir mendapat penolakan yang memutus hasrat. Mereka berdua akhirnya memilih tidur begitu saja.

Suara burung berkicau samar terdengar di pinggir jendela. Fajar menampakkan diri, berteriak girang menggantikan malam. Suara desah menyadarkan seseorang, perlahan mengerjap mata penasaran dari mana sumbernya.

Evelin tersentak, karena dialah yang bersuara. Tak terasa tangan Cristhian menyusup masuk mengganggunya, mencoba bermain menghabiskan waktu.

“Kak Cris! Apa yang kamu lakukan?!” pekik kagetnya.

“Aku bosan,” bisiknya nakal. Ia meninggalkan bekas di leher sang gadis yang masih jengkel namun menikmati.

“Aku mau mandi!” Evelin mencoba bangkit dan menghindari tangan Cristhian dengan kasar. Tanpa ragu ia membuka pintu yang tak pernah dimasuki. Langkahnya benar, itulah kamar mandi.

Ruang besar dan bathub yang sama persis di masa lalu menusuk ingatan. Napasnya mulai tidak normal, ia jatuh terduduk memegang dada. Di antara rasa takut dan bayangan tragedi, mencoba merasuk bertengkar dalam memori.       

Tubuhnya gemetar, pandangan terasa memudar menampilkan bayang samar di penglihatan. Sesak, itulah yang dirasa. Pintu kamar mandi seketika terbuka dengan Cristhian masuk hanya memakai bathrobe di badan.

“Evelin!” teriaknya. “Evelin! Kamu kenapa?” Cristhian merangkulnya, mencoba menenangkan napas tak karuan wanitanya. “Tarik napasmu pelan-pelan,” diiringi gosokan lembut di punggung untuk membantu. Entah bagaimana, suara sang perebut hati cukup mencairkan suasana, bayang-bayang kematian yang bersorak di ingatan perlahan menjadi serpihan. “Sudah baikan?”

Evelin menatapnya. Ia tak tahu ekspresi apa yang terpasang, jelas baginya semua sudah baik-baik saja. Perlahan, tangan Cristhian menyentuh pipinya, mengusap sesuatu yang mengalir tanpa disadari.

“Ada apa? Apa ada sesuatu?”

Di antara mulut yang sedikit terbuka, Evelin mulai menggigit bibir bawahnya. “Aku baik-baik saja.” Dirinya bangkit, memandang datar Cristhian. “Kakak mau mandi ya. Kalau begitu aku keluar dulu.”

Lengannya ditahan, kembali memalingkan wajah. Beberapa detik Cristhian diam menatap pesonanya. “Mau mandi bersama?”

Gurat angkuh terpampang. “Jangan mimpi! Aku tak sudi tubuh indahku terlihat olehmu.”

“Tapi tubuh telanjangmu sudah di ingatanku. Ayolah, jangan buang-buang waktu.” Cristhian menarik tangannya walau gadis itu meronta tak rela.

“Mau apa?!”

“Kamu mau mandi pakai baju?”

“Terserah aku!” tegas Evelin. Tapi dirinya tersentak saat Cristhian mengarahkannya ke bathub. “Aku pakai shower saja.”

“Kenapa? Di sini lebih nyaman,” tanya Cristhian.

“Kalau begitu Kakak saja yang mandi di sana!” Evelin melepas pegangan dan menuju shower. Memutar kran membiarkan air membasahi walau pakaian masih melekat. Tiba-tiba Cristhian memeluknya. Kaget yang menguap membuat Evelin terdiam. “Apa yang Kakak lakukan? Minggir!”

Pesona Wanita TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang