25. Robert

151 12 0
                                    

“Luc!” panggilnya.

Bahkan dua orang di seberang mereka ikut memamerkan tampang waspada.

“Lucia!” hardik Lucius sekali lagi. Bagaimanapun ia jelas terkejut melihat kecepatan tangan kakaknya. Di mana sang gadis muda langsung menarik pedang yang masih diselimuti segel. Tersentak tentunya. Napas terengah langsung menghiasi diri Evelin. Seketika ditatapnya sosok di samping, terlebih tangan adiknya mencengkeram erat lengan ramping miliknya. “Mau apa kau?!”

“A-aku ...” Evelin terbata-bata.

Mungkin kesadarannya untuk tak mengamuk berhasil dikontrol, tapi ketika bertemu pandang dengan rupa di seberang, gemuruh di dada kembali terbakar. Dia benar-benar ingin membunuh sosok brengsek di pandangan.

“Apa nona itu ada dendam padaku?” Siez bersuara.

Lucius dan Behella meliriknya. Tiba-tiba pemuda dari Tenebris itu berdiri di hadapan sang kakak. Menghalangi jarak pandang Lucia untuk tak lagi melihat orang yang memicu kemarahan.

“Siapa kau?”

Tawa pelan pecah di mulut pangeran itu. Perlahan ia miringkan kepala sambil seringai tipis menghiasi bibirnya.

“Aku?” tunjuknya pada diri sendiri. “Siez Nel Armarkaz, keponakan dari orang yang membayarmu, Anak Muda.”

Desiran kasar dari angin yang bergemuruh, menimbulkan berisik di sekitar mereka. Sensasi dingin tiba-tiba menyapa, bersamaan dengan mengeratnya cengkeraman di lengan Lucia.

Sungguh ia terusik, tapi pikirannya masih mencerna perkataan yang menyusup ke telinga. Di mana rupa brengsek di depan mata jelas-jelas milik Robert, namun orang itu mengakui dirinya dengan nama berbeda.

Apakah ini sama dengan yang menimpa Cristhian?

Apakah inilah yang dinamakan dengan perpindahan jiwa?

Batinnya bertanya-tanya, namun ingatan ketika insiden terakhir kembali bernyanyi di otak. Sampai-sampai ia tak sadar jika seseorang terus memanggil namanya.

“Lucia!” Ia terperangah. Mendongak menatap sosok di pandangan. Lucius, lirikan tajamnya seolah ingin menguliti kebenaran dari kakaknya. “Apa kamu mengenal orang itu?” sambil menunjuk Siez Nel Armarkaz.

Sorot mata Evelin pun kembali tertuju ke sana. Ke arah laki-laki yang entah kenapa terus tersenyum padanya.

Ekspresi itu benar-benar milik orang yang sempat menjadi atasannya. Tiada cela, sungguh serupa kecuali warna rambutnya saja. Tapi yang pasti Evelin tetap sakit hati melihatnya.

“Jawab aku, Lucia. Apa kamu mengenalnya?” Lucius kembali bertanya. Namun sekarang nadanya begitu berat terlebih suara serak itu terdengar menakutkan.

Bahkan Behella dan Siez yang diam di sana merasa tidak nyaman. Masih waspada, kalau seandainya salah satu dari dua bersaudara itu tiba-tiba menyerang mereka.

“Tidak,” akhirnya perempuan itu berbicara. “Aku tidak mengenalnya.”

“Benarkah?” raut wajah Lucius seperti tak percaya. “Lalu kenapa kamu seperti orang yang ingin membantainya?”

“Tolong jangan bahas ini, Lucius. Aku sungguh tak mengenalnya.”

Lucia terpaksa berpura-pura. Tak mungkin bukan dirinya mengatakan kebenaran? Yang ada sang adik juga dua orang di seberang akan menganggapnya gila. Mana ada hal seperti perpindahan jiwa? Bahkan saat dirinya mengakui kenyataan pada Lucius sebelumnya, sosoknya justru dianggap hilang ingatan.

Pastinya Evelin takkan lupa, terlebih ketika dirinya bertemu dengan Cristhian dan malah hampir memicu bencana.

Lebih baik berjaga-jaga dan selidiki semuanya. Walau sekarang ia jelas ceroboh karena terlanjur memakai perasaan di banding otaknya.

Pesona Wanita TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang