Di saat bersamaan namun lokasi yang berbeda, tampak seorang laki-laki sedang menggendong sesosok gadis muda. Entah akan dibawa ke mana namun jalan ini jelas tak menuju tempat peristirahatan Lucia.
Untung saja tak ada pelayan atau penjaga di sekitar, jika tidak tak bisa dibayangkan bisikan serta lirikan mata mereka.
Sebuah pintu terbuka, dengan hati-hati sang penolong pun menurunkan gadis itu di ranjang yang ada. Menatap lekat dan melantunkan kata-kata lemah lembutnya.
“Apa ada yang sakit?”
Lucia menggeleng. Tapi jelas di mata orang itu kalau perempuan di pandangan tidak baik-baik saja. Tubuh gemetar serta kedua tangan yang memegang erat pakaian koyaknya sedang berusaha menutupi area dada.
Helaan napas pelan pun terlontar dari sang penanya. “Jujur saja, aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Sid jika adikmu mengetahui ini.”
Evelin tersentak. Di sela-sela air mata yang berjatuhan tatapannya pun memperlihatkan keterkejutan. Ia langsung mendongak dan mencengkeram lengan laki-laki di depannya.
“Jangan! Jangan katakan apa pun pada Lucius!” cegahnya. “Kau harus tutup mulutmu, ingat itu!”
Siez Nel Armarkaz, dia yang telah menolong Lucia pun terkesiap mendengarnya. “Kau yakin? Kakakku sudah kurang ajar padamu.”
“Aku yakin,” ucapnya tanpa keraguan. Dan tangannya pun perlahan menyentuh kerah baju sang pangeran lalu menariknya. “Tapi sebagai gantinya kau harus melakukan sesuatu untukku.”
Akan tetapi, sosok yang menjadi sumber waspada mereka sedang melangkah menuju kamar. Bersiul kecil sambil tangan terus memainkan ujung rambut. Tatapannya sayu namun cukup menekan.
Sesekali melirik ke kiri dan kanan, di mana beberapa pelayan juga prajurit berpapasan dengannya dan memamerkan penghormatan. Tapi suasana hati Lucius langsung berubah ketika kehadiran seseorang menghentikan dirinya.
“Selamat malam, Yang Mulia,” sapa Lucius pada perempuan yang berjarak 2 meter darinya.
Sosok cantik itu mengenakan gaun tidur berwarna putih, dan ia pun terbelalak mendengar suara serak di belakangnya. Bahkan beberapa buku di tangan ikut berjatuhan saking terkejutnya.
“T-tuan muda Lucius?”
Senyum tipis pun terukir akibat melihat kegugupan perempuan itu. Adik Lucia menghampirinya, memungut buku-buku yang berada di dekat kaki tuan putri Olea.
“Ini sudah malam. Untuk apa anda membawa buku sebanyak ini?”
“A-aku ingin membacanya,” sahutnya tanpa melirik Lucius. Putra Tenebris yang sudah berdiri seperti semula semakin tak bisa mengenyahkan senyuman, terlebih respons sosok di depan mata cukup menarik perhatian.
Seperti kucing penakut namun berusia dewasa. Tanpa basa-basi tangannya pun menyentuh dagu putri Olea dan mengangkatnya.
“Aku di depanmu, Yang Mulia. Apa lantai itu lebih menarik dariku?” pertanyaannya sontak membuat wajah sang putri memerah.
Walau jarak umur keduanya agak terpaut jauh di mana Lucius 18 tahun sedangkan Olea beberapa bulan lagi menginjak 22 tahun, tapi pemuda itu jelas lebih tinggi darinya.
Sehingga sang putri pun harus mendongak menyaksikan keindahan laki-laki di depan mata.
Perlakuannya jelas kurang ajar, tapi senyuman seperti anak kecil yang dipamerkan justru menghantam kesadaran Olea. Tangannya langsung berkeringat dingin akibat gugup yang dirasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Wanita Terkutuk
Fantasy(18+) Warning! Mengandung kekerasan dan konten dewasa. Mohon bijak dalam membaca. Evelin Gosca, sang pembunuh bayaran di dunia nyata pun harus merasakan cinta pada pandangan pertama yang pahit. Di mana dirinya malah menghabiskan malam bersama dan m...