20. Raja Kaztas

212 11 0
                                    

“Darkas?”

Lucius hanya tersenyum menanggapi keheranan sang kakak. Wajar jika Evelin bingung. Jika Darkas kerajaan musuh, kenapa adik anehnya itu setuju menjalankan misi darinya? Padahal saat membahas Orion, ucapannya seolah-olah ingin menguliti mereka.

“Jika mereka yang menghancurkan Tenebris, kenapa kam—”

“Karena kita miskin,” potongnya tiba-tiba. “Tak peduli gelar apa yang kita miliki, itu tidak menolak kenyataan kalau sekarang kita cuma dua bersaudara miskin. Apa yang bisa diharapkan? Bahkan singgasana ayah untuk dipamerkan juga tidak ada. Jika bisa menjilati salah satu dari mereka dan mendapatkan uang, apa salahnya? Kita juga bisa mengadu domba lainnya.”

Evelin terdiam. Ucapan Lucius memang mengejutkan tapi ada benarnya. Di posisi mereka, yang bisa dilakukan hanya menerima semua uluran di depan mata. Entah itu pekerjaan berdarah atau bantuan kemiskinan.

Tapi saat mendengarnya langsung, aneh tetap merasuki hati. Mungkin Evelin sudah menerima kenyataan yang ada. Di mana sosoknya merupakan Lucia sekarang. Bukan lagi gadis dari organisasi mengerikan dan bawahan Robert sang bajingan.

Akan tetapi, langkah keduanya setelah melewati bibir hutan terdiam. Apalagi saat berisik muncul tiba-tiba dari penyamun yang jumlahnya empat kali melebihi mereka.

“Perampok?” Lucius berujar.

“Apa!” kaget Lucia.

“Serahkan semua barang-barang berharga kalian!” teriak salah satu dari mereka.

Tak tahu kegilaan apa yang muncul, tapi Lucius justru mendorong Evelin. Membuat gadis itu terpekik dan tertangkap musuhnya.

“Kau!” geramnya pada sang adik. Sontak saja ia tarik musuh yang mengapit leher sehingga terbanting ke depan. Bukan hanya itu saja, pedang di pinggang ikut bermain tanpa ampun. Seolah Evelin lupa kalau yang dibantainya itu manusia.

Darah berserakan, aroma anyirnya disapu angin ke sekitar, dan rintihan dari perampok yang masih sadar mengalun ke pendengaran.

Evelin terdiam menyaksikan kekejaman yang baru saja dilakukan olehnya.

“Syukurlah. Kupikir karena hilang ingatan, kemampuanmu juga memudar. Tapi ternyata masih sama ya?” Lucius tersenyum manis padanya. Mendekat dan mengambil pedang kakaknya untuk membersihkan pinggiran tajam.

Bilah itu tampak bercahaya ketika memantulkan sinar matahari di atas sana.

“Kamu sengaja?” gumamnya pelan.

“Kenapa? Kakak syok karena aku dorong ya? Tenang saja. Kamu baik-baik saja kan? Karena kalau tidak, kepala mereka pasti kugantung di pepohonan.”

Bisa-bisanya ia mengatakan itu dengan santainya tanpa memikirkan perasaan Evelin. Padahal tadi terlintas jelas di benak sang gadis istilah pengkhianatan. Tak percaya jika orang yang mengaku sebagai adiknya akan mendorongnya ke sarang buaya.

Walau nyatanya para lawan cuma hewan buas tanpa kuku dan taring menakutkan.

Tapi, satu hal yang pasti dan ditanamkan Evelin dalam hati. Kalau Lucius Vez Ignatius itu orang gila. Bukan makhluk waras kepribadiannya. Dia bahkan tega melakukan candaan yang berujung nyawa. Dirinya benar-benar harus hati-hati pada sosok yang mengaku adiknya.

Di kerajaan Orion, kehebohan terjadi di depan gerbang. Penyebabnya tentu saja mayat sang komandan ksatria yang dibawa pulang.

Rahang Yang Mulia Kaztas menegas memandang semua dari balkon. Mengingat beritanya telah sampai ke telinga.

Bagaimanapun juga, komandan ksatria yang mati itu merupakan adik seperguruan sekaligus ksatria terbaik milik kerajaan.

Siapa yang tidak geram?

Pesona Wanita TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang