Di kamar Olea, sebuah pemandangan yang tak disangka-sangka menari di sana. Adegan mesra di mana Lucius mencium lembut sang pemilik ruangan di pangkuannya.
Padahal tadi ia berniat memberikan buku bawaan sang tuan putri, tapi entah kenapa semua malah jadi begini. Terlihat keduanya begitu menikmati aktivitas panas mereka sampai-sampai desahan sesekali terlontar saat tangan Lucius bergerilya di raga gadis di depannya.
Kecupan-kecupan menggoda ia hiasi di area dada, sosoknya tak bodoh untuk tidak meninggalkan jejak percintaan di leher tuan putri kerajaan Darkas. Bisa-bisa dirinya dihukum mati kalau sampai ketahuan.
“L-Lucius,” lirih Olea dengan wajah memerah. “A-aku—”
Namun ucapannya terpotong saat bibir sang pemuda membungkam mulutnya. Bahkan lumatan yang kian menuntut melumpuhkan fungsi otak Olea, sampai-sampai dirinya tak sadar kalau tubuhnya sudah hampir telanjang di depan laki-laki yang lebih cocok menjadi adiknya.
“Jangan menahannya, Putri. Mendesahlah, karena aku menyukainya,” bisiknya serak di telinga.
Dan benar saja. Erangan panas dari sentuhan Lucius berkumandang di sana. Bahkan gadis cantik itu membiarkan sang pemuda melakukan apa saja padanya. Satu hal yang pasti, kabut nafsu sudah memperbudak Olea.
Dan membiarkan kenikmatan dunia tunduk pada perintah sang pembunuh bayaran yang tak ia ketahui jati diri sebenarnya.
Malam yang masih panjang namun diiringi dinginnya embusan angin menyapu kulit Lucia. Sekarang dirinya juga Siez kembali lagi ke tempat sebelumnya, di mana lokasi itu menjadi saksi dari pelecehan yang hampir dialami Evelin tadi.
Saat memasuki ruangan tak terlihat keberadaan putra mahkota, dan gadis itu mengernyitkan dahi menatap sekeliling.
“Aku menyuruh pengawal untuk membawanya ke kamar. Tenang saja, takkan ada yang mencurigaimu nanti,” sahut Siez tiba-tiba seolah tahu isi pikiran sosok di sebelahnya.
Evelin sontak menghela napas lega dan matanya beralih pada sebuah lukisan yang sudah menakuti diri. Terlihat guratan aneh di wajah saat menatap gambaran indah itu.
“Jadi, apa yang kamu inginkan di sini?” Siez ikut melirik ke arah pandangan Lucia.
Perlahan tangan gadis itu terangkat dan menyentuh lukisan seorang pria matang di hadapannya.
“Lukisan siapa ini?”
Sang pangeran mengerutkan dahi, menatap aneh pada perempuan di sampingnya.
“Pamanku.”
Evelin tersentak dan rahangnya menegas. Ia pun langsung menoleh ke arah Siez dengan raut tak terlukiskan. “Paman? Lalu Behella?”
“Dia adik ayahku, sedangkan ini sepupu. Memangnya kenapa?”
“Sekarang orang ini di mana?”
Hening menerpa. Siez melirik sekilas lukisan di dinding sebelum menatap Lucia kembali. Perlahan senyum tipis pun terukir di bibirnya.
“Apa aku harus memberitahumu?” Kedua tangan Evelin seketika terkepal setelah mendengar ucapan itu. Terlihat sorotan tajam ia pamerkan di rupa, pertanda kalau sosoknya sedang tidak main-main dalam berbicara.
Siez yang mendapati tatapan itu pun memiringkan kepala. “Ah, apa mungkin inilah yang kamu inginkan sebagai ganti ulah kakakku?”
Evelin tak menjawab namun ekspresi menekannya sudah mengatakan itu semua. Dan laki-laki di depannya pun semakin mendekat. Menundukkan kepala sehingga jarak mereka hanya tersisa beberapa senti saja.
Walau tak mendongak lirikan mata Evelin menyiratkan murka. Siez tahu kalau gadis ini sedang menahan emosi untuk tidak melukainya. Tapi tak tahu kenapa, sebuah bisikan aneh berkumandang di hati sang pemuda.
Menuntunnya untuk menggerakkan tangan agar mengelus lembut pipi Lucia.
“Jika kukatakan, apa yang akan kau lakukan dengan itu?” lambat laun wajah gadis itu dibuat menengadah untuk menatapnya. Dan siapa sangka, kalau aroma mint juga mawar saling bertabrakan ke penciuman mereka, menggetarkan hati namun juga mengumandangkan suasana tak biasa.
Siez tertegun menyaksikan keindahan di pandangan. Seolah-olah dirinya tersedot ke dalam manik sebiru samudera milik Lucia.
“Aku akan membunuh orang itu.”
Sang pangeran terdiam. Walau posisi mereka masih belum ada perubahan, namun desiran di dada jelas berbeda. Evelin yang merasa baru saja menggali kuburannya sementara Siez terpana pada kecantikan yang mencuci mata.
Perlahan ia jauhkan tangannya dan terkekeh pelan, sehingga gadis itu pun langsung waspada.
Merinding, itulah yang tiba-tiba Evelin rasakan saat berhadapan dengan Siez sang pemilik wajah Robert.
Padahal gadis itu sudah yakin kalau Lucius lah yang memiliki kepribadian mantan atasannya, tapi entah kenapa sekarang semua terasa berbeda. Hati kecilnya berbisik kalau orang ini juga sama.
Tawa pelan barusan, sungguh mengingatkan dirinya kalau memang Robert lah yang ada di depannya. Tanpa sadar tubuhnya tak bisa bergerak akibat rasa takut mulai menguasai.
“Cia.”
“Lucia.”
“Nona Lucia!” panggil Siez yang menyentak kesadaran gadis itu. Ia terperangah saat mendapati sang pangeran memegang lengan kanannya. “Kamu kenapa? Aku memanggilmu dari tadi.”
Evelin menggeleng dan langsung melepaskan sentuhan. Ia pun membuang muka dan mundur tiba-tiba. “Maafkan aku, sepertinya aku kelelahan, kalau begitu aku akan kembali ke kamarku dulu.”
Dan sekarang tinggal Siez seorang di sana. Walau sorot matanya masih memandangi punggung Lucia yang semakin menjauh darinya, namun raut muka dingin tiba-tiba menyeruak. Bersamaan dengan itu, seringai tipis juga terpatri di bibirnya.
“Mawar ya, lain kali aku akan menikmatinya.”
Berisik angin di luar kamar mengganggu pendengaran seorang gadis muda. Walau masih sekitar dua jam lagi bagi matahari untuk menampakan muka, tapi sosok itu sudah terjaga. Dan dirinya terperangah mendapati rupa tampan di depan mata.
Olea Nel Armarkaz.
Sungguh ia tak bisa menutupi debaran di dada, apalagi saat mengingat kembali kemesraan bersama laki-laki yang memeluk tubuh telanjangnya.
Dada bidang sang pemuda yang mengintip dari baju tidurnya benar-benar menarik tumpuan pandangan. Dan juga bibir merah yang sempat menciumnya seakan berbisik agar dibelai oleh Olea.
Muka memerah juga tersipu pun mulai menguasai tuan putri itu. Akan tetapi jauh di lubuk hatinya ada perasaan kecewa. Saat mengingat kalau Lucius hanya menyentuh setiap jengkal tubuhnya, dan sama sekali tidak mengoyak mahkota berharga yang harusnya dijaga untuk suaminya.
Jujur saja, mungkin perempuan itu sudah agak gila karena berharap pemuda inilah yang akan merenggut keperawanannya.
Di satu sisi Evelin menatap kosong pemandangan dari balkon. Berbagai pikiran berkecamuk di otak, menghantam kesadaran agar merasa sakit kepala.
Semenjak insiden semalam juga pembicaraan terakhir dengan Siez membuat kantuk enggan menghampiri. Ia bingung dan tak tahu harus bersikap seperti apa. Mengingat putra mahkota hampir saja melecehkan dirinya dan penampakan sikap Robert semakin kentara di diri pangeran kedua.
Sosoknya bertanya-tanya apakah selain wajah, kepribadian sang mantan atasan juga terpecah pada sang adik dan Siez Nel Armarkaz? Jujur sosoknya takut jika Robert juga bereinkarnasi pada mereka berdua seperti dirinya.
Walau sekarang ia juga harus memastikan sosok Kaizer itulah yang membawa wajah Cristhian sang pujaan hati tercintanya.
Dan sekarang menjelang siang, barulah Lucius menemui dirinya. Mereka telah melewatkan sarapan dengan alasan kelelahan. Bahkan tak ada hiruk-pikuk yang terdengar membuat Evelin yakin kalau perbuatan kurang ajar putra mahkota masih terbelenggu dalam mulutnya juga sang pangeran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Wanita Terkutuk
Fantasy(18+) Warning! Mengandung kekerasan dan konten dewasa. Mohon bijak dalam membaca. Evelin Gosca, sang pembunuh bayaran di dunia nyata pun harus merasakan cinta pada pandangan pertama yang pahit. Di mana dirinya malah menghabiskan malam bersama dan m...