45. Tantangan Ratu Virgo

96 7 0
                                    

Pertarungan antara Kaizer atau pun Eran Lybria dengan para pengganggu memang telah selesai.

Tapi tidak dengan Fabina, pedang di tangan pun diarahkan pada leher Lucius yang sudah tak lagi menyerangnya.

"Hei! Apa yang kau lakukan?" Dusk Teriel masih bingung dengan mereka.

"Musuh memang sudah tak ada. Tapi kita tak bisa menutup kemungkinan akan Tenebris yang tersisa."

Orang-orang di sana pun kembali terhenyak. Dan menatap tak percaya pada sosok yang berbicara.

"Ada bukti?" Lucius menyeringai.

"Tutup mulutmu, hanya karena matamu sekarang tidak merah lagi bukan berarti kau bisa menipuku. Kau sendiri bukan yang mengatakan akan perperangan itu."

Dan tak disangka, sebuah hempasan kasar pun menghantam Fabina. Tubuhnya langsung menghantam tanah akibat ulah perempuan yang menatap murka.

"Yang Mulia!" Agrios syok melihatnya. Karena bagaimanapun juga dirinya jelas tak mengira kalau sang ratu akan menyerang kerajaan rekan mereka.

"Fabina!" Kaizer pun menghampirinya. "Kau baik-baik saja?!" akan tetapi sang tabib yang memuntahkan darah itu membuatnya tak bisa berkata-kata. Pedang dicengkeram erat dan sosoknya spontan berbalik menatap pelaku utama.

"Hentikan," Fabina mencegatnya tiba-tiba. "Aku baik-baik saja, Yang Mulia," sambil menggelengkan kepala.

Tapi hal itu tetap saja tak bisa meruntuhkan amarah Kaizer.

"Apa? Kau tak terima?" ratu kerajaan Virgo menatap nyalang. "Kau ingin menyerangku?" dirinya pun terkekeh pelan. "Apa yang bisa kau lakukan? Pangeran payah sepertimu takkan bisa menggoresku."

"Kau!"

"Hentikan, Yang Mulia!" Fabina pun mencengkeram lengannya. "Jangan gegabah, Yang Mulia. Bagaimanapun ucapan Ratu Vreya ada benarnya. Kita bukanlah apa-apa dibandingkan dengannya."

Mendengar itu suasana hati Kaizer semakin memburuk. Bohong jika ia tak tahu apa pun tentang wanita di depannya.

Vreya Srigia'Lovil.

Ratu kerajaan Virgo, bahkan kebengisan dirinya sudah menjadi rahasia umum di kerajaan mana saja.

Penguasa berbagai aliran pedang, ditambah elemen angin yang ia dapatkan dari tanah terlarang membuatnya menjadi salah satu sosok ditakuti di daratan.

Tentunya orang-orang dari kerajaan lain akan berpikir dua kali untuk mengusiknya. Mengingat perempuan itu bukanlah tipe pemimpin lunak nan bijaksana.

Ia takkam segan-segan memenggal siapa pun yang menentang dirinya.

Tangan Kaizer semakin terkepal erat sehingga kukunya berhasil melukai telapak tangannya.

"Keluar kalian!" perintah di lokasi berbeda itu membuat burung-burung di sekitar beterbangan. Evelin terlihat waspada. Aktivitas memakan bekal miliknya harus terhenti karena kehadiran tak disangka-sangka.

Dua sosok asing baginya. Laki-laki bersurai merah darah dan begitu pula wanita di sisinya.

Netra ruby milik laki-laki itu pun menyentak sang gadis muda. Dan siulan dari perempuan bermata violet membuat Bharicgos mengernyitkan dahi.

"Ignatius?" gumamnya pelan.

"Wah, warna matamu," perempuan itu terlihat semringah. "Apa itu berarti kita sama?" ia pun berkedip pada sang leluhur pertama.

Membuat Bharicgos melirik jijik padanya.

"Tenebris?" laki-laki berwajah dingin pun berjalan mendekat. "Masih ada yang tersisa?" ia pun menarik pedang putih miliknya.

Evelin mendadak waspada, pedang terselubung pun ia tarik walau masih tersarung sempurna.

"Ayolah, apa kau benar-benar ingin menghabisi mereka?" perempuan di sampingnya itu menatap jengah. "Laki-laki itu tampan. Biarkan saja ya?"

Bharicgos bergidik ngeri mendengarnya. Entah kesialan apa yang menerpa sehingga orang aneh ini datang ke hadapan mereka.

"Tak kusangka ada Tenebris semenjijikan ini. Aku merasa badanku gatal-gatal sekarang," laki-laki itu bergidik pelan. Bahkan dengan sengaja berdiri di belakang Lucia seolah ingin menjadikannya perisai hidup di sana.

Tapi tidak dengan sosok asing yang terus mendekat. Laki-laki bersurai merah rapi itu sudah mulai menurunkan pedangnya sehingga percikan merah bertebaran di ujungnya.

Laksana hendak menunggu saat yang tepat untuk menebas mangsa.

"Aku memang Ignatius."

Ucapan Lucius sontak mengundang tatapan siapa pun juga. Tak dapat dipungkiri banyak yang melirik tajam padanya.

"Lalu kalian mau apa?" lanjutnya dengan ekspresi angkuh.

"Kau," Raja Aquarius perlahan mendekat. Akhirnya sosok setengah abad itu mulai memperlihatkan keseriusan. Bahkan sensasi dingin ikut menguar di sana. Seakan-akan seluruh udara diselimuti es tak berwujud. "Apa yang kau inginkan? Sampai berani muncul di sini."

"Ayahku," semua mendadak hening. Bahkan perubahan ekspresi Lucius cukup mengejutkan. Datar tak tersentuh keadaan.

Untuk ukuran pemuda delapan belas tahun auranya jelas menakutkan. Menyiratkan kekuatan terpendam dalam lubang hitam. Setidaknya itulah yang ditangkap sang Raja Aquarius saat melihatnya.

"Ayahmu?"

"Ludis Vez—"

Seketika sebuah ujung pedang terarah pada lehernya. Kalimat Lucius terpotong karena Kaizer lah pelakunya.

"Yang Mulia!" Fabina syok melihat aksi sang pangeran. Bahkan bukan hanya dirinya, orang-orang di sana pun juga sama.

Lucius pun melirik dingin sosok di sampingnya. "Kenapa?" tiba-tiba seringai tipis tersungging di bibir. "Kenapa kau terlihat takut saat mendengar nama itu?"

Sontak hal tersebut membungkam suasana. Tak seperti ucapan sang pemuda, raut wajah Kaizer lebih memperlihatkan murka.

Dan di antara semua penonton ada seseorang yang perlahan tersenyum tipis melihatnya.

Sizas El'Traumer.

Ekspresi sang pangeran kerajaan Leo itu tak luput dari pandangan sang pengintai sekaligus bawahan ratu Virgo. Tentunya hal itu membingungkan dirinya, namun ia memilih diam saja. Apa lagi saat Lucius tiba-tiba mencengkeram pedang Kaizer.

"Jangan lupa, kalau kau dan ayahmu itulah yang sudah menyeret ayahku untuk mati di hadapan senuanya."

Semua terkesiap. Tak dapat dipungkiri kalau kejadian di masa lalu menyentak ingatan mereka. Saat-saat para anggota perang dari berbagai kerajaan turut serta menghancurkan Tenebris dalam semalam.

Namun di antara semua orang, ada seseorang yang sangat kejam.

Sang Raja pemegang tahta Orion. Dengan bantuan putranya yang menyamar sebagai prajurit itu ia berhasil menumbangkan Ludis Vez Ignatius dari ketangguhannya.

Menyeret Raja Tenebris dengan senjata iblis milik istrinya.

Lumia Vez Ignatius.

Sang Ratu, pemilik cambuk merah yang tersohor namanya. Bahkan sebelum ia mati sebuah tragedi yang diakibatkan raja Orion membuat teriakannya masih diingat siapa pun juga.

Semua jelas penasaran. Namun tak ada waktu untuk memikirkan karena bagaimana pun perang di kerajaan Tenebris sangatlah mencekam.

Kecuali ada beberapa pasang mata yang mengetahui kebenaran kelam dari ratu menyedihkan itu.

Dan Kaizer tak bisa berkata-kata selain memamerkan ekspresi penuh amarah saat menatap pemuda Tenebris itu.

"Kenapa menatapku seperti itu?" ia bergumam pelan. Memutar pedang terselubung di tangan dan duduk di atas meja dengan lancang. "Kau juga ada di sanakan? Menyaksikan semua itu. Menyaksikan kekejian ayahmu itu."

"Tutup mulutmu!" hardik Kaizer tiba -tiba. Bahkan aura yang menguar sangatlah mencekam. Tak dapat dipungkiri seakan-akan ingin merobek sosok lawan.

Namun Lucius tak gentar dan semakin menatap angkuh.

"Atas dasar apa kau memerintahku? Bersiaplah karena kami akan memburu kerajaanmu."

Pesona Wanita TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang