17. Lucius dan Lucia

347 23 2
                                    

Gadis itu terperangah saat mendengar suara serak di sampingnya. Sontak saja ia bangkit dan memasang kuda-kuda aneh sebagai bentuk perlawanan.

“Kakak kenapa? Kaget begitu,” tanya sang pemuda.

“Kakak? Kau siapa?! Seenaknya saja memelukku!”

Wajah berkerut bingung pun tersirat di rupa asing itu. “Apa ini? Masa Kakak tidak kenal aku. Aku Lucius, adikmu.”

“Adik? Kau gila?! Aku tidak mungkin punya adik sepertimu!”

“Oh, ayolah, Kak. Jangan bercanda begitu. Tunggu! Atau jangan-jangan kau hilang ingatan? Masa iya? Kuda itu tidak mungkin menendang kepalamu sekeras itu!” paniknya dengan tangan memegang wajah sang gadis muda.

“Brengsek! Berani-beraninya kau menyentuhku!” marahnya sambil mengunci lehernya.

“Agh! Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan, Kak?! Kau gila?! Kau mau membunuhku!” rontanya mencoba membebaskan diri dari cekalan perempuan itu.

“Katakan dengan jujur! Kau siapa?! Kenapa kau mengaku sebagai adikku?! Sekali lagi kau berbohong kupatahkan lehermu!”

“Kau benar-benar gila sialan!” sontak saja ia cengkeram lengan dan kerah baju lawan di belakang sehingga gadis itu terpental ke depan. “Sadar bodoh! Ini masih pagi! Kau mau tanding ranjang denganku?!” kesalnya mengunci pergerakan kakaknya.

Setengah jam kemudian, terlihat keduanya sama-sama duduk di atas ranjang dalam keadaan berhadapan.

“Bohong! Aku tidak mungkin kakakmu! Aku Evelin bukan Lucia!”

“Kau Lucia bodoh. L-U-C-I-A, Lucia! Lucia Vez Ignatius! Dan aku Lucius Vez Ignatius. Kau kakakku, dan aku adikmu. Beda setahun dan kita putra-putri Kerajaan Tenebris. Sudah jelas?”

“Bohong.”

“Sudah jelas?” ulang Lucius sambil menekannya.

“Kau tidak mungkin adikku. Dan bagaimana bisa ini terjadi? Aku ingat kalau aku tertembak di jantungku! Aku sudah mati! Bagaimana bisa ini terjadi?! Aku dan Cristhian sama-sama sudah mati! Tidak, tunggu! Anakku, anakku!” histerisnya tiba-tiba sambil mengelus perutnya.

Sosok yang mengaku-ngaku sebagai adik pun langsung memamerkan wajah jijik melihatnya.

“Ah, sepertinya kau benar-benar gila. Sudahlah, aku lapar mau masak. Jangan lupa kau petik sayur di kebun. Cepat bangun bodoh! Kita ada pekerjaan hari ini!” suruhnya sambil mendorong kepala Evelin tiba-tiba.

“Agh! Brengsek!” marahnya. Sambil mata tetap menatap punggung menjauh sang pemuda, gadis itu mulai mengernyitkan dahi. “Apa yang terjadi? Aku sudah mati. Aku ingat kalau aku tertembak. Kenapa aku masih hidup? Apa aku selamat? Lalu kak Cris di mana? A-aku rindu kamu, Kak. Aku ingin melihatmu,” isaknya tiba-tiba. Dan makin lama sesak di dada meruntuhkan pertahanannya.

Ia meraung sejadi-jadinya karena mengingat semua kejadian yang menimpa. Dan Lucius pun muncul kembali dengan tampang anehnya.

“Hei, Kak! Kamu kenapa?!” paniknya. “Hei! Hei! Kenapa kamu menangis?!”

Tapi Evelin yang terus terisak membuatnya jenuh juga. Tanpa aba-aba di gendongnya sang kakak sehingga gadis itu meronta-ronta.

“Brengsek! Turunkan aku keparat! Turunkan ak— aah!” Gadis itu pun dijatuhkan ke sebuah kolam dari balkon lantai dua. “Keparat! Apa yang kau lakukan?!”

Bukannya menjawab, Lucius justru menyeringai. “Tentu saja menghentikan tangisanmu. Jangan malas-malasan Lucia, kita harus bekerja,” sambil memiringkan wajah dengan angkuhnya.

Seketika ulah pemuda itu berhasil melenyapkan kesedihan Evelin menjadi kejengkelan. Dan ketika hidangan sudah selesai dimasak Lucius, Lucia juga ikut makan.

Pesona Wanita TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang