27. Perburuan Fabina Orborox

135 9 0
                                    

“Wah, wah! Kalian sigap juga ya,” laki-laki berambut panjang itu terkekeh. Pirang warnanya, dengan mata aquamarine sebagai hiasan. Ada tato aneh di wajah kanan, juga pakaian serba hitam melekat di badan.

Tingginya setara Siez hanya saja sorot matanya menyiratkan kesinisan. Seolah-olah semua yang terlihat merupakan bahan ledekan.

“Tuan, bagaimana?”

“Sepertinya mereka kabur,” jelas Fabina pada sosok penanya.

“Terus kita harus bagaimana?”

“Tentu saja mengejarnya. Aku yakin Kaizer akan sangat berterima kasih nanti. Ayo,” ajaknya dan memacu kuda yang di duduki.

Sedangkan Lucius dan Lucia, dia juga menaiki seekor kuda. Milik pangeran kerajaan Darkas tentunya, di mana Siez pun terpaksa berboncengan dengan sang paman.

Semua terjadi begitu cepat, tak ada keraguan dalam meminjamkan atau dua bersaudara Tenebris menerima tawaran. Mereka sama-sama bergerak menuju utara.

Pinggiran kota yang menjadi perbatasan Darkas dan Orion.

“Apa tak bisa kita hadapi saja?” Lucia yang memeluk adiknya dari belakang bersuara.

“Bisa tapi terlalu sia-sia. Si bajingan itu bisa mengendalikan hewan. Kita hanya akan kelelahan mengurusi peliharaannya.”

Evelin tersentak. Pertama kali baginya mengetahui jenis kemampuan seperti itu. Walau kehadirannya di dunia ini jauh lebih tidak masuk akal, namun keahlian mengendalikan hewan terlalu luar biasa untuk dibayangkan.

“Apakah itu sihir?”

“Bukan. Aku tak tahu bagaimana bisa dia melakukannya, tapi yang jelas si brengsek itulah penyebab Tenebris bisa diserang. Aku sangat membencinya.”

Gadis itu terdiam. Bisa ia lihat dari garis rahang Lucius yang menegang kalau sosok adik di dunia ini teramat menyimpan dendam.

Tanpa mengatakan apa pun lagi, lirikannya hanya fokus ke depan. Memandangi jalan berbatu untuk sampai ke tujuan.

Bahkan sore telah menyapa. Matahari di sudut sana memancarkan sinar kuning keemasan. Walau dua kuda yang bergerak tanpa henti mungkin saja merasakan lelah, tapi sang majikan terus memaksa jalan.

Bagaimanapun pihak yang diangkut harus sampai di kawasan pinggiran.

“Apa kita takkan beristirahat?” Siez bertanya.

Behella pun menghela napas kasar. “Aku ingin kita beristirahat. Tapi keadaan tak memungkinkan, Pangeran. Kita harus sampai di perbatasan atau keparat itu akan macam-macam.”

“Bagaimana jika kita bunuh saja?”

“Sebelum menyentuhnya, kita akan kelelahan melawan peliharaannya.”

Siez pun berdecih. Jujur ia jengkel, karena membantai lawan merupakan cara tercepat. Tapi penjelasan sang paman tentang kemampuan musuh cukup mengusik pikiran.

Bahkan langit malam pun sudah terbentang di pandangan. Belum istirahat ataupun makan, keempat orang itu jelas kelelahan. Tapi, berisik hewan-hewan terus mengganggu keinginan.

Sebab mereka tahu kalau Fabina Orborox masih saja mengejarnya.

“Sial! Apa masih jauh?” kesal Evelin.

“Masih. Tapi aku yakin pak tua itu pasti punya rencana,” jelas Lucius dengan napas terengah.

“Ini melelahkan. Aku yakin kita bisa membantainya. Bagaimana jika kita berhenti saja?”

Putra Tenebris terdiam sejenak. Memang harus diakui, kalau dirinya dan sang kakak serius, Fabina Orborox mungkin bisa dilukai. Apalagi jika menggunakan pedang terselubung mereka.

Pesona Wanita TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang