39. Ciuman di bawah hujan

197 8 0
                                    

Kastil Erabiel.

Bagi rakyat Orion, kediaman kuno itu tak lebih dari sekadar sarang singa. Mengingat banyaknya calon prajurit baik bangsawan atau jelata dikirim untuk dilatih di sana.

Tak terhitung pula yang melarikan diri atau tinggal nama, mengingat pelatihan keras dan gila mampu melumpuhkan mental mereka.

Memaksa angan juga harapan untuk menjadi ksatria harum pangkatnya berakhir sia-sia.

Dan sekarang di sinilah Kaizer.

Bersama Fabina sang pengendali hewan yang tersohor julukannya, menapaki lorong di dalam kastil menuju lantai dua.

Penerangan bermodal cahaya obor menemani mereka. Sesekali kepakkan sayap kelelawar di atas kepala tak mengganggu pandangan.

Atau dinginnya udara malam nan merembes melalui jendela tanpa kaca tak meruntuhkan langkah tegap keduanya.

Sampai akhirnya salah satu dari mereka berhenti tiba-tiba. Perlahan, tangan pucat itu menyentuh dinding dari batu hitam di sampingnya, mengusapnya pelan sambil diiringi seringai tipis di bibir.

"Ada apa?" sosok berambut pirang menatap bingung.

Tiba-tiba pukulan pelan ditorehkan laki-laki yang ditanya. Melirik lewat sudut mata pada sang pangeran yang penasaran padanya.

"Sepertinya, ada tontonan menarik untuk kita."

Dan di istana kerajaan Darkas, lelaki muda yang lehernya tampak terlilit perban itu menatap datar cermin di pandangan.

Udara malam nan dingin berbisik menusuk tulang. Lambat laun dirinya bangkit dari duduknya, melangkah pelan menuju balkon yang pemandangan di depan mata di dominasi taman istana.

"Siapa kau sebenarnya?" gumamnya.

"Bharicgos Vez Ignatius," nama itu tiba-tiba terlontar dari mulut sang lelaki muda. Senyum tipis terpancar dari bibirnya setelah memperkenalkan diri pada sosok-sosok yang murka.

Dan jangan lupakan pisau kecil di tangannya. Bergerak lincah seakan memamerkan atraksi di hadapan para musuhnya.

"Ignatius?" pria tua yang tengah memegang dada dengan luka menganga itu menatap bingung padanya. "Mirip tokoh dongeng di buku Tenebris?"

Tiba-tiba Bharicgos tertawa pelan. Semakin mengundang kesal pendengarnya namun mereka tak mampu menyuarakan.

Takut, tentu saja. Setelah menyadari kemampuan gila lelaki itu. Tanpa aba-aba ia muncul di perkumpulan mereka, berkata ingin ikut makan malam bersama namun justru pembantaian yang dilakukan olehnya. 

Tak terhitung berapa banyak tubuh lawan yang sudah ditebas pisau kecil di tangan, memaksa kepala-kepala yang terputus dari badannya bergerak layaknya bola kristal ditendang.

Bharicgos memang bajingan.

"Ah, ternyata namaku lebih terkenal ya? Jadi bagaimana? Bukankah aku tampan?"

Orang-orang terkesiap. Terlebih sosok yang bertanya tadinya, dengan mata bergulir panik ia coba tenangkan gemetar di raga. Perlahan embusan napas kasar dihempaskan. Dengan meneguk ludah kasar, disuarakan rasa penasaran di dada. 

"A-apa mungkin, kau Bharicgos yang itu?"

"Bharicgos yang mana?" dengan nada meremehkan.

"Tutup mulutmu brengsek! Kenapa kau bunuh teman-temanku?!"

Akhirnya pandangan mereka teralihkan. Seorang wanita muda, manis rupanya, rambut pendek sebahu ditambah pipi merekah yang sangat menyenangkan untuk dipegang.

Pesona Wanita TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang