33. Ribuan Gagak

124 8 2
                                    

Evelin tertegun. Jujur ia tak menyangka kalau orang ini mengetahui tentang dirinya dan Lucius. Tapi sosoknya juga penasaran dari mana sang adik mendapatkan berita tentang laki-laki ini sebagai ladang informasi liar di Darkas.

Terlebih perawakan yang mirip bangsawan gelap benar-benar mengusik perasaan gadis itu saat bertatapan dengannya.

“Tentang kerajaan ini, apa pun itu aku butuh semua informasinya.”

Permintaan Lucius pun membuat sang kakak mengernyitkan dahi. Tapi ekspresi berbeda dipamerkan orang di hadapan mereka. Dia tersenyum lalu mengulurkan tangannya.

“Kalau begitu bagaimana jika kita berkenalan dulu? Namaku Drain.”

Dua bersaudara itu terdiam sejenak. Beberapa saat kemudian barulah Lucius membalas perkenalannya.

“Lucius, dan ini kakakku Lucia.”

Walau hanya sang pemuda yang membalas jabat tangan Drain, tapi sosok itu menatap lekat telapak tangannya. Menimbulkan lirikan aneh dari kakak beradik di depannya.

“Ada apa?” bingung Lucia.

Masih tak ada tanggapan. Walau pandangan si rambut merah mulai beradu dengan gadis itu, raut wajahnya tetap tidak bisa diartikan. Entah apa yang ia pikirkan tentang Lucius juga Lucia, namun pasti ada suatu hal di diri mereka yang tertangkap olehnya.

“Jadi, bagaimana dengan permintaanku?”

Lucius tampak jengah menunggu. Jujur ia memang sudah tidak sabaran, mengingat sensasi tak nyaman telah menggerogoti ketika memasuki ruangan.

Dan orang ini masih saja belum menyuarakan keinginan.

“Baiklah,” sahutnya tiba-tiba. Drain menyandarkan tubuhnya dan mulai memiringkan kepala. “Jadi, kalian ingin aku mulai dari mana?”

Sementara di lokasi yang lumayan jauh dari pintu masuk kawasan Darkas, beberapa pihak asing tengah mengadakan pertemuan.

Terlihat tujuh pria namun dua di antara mereka tampak berpisah dan membahas hal penting. Bahkan sesekali decihan pelan terlontar dari salah satunya.

“Oh ayolah, Yang Mulia. Aku benar-benar takut jika kau nekat begini,” Fabina terkekeh pelan. Sedangkan lawan bicaranya hanya menatap sinis padanya. Perlahan ia tarik kain tipis yang menutupi wajah sehingga rupa luar biasa itu tampak jelas sekarang. “Kalau kau tertangkap bagaimana? Orion akan di ujung tombak karena salah satu pangerannya di ambang kematian.”

“Kau menyumpahiku?”

“Aku hanya tak ingin sahabatku mati tak terguna di sarang musuhku.”

Mendengar ocehan Fabina, Kaizer pun mengedarkan pandangan malas. Lirikan matanya berakhir ketika menyaksikan kumpulan gagak di salah satu pohon pinus di kirinya. Begitu banyak sampai-sampai ia bertanya-tanya butuh berapa menit bagi seluruh hewan itu untuk menghabisinya.

“Tapi aku harus menghukum mereka. Jangan lupa kalau pembunuh bayaran itu sudah berdosa pada komandan juga Atlea!” tekan Kaizer tiba-tiba.

Bahkan ekspresinya benar-benar menyiratkan murka. Tak heran ia seperti itu, mengingat yang dilukai Lucius juga Lucia merupakan mantan guru sekaligus pahlawan idolanya.

Sang pangeran kerajaan Orion takkan pernah bisa memaafkan juga melepaskan keduanya.

“Dan apa pendapat ayahmu tentang itu?” Tawa meledek justru terpancar dari mulut Kaizer. Tatapannya mendadak sinis dan membuat Fabina mengerutkan kening. Bertanya-tanya apa yang salah dari pertanyaannya. “Kenapa?”

Pesona Wanita TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang