Chapter 1 : Diasingkan

1.6K 327 211
                                    

Author's POV...

Cassandra memulai hidup barunya berdiri didalam kegelapan. Getaran tiba-tiba mengguncang lantai di bawahnya. Dia terhempas oleh gerakan itu dan terseok-seok ke belakang dengan tangan dan kakinya, tetesan keringat bercucuran di dahinya meskipun udaranya sejuk. Punggungnya sakit tertabrak dinding logam keras. Dia meluncur begitu cepat di sepanjang itu sampai pada akhirnya dia menabrak sudut ruangan. Terjatuh ke lantai, dia menarik kakinya rapat-rapat ke tubuhnya, berharap matanya akan segera menyesuaikan diri dengan kegelapan yang mencengkram

"Aku takut" ucapnya sayu gemetar akibat apa yang baru saja dia alami.

Ruangan itu tersentak ke atas seperti lift tua di poros tambang.

Rantai dan katrol terdengar sangat keras, seperti cara kerja pabrik baja kuno, telinganya sakit.

Rasanya ingin dia keluarkan semua yang ada dalam isi perutnya itu. Dia tak bisa mengontrol sentakan itu. Terlalu keras, terlalu laju.

Semua indranya terasa sangat buruk. Rasanya ingin mati saja. Dia ingin menangis, tetapi tidak ada air mata yang keluar. dia hanya bisa duduk dalam kegelapan, sendirian.

Namaku Cassandra.

Itu saja yang dia ingat dari kehidupan. Kemana perginya ingatan? Mengapa dia tiba-tiba berada di ruang gelap seperti ini? Rasanya seperti baru lahir dan langsung tumbuh dewasa berada ditempat ini.

Dia tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi. Pikirannya berfungsi dengan baik, mencoba memperhitungkan segala aspek lingkungan dan kesulitannya. Pikirannya penuh dengan pertanyaan, fakta dan gambar, ingatan dan detail dunia dan cara kerjanya. Dia membayangkan salju di pepohonan, berlari di jalan yang dipenuhi daun, makan hamburger, bulan memancarkan cahaya pucat di padang rumput, berenang di danau, alun-alun kota yang sibuk dengan ratusan orang dan kesibukan masing2.

Bagaimana bisa dia tiba-tiba berada di dalam lift yang gelap ini?, atau ingatan tentang siapa orang tuanya, sahabat, atau pasangan? Dia bahkan tidak tahu nama belakangnya. Dipikirannya penuh dengan bayangan orang banyak yang diganti dengan noda warna menakutkan membuatnya tidak mengingat mereka. Tak ada satupun yang dapat dia ingat. Bahkan percakapan apapun itu.

Ruangan itu semakin melaju. Semakin kuat hentakannya. Cassandra semakin kebal terhadap gemerincing yang tak henti-hentinya.

Waktu semakin lama. Menit membentang menjadi jam. Sangat lama dia melaju ditarik rantai-rantai yang berbunyi. Tidak tau pasti berapa lama karena setiap detik terasa seperti selamanya didalam sini. Tidak. Dia pintar. Dia mempercayai instingnya, dia tahu dia telah bergerak kira-kira setengah jam.

Sangat aneh. Dia tidak takut lagi. Tidak berteriak sama skali dari awal. Tidak ada lagi ketakutan, yang ada malah rasa ingin tahu yang kuat. Dia ingin tau dimana dia berada. Apa alasan dia disini. Apa yang terjadi.
Kemudian rintihan dan dentingan berubah terhenti dengan sentakan kuat membuat tubuhnya terangkat keatas dan terhempas kuat kelantai besi itu.

"Sshhhit" gumamnya sambil mencoba bangun tapi sangat sulit. Sekujur tubuh terasa nyeri.

Perlahan ruangan tersebut berhenti bergoyang. Satu menit berlalu. Dua. Dia melihat kesegala arah tapi tidak ada sedikitpun cahaya yang masuk. Seperti sedang menutup mata. Dia mengerang frustasi sambil mencoba duduk. Dia menarik kedua kakinya mendekat dan memeluk lututnya sendiri. Perlahan dia menangis.
Dia berteriak. Meminta tolong. Tidak ada jawaban. Sangat senyap. Dan gelap. Dia meninju-ninju dinding logam itu sampai tangannya terasa sakit.

Jantungnya terasa mau copot dari posisi normal.

"Seseorang, tolong... Tolong aku ..."
Teriaknya sangat kuat. Setiap kata yang dia sebutkan rasa seperti merobek tenggorokannya mentah-mentah.

Property of W.C.K.D - Book 1 (Minho fanfiction - TMR) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang