Bab 2

2K 108 0
                                    

Selamat membaca!! Jangan Lupa Vote dan Koment Dulu, Ya!!

***

"Senja. Bangun, Sen." Mia memanggil Senja yang sedang tertidur lelap di kursi belakang, sementara Resti yang berada di sampingnya tidak berani menyentuh Senja. Itu sudah menjadi hal yang diingatkan Mia berkali-kali.

Jangan sentuh Senja yang sedang terlelap. Resti pernah lupa dan dia sudah melihat betapa buruknya hal yang terjadi. Meski sekarang sudah membaik, Resti tidak pernah berani mengulangi kesalahannya itu.

Tidak lama kemudian, Senja akhirnya terbangun. Entah apa yang dimimpikannya barusan namun dia merasa jauh lebih baik.

Senja mengucek matanya beberapa kali kemudian menatap Mia dengan sayu, melirik ke jendela mobil, menemukan bahwa mereka sudah sampai di gedung apartemennya. "Sudah sampai? Cepat banget." Gumamnya.

"Kamu tidur makanya terasa cepat. Bangun di neraka pun kamu nggak bakal sadar." Omel Mia menatap Senja yang tampak lebih sadar. Tangannya meraih paper bag dengan logo makanan dari restoran yang sempat disinggahinya dalam perjalanan. Mengulurkannya pada Senja. "Ini makanan udah aku beli di jalan. Aku sudah lama kehilangan kepercayaan sama kamu. Aku nggak yakin kamu akan pesan makanan beneran. Jangan langsung tidur! Pastikan untuk makan meski kamu nggak nafsu makan. Banyak-banyakin minum air putih, jangan hanya minum air lemon. Nanti asam lambungmu naik."  Setiap kali melihat Senja, Mia tidak bisa menahan diri untuk mengomelinya.

Senja hanya tersenyum tanpa terlihat terlalu peduli, meraih makanan yang diulurkan Mia. "Siap, bos!" Dia melambaikan tangan, tidak terlalu menghiraukan tatapan Mia, dia sudah kebal dengan ocehan Mia mengenai asupan gizinya.  "Bye Resti. Bye, nona muda." 

Nona muda yang dimaksud Senja adalah Mia, walaupun saat ini Mia adalah manajernya, tapi secara teknis sebenarnya Mia memang bos nya. Dia adalah anak Bu Eliz, owner dari Derf, manajemen yang menaunginya. Menjadi manajernya hanya kegiatan yang dilakukan Mia karena bingung ingin melakukan apa. Istilah yang sering senja pakai untuk Mia adalah gabutnya seorang putri. 

"Nggak perlu aku antar, kak?" Tanya Resti.

"Emang ada bedanya kalau kamu ngantar aku? Kamu sanggup gendong aku ke atas?" Cibir Senja.

Resti memanyunkan bibirnya, dosa apa dia punya atasan sesinis Senja, dan segalak Mia, "Kan basa-basi." dumel Resti yang tidak dihiraukan Senja.

Senja melangkah turun dari mobil hanya dengan membawa koper kecil dan makanan yang diberikan Mia. Dia mengenakan masker putih, rambutnya pun masih dicepol asal, untung saja apartemen mewah ini mampu menjaga privasinya agar tidak kembali dicecar oleh reporter acara gosip yang mengejarnya.

Senja masuk ke dalam lift, menekan tombol lantai 27 tempat unitnya berada. Sudah tiga tahun sejak dia mulai menempati apartemen mewah yang terletak di pusat kota Jakarta. Dia cukup betah dengan apartemen ini, jauh lebih baik dibanding tinggal di rumah. Lebih mempermudah Senja yang tidak suka hal-hal rumit.

Denting lift terasa lambat, mungkin karena tubuhnya yang sudah letih, ketika lift akhirnya sampai di lantai unitnya dia menghembuskan nafas lega. Tidak lama. Begitu pintu lift sudah terbuka dia tiba-tiba berharap lift akan berjalan lebih lambat.

Sosok yang dikenalnya dengan baik sudah berdiri di depan unitnya. Senja menyesal telah menolak tawaran Mia, harusnya dia memilih ke rumah sakit saja dibanding bertemu dengan wanita itu.

Senja melangkah perlahan ke arah wanita itu, menatap sekilas kemudian menekan pin apartemennya. Wanita itu pun tampaknya paham dengan sifat Senja sehingga memilih diam saja. Pintu apartemen itu terbuka, Senja masuk lebih dulu. Berjalan ke dalam apartemen dengan diikuti wanita itu.

About Us (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang