Bab 20

1.3K 88 3
                                    

Happy Reading!!!

Selamat Membaca!!!!!

***

Kamar VVIP rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat istirahat Senja itu sekarang menjadi tempat sidang dua manusia yang duduk dengan tidak nyaman, mencoba menghindari tatapan Mia yang berdiri dengan bersidekap.

"Lo gila?! Ngapain lo datang bawa bunga? Kehadiran lo aja itu sudah merusak suasana!" Desis Mia kesal, menatap Vian yang duduk bersandar di sofa. "Lo juga Resti, kenapa juga lo bawa masuk dia? Gue minta lo jaga Senja. Bukan bawa bagasi tambahan."

"Bunga itu titipan dari Adam. Dia lagi di luar kota makanya nggak bisa langsung datang. Pas dia tahu Senja di rumah sakit dia nitip sama gue untuk beli bunga buat Senja. Mana gue tahu gue nggak boleh datang?" Vian memulai pembelaannya pertama kali.

"Mas Vian ngomong kalua Mba Mia nggak mengangkat telpon, jadi Mas Vian menghubungi saya, mba. Saya nggak tahu kalau mas Vian nggak boleh datang." Kali ini Resti mengangkat suara membela diri. Dia kurang paham dimana letak kesalahannya.

Vian dan Resti bergantian membela diri, namun raut kesal di wajah Mia masih belum hilang.

"Gue sudah nolak panggilan dari lo, kenapa lo malah nelpon Resti? Lo nggak punya kerjaan? Sudah nggak terkenal lagi lo? Perlu gue hubungi manajer lo untuk mencari job lain?" Cecar Mia, melotot pada Vian.

"Gue pikir lo sibuk makanya gue nelpon Resti."

Seakan tidak memedulikan alasan Vian, matanya menatap lagi pada Resti.

"Lo tahu penjenguk untuk kamar ini dibatasi? Kenapa lo bawa orang asing?" Mia beralih lagi pada Resti.

"Orang asing? Gue cukup tersinggung dengan sebutan itu. Senja sama gue sudah berteman delapan tahun. Gue berniat baik menjenguk teman gue yang sakit di tengah jadwal gue yang padat. Gue bukan pengangguran, banyak orang yang ingin bertemu gue. " Vian menjawab tidak terima.

"Oh ya? Sayangnya orang itu nggak ada di ruangan ini. Kalau sibuk seharusnya lo nggak perlu datang." Balas Mia yang tampak masih akan melanjutkan pertengkaran itu kalau tidak dihentikan oleh Senja.

"Stop. Bukan salah Vian atau Resti. Dari awal memang salahku yang membawa-bawa Vian dalam masalahku." Senja memejamkan matanya lelah. Berharap dia akan tertidur dan melupakan wajah Saka yang masih terngiang dalam benaknya. Sosoknya tumpang tindih dengan laki-laki yang disakiti Senja delapan tahun lalu.

Senja menutup matanya, kepalanya yang terasa sakit semakin sakit, dia tidak punya tenaga untuk mendebat siapa yang salah ketika dirinyalah yang menjadi pelaku utama. "Berapa lama aku harus dirawat di rumah sakit?" tanyanya memijat kening.

"Setidaknya tiga hari sampai kondisimu benar-benar membaik. Besok juga lebih baik kita mengecek seluruh tubuhmu. Dokter juga menyarankan hal itu."

"Sampai besok saja. Aku nggak suka terbaring di sini. Rasanya akan lebih lama untuk sembuh jika aku dirawat di sini. Minta dokter untuk datang ke apartemen saja. Minta cairan nutrisi untuk dipasang di apart."

Mia ingin memprotes, namun tatapan Senja yang terlihat benar-benar seperti tanpa cahaya membuat bibir Mia terkatup.

"Pastikan kamu benar-benar istirahat." Ucap Mia akhirnya. "Tapi sekadar informasi sepertinya luka Saka kembali terbuka. Aku terlambat naik karena sempat bertemu asistennya di lobi. Katanya Saka sempat mendapat perawatan sebelum menjenguk kamu. Setelah sehat lebih baik kamu balas menjenguknya. Hanya saran."

Senja diam tidak membalas.

***

Saka menyalakan lampu apartemennya. Berjalan menuju kulkas, menenggak air dingin untuk menjernihkan kepalannya. Hanya setengah karena setengannya lagi dia siramkan ke wajahnya sendiri. Tidak banyak membantu. Kepalanya masih terasa panas.

About Us (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang