Happy Reading!!
***
Suara makian penuh amarah seorang laki-laki, pekikan dari seorang wanita, serta isak tertahan dari anak laki-laki terdengar dari rumah kecil yang bagai terkena badai. Ikat pinggang yang digenggam erat oleh laki-laki itu kembali memecut tubuh kecil anak laki-laki kurus yang duduk di antara buku yang disobek-sobek, ringisan kembali keluar dari bibirnya, menatap penuh permohonan pada ayahnya agar mendapat sedikit belas kasih. Bahkan luka di punggungnya yang beberapa hari lalu disebabkan ayahnya masih belum sembuh, dia masih kesulitan tidur terlentang karena perihnya, dan hanya bisa tertidur tengkurap. Jika tanpa sadar berbalik, dia akan terbangun karena sakitnya. Namun sekarang Ayahnya kembali menambah luka baru di tubuhnya.
Melihat tatapan kesakitan dari anak itu tidak membuat laki-laki itu merasa kasihan, bara dalam matanya masih menyala kuat tidak peduli bahwa anak kecil itu merupakan anak kandungnya sendiri.
Saka menatap ayahnya, berusaha menahan tangisnya agar tidak semakin memancing amarah sang ayah. Di belakang sang Ayah, Ibunya menangis. Saka baru 12 tahun, hidup dalam keluarga sederhana di mana sang Ayah adalah raja yang harus dituruti permintaannya, sedangkan sang ibu adalah wanita yang dibutakan cinta hingga tidak mau berpisah dengan suaminya, meski sang anak harus menjadi samsak hidup pelampiasan ayahnya.
"Sini kamu!!! Jangan cengeng!! Anak laki-laki nggak ada yang nangis kayak kamu!" Ikat pinggang itu kembali memecut tubuh kecilnya, dia terjatuh berlutut. Menutup kepalanya, refleks untuk melindungi dirinya dari Ayahnya. Tidak bisa melawan, tubuh kurus hanyanya bisa menjerit pilu dalam kesakitan.
Teriakan ibunya adalah hal yang terakhir dia dengar sebelum memejamkan matanya, badannya sakit sekali, bolehkan dia harap dia akan tertidur hingga tidak terasa sakit lagi?
***
Sentuhan di keningnya membuat Saka terbangun, dia meraih tangan yang terulur di depannya. Dia bisa melihat wajah terkejut Senja. Perasaan buruk yang tersisa akibat mimpinya perlahan hilang. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia memimpikan kedua orang tuanya. Wajah dalam mimpinya pun tampak kabur, dia sudah hampir lupa bagaimana wajah mereka.
"Kamu sudah bisa mengangkat tanganmu!" Serunya saat melihat tangan Saka yang terangkat untuk menggenggam tangannya.
"Tanganku terluka, bukan lumpuh."
"Luka kamu sudah nggak sakit?"
"Masih," Jawabnya menahan senyum. Pertanyaan itu sudah beberapa hari ini dilontarkan Senja. Hanya saja tujuannya bukan untuk mengecek kondisinya. Lebih seperti ingin tangannya cepat sembuh sehingga wanita itu bisa kabur.
"Mungkin besok kamu sudah sembuh, ayo cek ke dokter."
Saka menggelengkan kepala, "Lebih baik kamu berhenti bersikap seperti ini, kamu nggak akan suka, kalau tiba-tiba tanpa sengaja aku melukai kembali bahuku. Mungkin jahitanku kembali terbuka dan lenganku nggak bisa digunakan selamanya, kamu mungkin akan berakhir merawatku seumur hidup."
"Saka! Kamu....Mana ada seorang arsitek yang mengancam menggunakan tangannya?!" Todong Senja marah.
"Makanya berhenti bertanya." Saka menanggapi tenang.
Senja mendelik kesal, "Hari ini kamu makan malam di luar atau pesan online saja. Aku punya urusan jadi aku nggak bisa memasakkan kamu makan malam." Dia mencoba menarik tangannya dari genggaman Saka.
Saka tidak melepaskannya, "Bukannya Mia membatalkan semua pekerjaanmu?"
"Bukan pekerjaan. Aku..punya janji dinner dengan temanku. Dia rekan duetku untuk lagu baruku." Mungkin karena merasa bersalah karena terlalu sering berbohong kepada Saka, saat ini dia tidak mampu berbohong.

KAMU SEDANG MEMBACA
About Us (Tamat)
Literatura FemininaSenja dan Saka sudah lama menyerah, bagi mereka hidup hanya tentang bertahan, ada dinding batas yang sulit untuk mereka runtuhkan. Mereka pernah bahagia bersama, namun perpisahan menyakitkan terjadi ketika mereka hanya memiliki satu sama lain. Bert...