Bab 35

907 68 6
                                    

Ada yang masih menunggu Senja dan Saka kembali? 

Sebelum membaca jangan lupa tekan vote ya!

Happy Reading!

***

Senja membuka kotak tua di pangkuannya. Dia meraih sebuah foto. Potret dirinya yang tersenyum lebar dengan Saka berdiri di belakangnya, laki-laki itu menyadarkan dagunya di puncak kepala Senja. Merasa pahit sekaligus manis saat melihatnya.

Kenangan bahagia selalu menimbulkan kesedihan saat disadari bahwa momen itu takkan terulang.

Dia meletakkan kembali foto itu, beralih menatap sebuah surat yang terlipat rapi. Berwarna kuning dan tidak pernah dibaca oleh siapa pun selain penulisnya. Surat tanpa tujuan yang Senja bahkan tidak ingin baca lagi meski dia yang menulisnya. Terlipat rapi karena tidak pernah sekali pun dia sentuh kembali. Bukti titik paling hancur dalam dirinya.

Kedua benda ini seperti serpihan kecil yang tertinggal. Tidak pernah dilihatnya lagi. Juga tidak pernah di buangnya. Mungkin karena saat dia meletakan foto dan surat ini, Senja berpikir semuanya akan berakhir. Senja memutuskan untuk mengakhiri segalanya saat dia membunuh janin yang dikandungnya. Saat itu, Senja tidak tahu kalau ternyata dia cukup kuat untuk bertahan.

"Kamu yakin nggak akan menyesalinya? Saat ini kamu mungkin akan merasa baik-baik saja. Tapi beberapa tahun lagi? Saat melihat Saka dengan wanita lain, menikah, punya anak, dan bahagia? Kamu hanya akan berpikir seharusnya kamu menerimanya. Pikirkan kembali Senja. Aku benar-benar nggak ingin kamu menyesali ini." Mia kembali mencoba menghentikan Senja.

Senja tersenyum. Wajahnya pucat dengan mata cekung. Riasan tidak mampu menutupinya dengan sempurna. "Saat semua yang kamu katakan terjadi apa Saka berminat mengundangku untuk bernyanyi di pernikahannya? As a wedding singer?" Dia tidak berniat menanggapi kekesalan Mia. Dua hari ini bukan hanya Saka yang menenangkan diri. Senja juga melakukannya.

Hari pertama dia habiskan dengan terjaga sepanjang malam dengan perasaan kacau. Hari kedua dia habiskan dengan mengurung diri. Dan hari ketiga dia harus kembali menghadapi kenyataan kalau hidupnya masih berjalan dan pilihan sudah ada di depan mata.

"Senja! Kamu sadar nggak sih selama ini kamu bersikap nggak adil? Kamu pikir Saka akan lupakan dan benci kamu, tapi nyatanya? He still loves you."

"Dia hanya berpikir seperti itu karena dia pikir aku masih Senja yang dulu."

"Munafik. Stop menyangkal perasaan Saka dengan alasan-alasan yang hanya benar menurut kamu. Laki-laki dan harga dirinya nggak akan menerima semua perlakuanmu kalau dia hanya menganggap kamu sekedar masa lalunya."

"Dia bodoh kalau dia masih punya perasaan apa pun. Seharusnya dia belajar dari pengalaman."

Dengusan mengejek Mia tampilkan, "Saka nggak bodoh. Dia hanya membiarkan dirinya menjadi bodoh di depan kamu."

Senja menutup kembali kotak tua di pangkuannya.

"Untungnya aku pintar. Aku tahu nggak akan ada masa depan untuk kami."

"Siapa yang tahu masa depan, Senja? Bisa saja hubungan kalian berhasil. Pernah dengar komunikasi adalah hal yang paling penting dalam hubungan manusia? Kamu hanya perlu terbuka ke Saka dan aku yakin Saka nggak akan mempermasalah apa pun. "

"Apa masalah akan selesai hanya karena Saka nggak mempermasalahkannya? Aku masalahnya dan aku mempermasalahkannya. Aku yang nggak bisa menerima Saka. dan aku nggak bisa menerima siapa pun." Elak Senja.

"Memutuskan hubungan adalah solusi yang kamu pikir lebih baik?"

"Aku nggak tahu. Aku nggak pernah tahu apa pilihanku adalah solusi yang lebih baik. Aku hanya memilih. Just like before." Senja menarik senyum. Dia bangun, lalu menatap kembali kotak tua di atas meja, "Nanti kalau Resti datang, minta Resti...untuk membuang kotak ini."

About Us (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang