Happy Reading!!!
Untuk para pembaca, jangan lupa vote dan koment, Ya!!!
***
Senja menatap lekat adegan demi adegan yang muncul di layar televisi. Matanya tidak berkedip saat seorang wanita yang merupakan karakter utama dalam film yang ditontonnya berjalan dengan senyum lebarnya. Wanita itu tertawa begitu senang, terdengar seperti sedang mengalami momen bahagia. Hal itu yang akan dipikirkan orang lain jika di tangan wanita itu tidak ada sebilah pisau berlumur darah. Suara senandung nada dan siulan terdengar mengiringi langkah santainya. Jump scare muncul saat wanita itu mengangkat pisaunya dan membuka pintu lemari. Tersenyum lebar, bersuka ria di atas tatapan ketakutan laki-laki yang bersembunyi dengan kondisi terluka di seluruh tubuhnya. Setelah itu hanya ada adegan penuh darah dan teriakan. Senja duduk menonton dengan tenang, tanpa sadar menarik sudut bibirnya. Reaksi yang tidak umum dilakukan saat menonton adegan pembunuhan.
Adegan dalam televisi berhenti, bukan karena film itu sudah selesai tetapi Saka yang mematikannya. Senja segera menoleh. "Kenapa dimatikan? Kamu mau aku kupaskan buah lagi? Eh, tapi buahnya belum habis. Atau kamu nggak suka filmnya?"
Pertanyaan yang tidak dijawab, karena Saka justru balik bertanya.
"Kamu baik-baik saja?" Saka jarang menonton film, tetapi dia bisa menilai adegan di film yang ditonton Senja dengan serius itu masuk dalam kategori brutal. Bahkan sejak awal film Saka sudah tidak fokus dengan filmnya. Hal itu karena Senja yang tidak bergerak sedikit pun sejak film dimulai. Seperti terhipnotis.
"Aku? Sepertinya baik-baik saja." Raut bingung tergambar jelas di wajah Senja.
"Coba bangun,"
"Bangun? Why?" Meski tidak mengerti Senja menuruti perkataan Saka. "Akh!" Ringisnya hampir terjatuh jika Saka tidak menahan lengannya. "Sepertinya kakiku keram." dia perlahan kembali duduk.
Tentu saja kram. Hampir dua jam Senja duduk bersila di atas sofa. Duduk tegak dengan kaki bersila tanpa mengubah sedikit pun posisinya. Senja bahkan tidak menyadari tatapan Saka yang terus tertuju ke arahnya selama selang waktu itu. Awalnya Saka tidak merasa ada yang aneh, tetapi ketika Senja semakin terhanyut dalam film yang ditontonnya dia mulai merasa ada yang salah dengan Senja.
"Luruskan kakimu." Saka membantu Senja meluruskan kakinya di atas sofa. Meletakkan bantal sofa di bawah betis Senja. "Masih sakit?" ucapnya memijat betis Senja yang terbungkus celana panjang.
"Lumayan. But it's okey. Biasanya beberapa menit juga akan hilang."
Tatapan Saka berhenti di atas pergelangan kaki Senja, bagian yang tidak tertutup celana. "Kenapa kakimu memar?"
Senja meringis, dia tidak menatap Saka, ulah iseng yang dilakukannya saat Saka sedang di kamar mandi tadi sore ternyata ketahuan." Tadi aku mencoba menendang samsak itu beberapa kali, aku pikir akan empuk. Ternyata cukup keras."
Saka berdecak pelan. Wanita ini benar-benar pintar dalam melukai dirinya sendiri. Dia beranjak bangun.
Senja memiringkan kepalanya, bersandar pada punggung sofa. Dia melongok untuk melihat tujuan Saka. Dapur. "Kamu butuh sesuatu? Biar aku aja."
"Diam saja di situ." Sahut Saka.
Tidak lama Saka sudah kembali dengan kantong berisi es batu. "Ini akan membantu meredakan rasa sakitnya." Meletakkannya di atas pergelangan kaki Senja.
"Saka,"
"Hm." Panggilan Senja di jawab dengan deheman. Saka masih fokus mengompres kaki Senja.
"Saka,"
"Hm." Masih deheman.
"Saka,"
"Hm." Dan masih deheman singkat tanpa mengangkat kepala.
"Kamu marah?"

KAMU SEDANG MEMBACA
About Us (Tamat)
Chick-LitSenja dan Saka sudah lama menyerah, bagi mereka hidup hanya tentang bertahan, ada dinding batas yang sulit untuk mereka runtuhkan. Mereka pernah bahagia bersama, namun perpisahan menyakitkan terjadi ketika mereka hanya memiliki satu sama lain. Bert...