Bab 24

969 71 0
                                    

Hai Semuannya!!!

Jangan Lupa Vote dan Koment, Ya!!!

Happy Reading!!!!

****

Senja dan Cleo bertemu sebagai saudara tiri. Hanya tinggal bersama selama dua tahun, selama dua tahun itu pun mereka hanya sedikit berinteraksi. Senja sibuk dengan kuliah dan pekerjaan paruh waktunya. Cleo lebih sering berada di rumah sakit karena kesehatannya. Jadi untuk mengatakan mereka adalah keluarga rasanya terlampau asing. Senja bahkan tidak pernah masuk dalam lembar kartu keluarga mereka. Mia lebih mirip keluarganya dibandingkan mereka.

Saat Cleo duduk di ujung lain sofa, Senja menurunkan kakinya. Kram di kakinya sudah hilang. "Saka terluka karena menolongku." Dia bicara lebih dulu. Bukan bermaksud menyombongkan bantuan Saka, dia hanya ingin penjelasannya terdengar masuk akal di telinga Cleo.

Sayangnya itu tidak perlu.

Cleo mengangguk, "Aku tahu. Aku bisa mengenali kak Saka meski foto yang beredar hanya bagian punggungnya saja. Sulit nggak mengenalinya, bagaimanapun aku lebih sering melihatnya dibanding kak Senja." Cleo menampik penjelasan Senja, "Tetapi masih nggak terduga melihat kak Senja di sini. Aku pikir kak Senja hanya akan mengabaikan kak Saka begitu saja. Seperti dulu."

Senja menahan diri untuk tidak mengerutkan kening, mencoba mengabaikan kalimat terakhir Cleo. "Tidak perlu cemas, aku hanya mencoba bertanggung jawab atas luka Saka."

"Aku nggak cemas tentang hal itu."

Tidak cemas? Apakah menurut Cleo tidak masuk akal jika Saka terjebak kembali dengannya? Bahwa tidak mungkin Saka akan memilih dirinya dibanding Cleo? Bahwa Saka sudah melupakannya dan mencintai Cleo? Pertanyaannya yang tertahan di ujung lidah Senja, Cleo pantas mengatakan hal itu.

"Aku lebih cemas dengan kondisi kak Senja. Syukurlah ternyata kak Senja baik-baik saja. Maaf aku belum sempat menjenguk kak Senja sebelumnya. Kalau kak Senja butuh sesuatu ketuk saja apartemenku."

Senja cukup pandai menilai orang lain tetapi sikap Cleo yang terlihat tulus membuat Senja ingin meragukan penilaiannya sendiri. Akan lebih baik jika Cleo benar-benar marah dan memukulnya. Menerima kepedulian rasanya tidak pernah seburuk ini.

Pembicaraan mereka terhenti oleh suara pintu kamar yang dibuka.

"Kenapa kamu datang? Ada masalah?" Suara Saka yang mendekat ke arah mereka bukannya membuat Senja senang tetapi jengkel.

Senja melontarkan tatapan tajam pada laki-laki itu, yang tentu tidak dipedulikan. Laki-laki itu duduk di ujung lain sofa, berhadapan dengan Cleo. Senja berdecak kesal pada posisinya yang berada di tengah-tengah mereka. Dan tentu tidak di perhatikan.

"Masalahnya adalah kak Saka. Kenapa nggak bilang kalau tangan kak Saka terluka? Masa aku harus tahu ini dari Abi sih! Kamu tinggal telepon atau setidaknya mengirimkan pesan untuk mengabarkan kondisimu, kak. Dan memangnya harus ada masalah baru aku boleh datang?" Cleo menjawab pertanyaan Saka dengan kekesalan.

"Abi melebih-lebihkan. Lukaku nggak separah itu. Aku nggak menghubungi karena tahu kamu sedang sibuk. Kamu baru saja mulai bekerja, kan?" Balas Saka kalem. Cenderung santai.

"Lalu kategori parah menurutmu yang benar itu bagaimana, kak? Perlu melakukan donor organ terlebih dahulu kayak aku?!" Cleo bangun, mendekat ke arah Saka. Mencoba memeriksa kondisi Saka dari dekat. "Tanganmu bisa digerakkan?"

"Bisa."

"Coba angkat." Suruh Cleo.

"Bahuku robek Cleo, kalau diangkat lukanya akan terbuka kembali. Aku bisa menggerakkan dengan baik tanganku dari siku ke bawah." Jelas Saka.

About Us (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang