2 Years Later
Gavin baru saja menginjakkan kakinya di Bandara Internasional Husein Sastranegara kota Bandung. Pelan tapi pasti pemuda itu melangkah menuju parkiran dengan satu tangan ia masukkan kedalam saku celana dan tangan yang lain menyeret koper.
Disebelah nya terdapat anak laki laki memakai kemeja maroon berpegangan pada jaket Gavin agar tak tertinggal langkahnya. Senyum manis tak pernah luntur dari wajah tampannya sehingga memperlihatkan lesung pipit disebelah pipinya.
Kota yang dijuluki Kota Kembang ini sudah sangat berubah sejak terakhir kali ia melihatnya. Banyak gedung gedung baru dipinggir jalan membuat jalanan siang ini begitu padat.
Gavin menghembuskan nafasnya perlahan. Tiba tiba saja jantungnya berdetak lebih kencang, nervous. Ia menyatukan tangannya yang sudah cukup dingin diatas paha. Dirinya tak sabar bertemu dengan kekasihnya yang selama hampir 2 tahun ini tak pernah ditemuinya.
Gavin sendiri tak yakin apakah Stella masih menganggapnya pacar atau tidak. Ia sadar telah menyakiti hati gadisnya. Pergi selama ini tanpa memberikan penjelasan apapun. Baginya memberitahukan Stella tentang kepergiannya akan memberikan harapan pada gadis itu.
Gavin takut ia gagal, gagal dalam pengobatan nya dan tidak bisa menepati janji pada gadisnya. Tetapi kali ini semesta berpihak pada Gavin. Ia dinyatakan sembuh dari penyakit jantung yang dideritanya selama 4 tahun kebelakang.
Gavin kembali untuk menemui gadisnya. Ia berharap gadisnya tak melupakannya. Karena sedetikpun Gavin tak pernah lupa untuk memikirkan gadisnya. Perasaanya masih sama. Jantungnya masih berdetak untuk sang pujaan hati.
"Bang!! Bangun bang udah jam 7 lohh ini!" teriak Ajeng dari depan pintu kamar Gavin.
Tak ada balasan dari sang putra membuat Ajeng melangkah masuk untuk langsung membangunkannya. Dan benar saja Gavin masih tenggelam pada selimut tebal berwarna abu abu itu. "Bang bangun ayo!" kata Ajeng mengelus pelan rambut Gavin.
Gavin menggeliat pelan membuka netra menyesuaikan dengan cahaya pagi yang masuk melalui jendela. "Jam berapa ma?" katanya.
"Jam 7. Hari ini pertama kamu kuliah kan?"
Gavin menganggukan kepalanya. "Setengah jam lagi ma. Kelas Gavin mulai jam 9." katanya lalu kembali memejamkan mata.
"Siapa ya yang kemarin bilang mau cepet cepet kuliah biar ketemu Stella." kata Ajeng sembari menarik selimut Gavin.
Sejurus kemudian Gavin terduduk membuka matanya lebar lebar. Ia menatap Ajeng dengan kesal. "Kenapa gak bilang dari tadi sih!" katanya.
"Hehh!" Tangan Ajeng dengan entengnya menepuk pundak Gavin. "Mama udah bangunin abang dari tadi. Abang sendiri yang gak mau bangun. Sekarang baru nyalahin mama." omelnya.
Gavin meringis. "Maaf mamaku yang cantik. Abisnya abang takut telat. Udah gak sabar buat ketemu." katanya merayu memeluk tubuh Ajeng dari samping.
"Gak akan telat bang. Makanya sekarang bangun terus mandi. Mama tunggu dibawah buat sarapan ya!"
"Buatin abang jus melon ya ma pagi ini abang mau minum jus."
"Iya bang nanti mama buatin."
Gavin berdiri didepan cermin mengait kancing lengan kemeja hijau army nya. Hari ini ia memadupadankan dengan celana jeans yang robek sedikit dibagian lututnya. Tak lupa juga Gavin memakai jam tangan hitam dipergelangan tangan kirinya. "Gila ganteng banget gue!" katanya narsis sambil terkekeh.
"Selamat pagi semua!" sapa Gavin setelah sampai dimeja makan.
Indra tersenyum. "Bang udah beneran enak badannya? Siap pergi ke kampus?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAMA [COMPLETED]
Teen FictionThe Last Love ganti judul "GAMA" Gavin Marcelino yang diam diam mengagumi seorang gadis dari jauh. Hanya berawal dari pertemuan tak terduga langsung membuat dirinya suka. Ralat bukan suka melainkan jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan disinilah p...