Stela duduk dipinggir kasur memandang gamang ke arah luar. Jendela kamarnya ia biarkan terbuka. Hembusan angin malam menerpa lembut wajah cantiknya. Ia memejamkan matanya perlahan "Dua tahun." katanya.
Sejak kepergian Gavin, selama setahun kebelakang rutinitas inilah yang sering Stela lakukan. Duduk diam menghadap jendela dan mulai menghitung berapa lama Gavin pergi. Satu tangannya mengelus potret ia dan Gavin saat kelulusan pemuda itu. Disana keduanya tersenyum manis. Terdapat penuh kebahagiaan disana.
Ia sudah berusaha mencari Gavin namun hasilnya nihil. Semua keluarga yang Stela kenal sudah ia temui. Tapi tak satupun dari mereka yang tahu keberadaan pemuda itu. Dirinya lelah, sungguh. Mengapa Gavin melakukan ini padanya. Apa salah dirinya. Pertanyaan itu yang selalu muncul di otak Stela.
Arsen yang sedari tadi berdiri didepan kamar Stela melangkah masuk. Ia mengamati adiknya itu yang sejak sore hanya duduk berdiam memandang jendela. Lalu ia berjalan mendekati Stela yang sama sekali tak sadar akan kedatangannya. "Dek!" panggilnya.
Stela menoleh sendu. Satu tetes air mata berhasil lolos dari pelupuk mata gadis itu. Bibir mungilnya bergetar menahan isakan yang akan keluar saat itu juga.
Arsen segera memeluk tubuh rapuh adiknya. Stela menangis dipelukan abangnya. Rasa sakit yang selama ini ia pendam sendiri akhirnya tumpah juga.
"Nangis aja dek gak usah kamu tahan lagi!" kata Arsen mengusap pelan rambut adiknya.
"Sakit bang!" kata Stela pilu. Ia memukul hatinya sendiri yang terasa sesak didalam sana.
"Stela salah apa?"
"Kenapa Gavin ninggalin Stela kayak gini?"
"Harusnya Gavin bilang kalau dia udah gak mau sama Stela."
"Bukan pergi kayak gini!"
"Stela capek!" lirih Stela.
Stela semakin menangis terisak mengeratkan pelukannya pada Arsen. "Sutt! Gavin gak akan kayak gitu. Gavin pasti balik." hibur Arsen.
"Sampek kapan bang? Stela harus nunggu berapa lama lagi?" tanya Stela mendongak pada Arsen.
Arsen diam tak menjawab. Sebenarnya ia tahu jika Gavin melakukan pengobatan di Singapura. Tetapi selama ini ia diam. Ia sudah berjanji pada ayahnya agar tak mengatakan hal ini pada Stela. Bohong jika Arsen tidak ikut sakit melihat adiknya terus menyalahkan dirinya sendiri.
"Abang gak bisa jawab kan?" kata Stela. "Enggak ada yang tahu Gavin balik apa gak." lanjutnya.
"Kalo Gavin balik kamu gimana?"
Stela menggelengkan kepalanya, terdiam. Ia kecewa terhadap sikap pemuda itu sungguh.
Arsen mengelus lembut rambut adiknya. Ia menepuk pelan punggungnya. Berharap tangis gadis itu segera mereda. Perlahan Stela mulai tenang. Isakan gadis itu sudah tidak terdengar lagi. Hembusan nafas teratur adiknya menandakan Stela tertidur dipelukannya karena terlalu lelah menangis.
Arsen dengan perlahan memindahkan tubuh Stela ke kasur miliknya. Ia menaikkan selimut hingga batas leher gadis itu. Tangannya menyingkirkan poni yang menutupi kening adiknya lalu menciumnya lembut. "Selamat tidur adiknya abang." katanya.
*******
Stela berjalan dengan sebuah buku tebal Sastra Inggris dipelukannya. Ia berdecak kesal melirik jam dipergelangan tangan kirinya. Tadi pagi ia dan kedua temannya berjanji setelah mata kuliah usai ketiganya akan bertemu di taman dekat Fakultas Olahraga. Namun sesampainya disana Kia dan Tari tidak juga datang. "Kemana sih mereka." kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAMA [COMPLETED]
Teen FictionThe Last Love ganti judul "GAMA" Gavin Marcelino yang diam diam mengagumi seorang gadis dari jauh. Hanya berawal dari pertemuan tak terduga langsung membuat dirinya suka. Ralat bukan suka melainkan jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan disinilah p...