6. Nyata

116 18 0
                                    

Kring!

Jam beker dikamar Gavin berbunyi. Membuat si empunya kamar menggeliatkan badannya malas. Gavin malas ke sekolah. Untuk bangun saja ia malas apalagi harus pergi ke sekolah. Suara jam  beker yang terus berbunyi membuatnya berdecak malas. Gavin menaikkan selimut sampai menutupi kepalanya, ingin melanjutkan tidur. Tapi sejurus kemudian Gavin menegakkan badannya.

"Gue gak boleh kayak gini," tekad Gavin pada dirinya sendiri. Semangat!

Gavin mengucek matanya sebentar menggunakan punggung tangan. Lalu berjalan dengan malas menuju kamar mandi. Mungkin sehabis mandi pikirannya akan kembali jernih. Setelah dirasa semuanya siap. Gavin berdiri didepan cermin kamarnya dan melihat pantulan dirinya di cermin. Ia terkekeh miris. Kasihan sekali nasibnya.

Gavin menuruni anak tangga satu persatu untuk ke meja makan. Disana sudah ada adiknya Io dan mamanya yang  sedang menuangkan susu ke dalam gelas.

"Pagi ma. Pagi adik kesayangan nya abang" sapa Gavin kepada mamanya dan mencium pipi Xio sekilas.

"Pagi bang," jawab Xio tertawa kecil lalu melanjutkan sarapannya.

"Duduk dulu bang. Mama udah masak nasi goreng kesukaan kamu," kata Ajeng menyiapkan sarapan untuk Gavin.

"Makasih ma," Gavin hanya tersenyum tipis.

Gavin memakan sarapan nya dengan tenang. Hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring di meja makan. Gavin diam tidak seperti biasanya yang akan melemparkan candaan dengan Xio. Ajeng menatap putra sulungnya heran. Ada apa?

"Bang," panggil Ajeng menatap Gavin setelah ia menghabiskan sarapan nya.

Gavin mendongak. "Abang kenapa? Ada masalah?," tanya Ajeng.

Gavin menggeleng sebagai jawaban. "Enggak kok ma. Gavin gapapa,"

Ajeng sedikit sangsi melihat perubahan pada si sulung. Karena ia kenal dengan Gavin. Jika Gavin seperti ini pasti Gavin sedang ada masalah. Tapi Ajeng tidak akan bertanya lebih lanjut. Ajeng akan menunggu Gavin cerita dengan sendirinya. Tugas Ajeng hanya satu mendengarkan apa yang akan disampaikan Gavin nantinya. Memberikan pelukan disaat Gavin rapuh.

Ajeng tersenyum. "Nanti mama akan pergi ke pabrik. Mungkin pulangnya juga agak sore. Xio mama titipin ke rumah nenek," kata Ajeng mengusap rambut si bungsu.

"Kalo kamu pulang kamu bisa jemput Xio. Mama juga udah masak buat kalian. Kamu tinggal panasin aja," lanjut Ajeng kepada Gavin.

"Papa?" tanya Gavin.

"Papa ada meeting di luar kota. Udah berangkat tadi subuh," jelas Ajeng.

Gavin mengangguk paham. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. "Gavin udah selesai sarapan. Gavin berangkat dulu," pamit Gavin menyalimi tangan Ajeng yang dibalas dengan kecupan sayang di kepala putranya.

"Hati hati jangan ngebut. Belajar yang bener" pesan Ajeng.

"Siap ma," Gavin terkekeh. "Xio abang pergi dulu nanti abang jemput oke," pamit Gavin melakukan tos dengan Xio.

"Iya bang Xio tunggu,"

"Asalamualaikum," Gavin melangkahkan kaki meninggalkan rumah.

"Waalaikumsalam," jawab Ajeng.

Gavin menghela nafas. Kenapa suasana hatinya hari ini benar benar buruk. Untuk tersenyum saja rasanya sangat susah. Daripada terus memikirkan hatinya ia segera mengambil motornya dibagasi dan melajukannya menuju sekolah. Mungkin dengan sedikit kebut kebutan di jalan membuat hatinya tenang.

*****

Gavin dan kedua sahabatnya sedang berada di warung Babe Udin. Hari ini mereka memutuskan untuk membolos. Gavin yang mengajak mereka. Kepalanya terasa mau pecah mendengar Pak Andoko yang terus menerangkan rumus rumus fisika. Suasana hatinya sedang buruk. Gavin tidak selera melihat papan tulis.

GAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang