4

7.5K 624 4
                                    

Vena memilih gaun baru di butik milik Nyonya Wilbur dengan malas. Semua modelnya terlalu heboh untuk digunakan sebagai pakaian sehari-hari, sehingga ia akhirnya memutuskan untuk mengambil pakaian yang sudah jadi saja. Beberapa pakaian yang sudah jadi itu lebih cocok digunakan untuk sehari-hari, tidak telalu mewah dan tidak memberatkan Vena bergerak.

"Apa Anda hanya akan membeli pakaian siap pakai saja, Nona? Tidak membeli gaun pesta?" tawar Nyonya Wilbur, membuat Vena yang memutuskan untuk memangkas rambut sepunggungnya menatap perempuan itu dengan wajah tak acuh. "Saya dengar, sebentar lagi akan ada pesta di istana."

"Kaisar tidak akan mengundang saya. Lagi pula, kalau diundang pun, saya tidak akan datang karena sibuk," sahut Vena.

Vena menatap pantulannya di cermin dengan rambutnya yang masih belum selesai dipangkas oleh pegawai Nyonya Wilbur. Sudah berbulan-bulan ia tak sempat memangkas rambutnya karena sibuk melakukan ekspedisi. Kepalanya sudah sakit karena rambutnya terlalu panjang. Untungnya, karena punya perjanjian dengan Sayre, Vena jadi bisa beristirahat sejenak dan menggunakan waktunya untuk mengurusi diri. Sambil menatap bayangannya, matanya berhenti pada satu titik di lehernya.

Tepat di tengah lehernya, ada perban yang direkatkan di sana dengan rapi, kelihatan sedikit kotor di bagian tengahnya karena Vena meletakan obat luka di sana untuk menyembuhkan bekas sayatan tak sengaja yang dibuat oleh Sayre. Melihat bekas luka itu, tatapannya langsung berubah menjadi dingin. Ia mengangkat tangan kanannya, melirik telunjuknya yang juga dibalut perban kecil karena bekas luka. Ingatannya kembali ke kejadian semalam.

Bukannya merasa takut atau merasa bersalah karena kejadian semalam, Vena mendengkus pelan dengan senyum sinis.

"Yah, aku tidak akan membuat semua hal menjadi mudah buatnya," gumam Vena pada dirinya sendiri. "Paling tidak, akan kubuat ia hampir sakit jiwa baru menemukan calon istri."

"Ya?" Nyonya Wilbur menatap Vena bingung mendengar gumamannya.

Vena dengan segera memasang senyum manis kepada Nyonya Wilbur. "Bukan apa-apa. Saya hanya sedang menggerutu soal rekan bisnis saya."

"Ah. Anda pasti sangat sibuk," komentar Nyonya Wilbur dengan nada maklum.

Vena mengangguk, masih dengan wajah penuh senyum. Benar sekali, ia sangat sibuk mencari referensi perempuan yang disukai oleh Sayre. Ia tidak mendapat banyak informasi soal Lydia Gillmore. Bahkan, Nyonya Wilbur yang suka bergosip itu tidak punya banyak hal untuk dikatakan saat Vena menanyakan soal permaisuri. Tidak masalah. Vena akan menyiksa Sayre dengan memilih perempuan sembarangan untuk menggodanya.

Yah, salah sendiri karena lelaki itu berani menghunuskan pedang ke wajahnya. Setidaknya, Vena akan membalas walau tidak bisa melakukan hal yang sama.

Pegawai Nyonya Wilbur melepaskan jubah yang digunakan Vena untuk menutupi gaunnya supaya tidak terkena rambut. Rambutnya sudah selesai dirapikan. Rambut hitam panjangnya kini hanya sepanjang bahu, membuat wajahnya kelihatan lebih segar. Vena menghela napas lega karena akhirnya ia bisa pergi juga dari salon. Ia beranjak bangkit sambil mengikat rambutnya yang sudah pendek itu.

"Tolong kirimkan gaun yang saya beli ke kediaman saya, seperti biasa," kata Vena sambil menatap Nyonya Wilbur dengan senyum tipis. Nyonya Wilbur mengangguk sopan, sementara ia beralih pada pegawainya dan memberikan sekeping emas sebagai uang tip. "Terima kasih atas kerja kerasmu. Saya permisi."

Vena melenggang pergi dengan santai. Gaun biru mudanya yang tipis dan nyaman sedikit melayang mengikuti langkah lebarnya. Vena keluar dari salon sambil meraih mantel tipis berwarna senadanya yang tergantung dekat pintu. Saat berada di luar, ia mengenakan mantelnya untuk menutupi kepala dan berjalan menuju kediaman Duke.

The Love CureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang