12

7.5K 627 8
                                    

"Oh, Yang Mulia Duke!"

Issabel memberi salam kepada Sayre yang melangkah masuk ke dalam kedainya. Lelaki itu kelihatan tampan dan berkharisma seperti biasanya. Di belakangnya, ada sosok Vena yang kelihatan lelah dan kusut. Gaun yang dikenakannya juga sedikit berantakan. Pasti perempuan itu sangat sibuk dengan pekerjaannya.

Matahari sudah hampir sepenuhnya terbenam. Vena melewati Sayre dan duduk di salah satu meja, diikuti Sayre yang duduk di hadapannya. Lelaki itu mengamati Vena yang kelihatan akan mengumpat kapan saja. Padahal, seharian ini mereka hanya berjalan mengelilingi pasar. Tidak sampai sehari malah, hanya sekitar tiga atau empat jam mungkin.

"Kak, berikan aku bir dan hidangan penutup yang dingin. Aku merasa akan mati kalau tidak dapat penutup," pinta Vena, sedikit mengeluh sambil bersandar di kursi.

"Memangnya apa yang kau kerjakan?" celetuk Issabel, tidak mau tahu apa yang Vena kerjakan sebenarnya. "Bagaimana dengan Anda, Yang Mulia?"

"Bawakan yang sama dengan Nona Lilian," kata Sayre.

"Baik."

Issabel berlalu pergi, sementara Vena menopang dagu di meja. Ia mengeluarkan secarik kertas dari sakunya sambil menatap biaya modal untuk anggur merah yang tertera di sana. Ia akan semakin kaya setelah ini. Vena menutup kertasnya dan kembali meletakkannya di dalam saku.

"Kau harus lebih sering berlatih fisik dan pedang. Seperti yang kukatakan, ketahanan tubuhmu mengerikan," ujar Sayre membuat Vena menatapnya tersinggung.

"Hei, aku sudah berlatih sejak masih kecil dan ini adalah ketahanan tubuh manusia pada umumnya, terutama perempuan!" ketus Vena jengkel. "Kau saja yang punya stamina besar dan tidak masuk akal."

"Menurutku, kau masih terlalu lemah untuk ukuran manusia biasa."

Vena mengomel pelan. Tunggu sampai ia bisa mengalahkan lelaki ini di arena pertempuran pedang saat mereka latihan!

"Ngomong-ngomong, aku ingin tahu kenapa beberapa orang mengira aku ini kekasihmu. Bahkan, permaisuri juga mengira aku kekasihmu. Itu menyebalkan!" Vena memasang wajah berkerut. "Aku tidak mau dianggap menjadi kekasihmu. Itu akan menurunkan daya tarikku."

"Itu karena beberapa pelayan melihatmu keluar dari kamarku pagi-pagi buta," balas Sayre datar. "Mereka mengira kita menghabiskan malam bersama dan kau diam-diam kembali ke kediamanmu untuk menutupi semua."

Vena baru tersadar jika ia memang bebas keluar masuk kamar Sayre. Bukan karena dirinya spesial (walau Vena memang cukup spesial karena ia bisa bersikap seenaknya kepada Sayre), tetapi karena pekerjaan. Ia masih harus memastikan seberapa cepat Sayre bisa tertidur tanpa makan permen atau tanpa bantuannya. Namun, Sayre masih kesulitan untuk itu.

"Itu omong kosong! Minta pelayanmu untuk tidak menyebarkan berita omong kosong. Aku tidak tertarik sama sekali padamu," omel Vena dengan wajah masam.

"Seolah aku juga tertarik padamu saja," sahut Sayre membuat Vena berdecak kesal.

Percakapan mereka terhenti saat Issabel datang untuk mengantarkan dua piring nasi dan sup kaldu daging, dengan sorbet jeruk dan juga bir. Wajah Vena langsung berubah ceria ketika melihat makanan, sementara Sayre lebih memilih untuk mencuri pandang satu kali kepada Issabel.

"Aku tidak tahu jika kalian sudah begitu akrab." Issabel menatap Vena yang kelihatan tak peduli. "Kabar jika kalian tidur sekamar berhembus berkali-kali di sini."

"Aku pergi ke kamarnya untuk membantunya belajar dan membahas pekerjaan. Jangan termakan omong kosong! Siapa yang mau jadi kekasihnya?" Vena berujar, mendekatkan piring kepadanya dan mulai makan. "Duke juga akan menegur pelayannya yang membuat rumor gila itu."

The Love CureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang