16

7.3K 645 64
                                    

Sayre tahu ia dalam masalah sejak malam ia berpikir ingin menyerang Vena.

Setiap malam, ia tersiksa. Vena membawakannya novel vulgar dan kepalanya selalu membayangkan jika dirinya dan Vena adalah tokoh utama dalam cerita itu. Bayangannya semakin jelas pada adegan-adegan eksplisit yang tidak seharusnya Sayre lakukan. Namun, perasaan ingin mencobanya dengan Vena satu kali saja seumur hidupnya menjadi semakin besar.

Sayang, Sayre tidak bisa melakukannya. Bukan tidak bisa, ia tidak mau. Jika ia melakukannya, ia akan membuat Vena lari darinya. Vena akan menganggapnya sebagai lelaki tak bermoral dan memutus semua kontak mereka. Itu hal terakhir yang Sayre harapkan.

Sayre tidak mengerti mengapa ia begitu takut jika Vena lari dari kehidupannya. Yang jelas, Sayre menemukan cahaya dalam gelap yang ia tempuh lewat perempuan itu. Vena bagai cahaya yang membawanya keluar dari semua kehampaan yang ia alami. Dan Sayre tak mau melepaskannya sampai ia bisa keluar sepenuhnya dari kegelapan dan kehampaan yang menguncinya. Ia selalu mencoba bersikap normal setiap malam, walau tubuhnya tersiksa karena terangsang hanya dengan mendengar suara Vena.

"Oh iya! Kau sudah punya pasangan untuk Pesta Perayaan besok?" tanya Vena membuat Sayre sedikit melonjak dari tempat tidurnya. "Apa-apaan reaksimu itu?"

Vena menatap Sayre dengan kening berkerut heran. Sayre berdeham, sedikit salah tingkah karena ditatap Vena. Ia menggeleng, memasang wajah datarnya.

"Aku tidak punya pasangan," jawab Sayre, berusaha supaya tak terdengar parau.

"Ah, kau tidak berusaha mencari sendiri?" Vena membalas dengan nada menggerutu.

"Aku sibuk," gumam Sayre singkat, menghindari tatapan Vena.

"Hei, semua orang juga sibuk, tetapi mereka tetap bisa menikah!" Lagi, Vena mengomel.

Jika sebelumnya omelan Vena membuat Sayre kesal, kali ini berbeda. Sayre merasa tubuhnya panas. Suara Vena benar-benar seperti candu dan pelatuk. Hanya dengan mendengarnya, Sayre jadi memikirkan hal lain. Sayre tahu jika ia tidak berpikir normal lagi sejak simulasi manekin itu. Salahkan saja Vena yang membuatnya jadi gila begini.

"Bagaimana denganmu sendiri? Kau tidak menikah," lirih Sayre pelan.

"Karena aku memilih untuk tidak menikah. Tidak sekarang," ketus Vena. "Kau benar-benar membuatku gila! Di mana aku bisa menemukan pasangan untukmu dalam kurun waktu kurang dari beberapa jam?"

Sayre tidak mengatakan apa-apa, walau dalam hati ia menjerit-jerit agar Vena saja yang menjadi pasangannya. Ia bersedia menggandeng Vena sepanjang pesta, berdansa dengannya dan berdiri di sampingnya sampai acara selesai. Vena mengomel pelan, tetapi kemudian menguap. Sayre mencuri pandang kepada Vena yang merenggangkan tubuhnya, melirik sekilas ke jam dinding klasiknya. Pukul setengah dua belas malam.

"Kau bisa pulang sekarang kalau mau. Besok Pesta Perayaan, kau juga harus istirahat," kata Sayre pelan.

"Pekerjaanku belum selesai. Kau belum tidur."

"Aku akan tidur." Sayre menutup novelnya dan meniup lilin supaya cahayanya padam. Ia menatap ke arah sofa Vena yang masih terpantul pendaran cahaya lilin yang terletak di meja di dekat sofanya. "Pulanglah."

"Aku akan tidur di sini. Jika kau tidak bisa tidur sampai pukul setengah satu, bangunkan aku," sahut Vena, merebahkan tubuhnya ke sofa.

Sayre tidak mengatakan apa-apa, mengamati Vena yang meringkuk di sofa dan memutuskan untuk mendatanginya sambil membawa bantal dan selimut dari ranjangnya. Vena sempat berjengit kaget saat Sayre mengangkat kepalanya lembut untuk menyelipkan bantal dan menyelimuti tubuhnya. Ia tidak mengatakan apa-apa saat melihat tatapan Vena, memutuskan untuk berbalik kembali ke ranjangnya dengan membawa jubah Vena sebagai ganti selimutnya.

The Love CureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang