18

8.8K 639 39
                                    

Vena melangkah masuk ke dalam kamar Sayre. Ia sudah berganti gaun tidur yang disediakan oleh Sayre, membawa teh lavender ke dalam kamar dan menatap Sayre yang sedang membaca. Lelaki itu menyempatkan diri untuk melirik Vena sejenak saat ia masuk, lalu kembali menatap novelnya. Vena meletakkan nampan berisi teko teh dan dua buah cangkir di meja yang ada di depan sofa, tempat ia biasa duduk. Lalu, perempuan itu menghempaskan bokongnya di sofa sambil mengerang pelan dan menuangkan teh untuk dirinya sendiri.

"Bagaimana dengan Hailey Vox?" tanya Vena, menyesap teh lavendernya sambil melirik Sayre yang kini sudah sepenuhnya terfokus menatap Vena.

Hailey Vox, adik dari Edwin Vox adalah perempuan rendah hati dengan otak yang cerdas. Ia juga lemah lembut dan sangat menjunjung tinggi moralitas. Melihat perempuan yang ada di sekitar Sayre, Vena yakin mereka berdua akan cocok. Walau begitu, ia harus tetap mendengar bagaimana pendapat Sayre tentang perempuan yang sudah dipilihkannya.

Sayre tidak langsung menjawab. Matanya sibuk menikmati pemandangan berupa Vena yang duduk di sofa dengan gaun tidurnya dan rambut yang disanggul sembarangan. Saat di Pesta Perayaan tadi, Sayre bisa melihat Vena mengenakan riasan tipis yang membuat kecantikannya semakin menonjol. Namun, saat ini, kecantikan Vena terasa jauh lebih menonjol dengan rambut yang sedikit berantakan, wajah tanpa riasan dan mata yang berpendar sedikit karena cahaya lilin.

Seperti yang Vena katakan, matanya lebih sering berpendar dibandingkan dengan kakak-kakaknya. Sayre sering sekali melihat bola mata hitamnya berubah menjadi abu-abu gelap karena berpendar. Mata Sayre menjelajahi wjah Vena, lalu berhenti di bibirnya yang kelihatan sedikit basah karena meminum teh. Vena menjilati bibirnya, refleks karena sisa-sisa teh lavender menempel di sana. Akan tetapi, hal itu membuat Sayre menelan ludahnya dan membuang muka.

Ia kembali berpura-pura membaca novelnya dengan wajah kaku.

"Apa-apaan reaksimu itu?" omel Vena dengan kening berkerut. "Kau menyukai perempuan itu atau tidak?"

"Ia cukup baik," jawab Sayre setengah hati.

"Itu berarti kau menyukainya," putus Vena sambil meneguk tehnya lagi.

Sayre tidak segera membalas, menatap Vena yang meletakan cangkir teh ke meja. Perempuan itu kemudian bersandar di sofa sambil menyelipkan anak rambutnya yang jatuh ke wajah.

"Aku akan mengatur jadwal kencan kalian, jangan membuat masalah," ujar Vena lagi, menatap Sayre lurus.

"Apa maksudmu aku membuat masalah?" tanya Sayre terdengar sedikit tidak terima.

"Kau hanya berdansa dengannya, tidak mengatakan apa-apa dan pergi. Jika kau bersikap begitu, Hailey akan merasa hanya diajak berdansa karena formalitas." Vena menghela napas panjang. "Oh, banyak sekali yang harus kuurus. Kau, dwarf dan Icarus." Vena mengatupkan bibirnya sejenak ketika ia menyadari jika tanpa sadar ia sudah menyebut nama Icarus. "Aku tidak seharusnya menyebutkan Icarus karena lelaki itu memang sudah bagianku."

"Memangnya ada apa dengannya?"

"Masalah yang sama denganmu. Hanya saja, ia tidak pernah jatuh cinta." Vena bersungut-sungut. "Jika ia masih menolak pilihanku, aku sendiri yang akan menikahinya."

Sayre bisa merasakan otot wajahnya mengencang mendengar pernyataan Vena. Mendengar ide jika Vena akan menikahi laki-laki lain tidak terasa menyenangkan. Perasaan itu sangat mengganggunya. Rasanya sama dengan perasaan yang timbul saat Sayre mendengar dari mulut bangsawan lain jika Vena dan Icarus kelihatan serasi satu sama lain.

"Archduke Icarus terlalu baik untukmu," celetuk Sayre tanpa menatap wajah Vena, membuat Vena menatapnya tersinggung.

"Hailey Vox juga terlalu baik untukmu!" balas Vena tajam. "Lagi pula, kalau Icarus menikahiku, ia akan mendapat banyak keuntungan. Ia tidak perlu berurusan dengan manusia, juga aku bisa membantunya membereskan urusan di Selatan, dan aku cukup pandai menyenangkannya di ranjang. Lelaki itu akan menerima berkat dewa jika mendapatkanku."

The Love CureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang