"SERANGAN! ADA SERANGAN!"
Vena membuka matanya ketika mendengar teriakan prajurit. Musuh bergerak menyerang mereka saat sedang terlelap. Sebenarnya, hanya Vena dan Sayre yang tertidur. Prajurit lain saat ini sedang berjaga, sama sekali tidak menyadari jika dua orang itu berada dalam satu ruang yang sama saat ini. Vena segera bangkit, melirik Sayre yang melompat turun dari ranjang. lelaki itu buru-buru mengambil pedang, masih mengenakan piyamanya yang cukup terbuka.
"Tetaplah di dalam," kata Sayre, berbalik menatap Vena.
Wajahnya masih sedikit sembab karena bangun tidur. Namun, Sayre kelihatan lebih segar dari sebelumnya.
"Aku akan menghabisi mereka semua. Kau harus tetap aman di dalam sini," ujar Sayre lembut, mendekat pada Vena dan mengecup pipinya.
"Jangan lukai dirimu," ujar Vena, mengusap matanya dan menatap Sayre yang mengangguk dengan senyum tipis.
Kemudian, lelaki itu keluar dari tendanya untuk berperang. Vena masih belum sepenuhnya tersadar. Di luar, suara ribut dan denting pedang beradu sudah terdengar. Vena sudah pernah berada di dalam situasi seperti ini, sehingga ia menghadapi kejadian ini dengan tenang. Selain itu, Vena tidak takut mati.
Ia mengikat rambutnya, mengedipkan mata saat menyadari jika Sayre tidak mengenakan baju zirahnya. Pantas saja ada banyak bekas luka baru di tubuhnya. Vena memutuskan untuk turun dari ranjang, mencari pedang yang lebih kecil dan mungkin berukuran ringan. Namun, ia malah menemukan belati yang hanya bisa digunakan untuk pertarungan jarak dekat.
Vena segera mengambilnya, mengabaikan ucapan Sayre supaya tetap berada di dalam dan memutuskan untuk keluar juga. Vena mungkin lemah, tetapi ia tidak selemah itu. Ia berlari keluar, mengamati keadaan dan memeriksa setiap barak untuk memastikan tidak ada penyusup. Beberapa tenaga medis dan pelayan bersembunyi di barak mereka, sisanya sibuk maju ke garis depan untuk mencegah supaya tidak ada yang berhasil masuk ke dalam.
Ia lalu berlari menuju tenda kemah milik orang-orangnya. Kosong, karena semuanya ikut maju dan bertarung.
Di bagian depan, Vena melihat kekacauan. orang-orang saling beradu pedang. Beberapa mayat dari kubu musuh bergeletakan di beberapa tempat. Vena tidak melihat Sayre, tetapi ia melihat Regis yang membabat habis pasukan musuh. Lelaki itu kelihatan lincah, tetapi Vena tahu ia kewalahan. Vena memutuskan untuk melangkah maju saat melihat satu prajurit musuh mendekat diam-diam ke arah Regis, ingin membunuhnya.
Tanpa pikir panjang, Vena melemparkan belatinya yang langsung menancap di kaki prajurit itu. Ia menjerit kesakitan, membuat Regis menyadari keberadaannya dan langsung menebasnya dengan pedang. Lelaki itu kemudian menatap Vena yang keluar dengan pakaian tidur. Vena hanya tersenyum angkuh, memungut senjata apa saja yang ada dan membantu setiap prajurit yang diserang secara diam-diam. Prajurit musuh yang menyerang di bagian depan perkemahan berhasil dipukul mundur.
Tersisa mereka yang berada di ambang perbatasan antara Timur dan Tenggara. Vena ikut berlari ke arah sana, menemukan Sayre yang mendominasi area pertempuran dengan keahlian pedang dan tenaganya yang seperti monster. Ada Harry juga di sana, kelihatan sibuk menangkis serangan dari sana-sini. Vena menemukan panah dan anak panah yang merupakan milik musuh, menggunakannya untuk memanah prajurit musuh yang mendekat. Lalu, ia berlari lagi untuk mengumpulkan anak panah yang terjatuh.
Di area pertempuran itu, Vena melihat sosok jenderal perang Tenggara yang berusaha menyerang Sayre. Namun, lelaki itu melarikan diri saat melihat Sayre menjatuhkan sepuluh orang dengan begitu mudahnya. Vena menggunakan panahnya, mencoba memanah jenderal dari pihak musuh. Tembakan pertama dan kedua mengenai prajuritnya, lalu yang ketiga berhasil menancap di pahanya. Vena bisa melihat lelaki itu terseok-seok hendak kembali ke markasnya.
Ia mengambil anak panah lagi, anak panah terakhir yang ia miliki dan menargetkannya ke dada jenderal itu. Namun, Vena melihat sosok pemanah yang mencoba memanah Sayre. Lantas, hal itu membuat Vena mengubah targetnya. Ia menembakan panah ke arah pemanah itu, dan tepat mengenai bahunya.
Pemanah dari kubu musuh melihat ke arahnya, mengerutkan kening dan berusaha kembali menargetkan anak panahnya kepada Sayre. Tembakan pertama gagal. Kedua juga gagal. Vena berlari menuju Sayre saat pemanah itu menembakan anak panah terakhirnya.
Anak panah itu seharusnya tepat mengenai jantung Sayre yang tak terlindungi oleh baju zirah. Namun, Vena berlari, memeluk tubuh Sayre dan membiarkan dirinya yang terpanah. Satu panah menancap di punggungnya, membuat wajah Sayre langsung memucat saat melihat Vena berada di depannya.
"Vena!" desisnya histeris.
Vena bernapas berat, mengeratkan pelukannya pada Sayre dan tersenyum tipis. "Pakai baju zirahmu, bodoh!"
Lalu, tubuhnya langsung limbung ke tanah setelah mengucapkan kalimat itu. Sayre langsung berhenti bertarung, memeluk tubuh Vena erat supaya tak jatuh ke tanah. Sementara, beberapa prajurit melindunginya supaya tidak diserang. Harry ikut maju dan melindungi Sayre, walau wajahnya juga sama pucatnya dengan Sayre saat melihat Vena terbaring lemas dalam pangkuan Sayre.
"Apa yang kau lakukan?" teriak Sayre marah. "Aku menyuruhmu supaya tetap di kamar!"
Vena tidak mengatakan apa-apa, bernapas tersengal, menahan sakit yang terasa mengoyak tubuhnya. "Aku akan ... baik-baik saja."
"Diam. Kau harus menyimpan tenagamu!" bentak Sayre, memeluk tubuh Vena semakin erat.
Hatinya langsung tercabik saat melihat Vena yang berusaha tetap tersadar. Rasa takut berkumpul di hatinya. Vena tertembak panah. Tidak, perempuannya tidak boleh mati. Sayre menggenggam tangannya erat.
"Bertahanlah, kumohon. Bertahanlah sebentar saja," bisik Sayre dengan suara parau. "Kau tidak boleh mati."
"Aku ... tidak akan mati."
Ironisnya, Vena mengucapkan kalimat itu setengah mati. Napasnya tersengal-sengal, berusaha menahan sakit yang sangat menyengat.
"Ketua!" Salah satu anggota serikat dagang Vena berlutut di sebelah Sayre. "Yang Mulia, saya akan mengevakuasi ketua! Kami punya obat di kemah."
Sayre menatap Vena dengan wajah kaku. "Kau bisa mengobatinya juga?"
"Semua anggota rombongan tahu cara melakukan pertolongan pertama."
"Kalau begitu, tolong bawa dia," ujar Sayre, menyerahkan Vena padanya.
Lelaki itu mengangguk, menggendong Vena yang setengah tak sadarkan diri kembali ke dalam. Sementara, Sayre bangkit dengan menggenggam pedangnya erat. Matanya berkobar. Dari takut, menjadi marah. Orang-orang Tenggara sialan ini!
Sayre akan menghancurkan seluruh kerajaan itu!
Dengan penuh kemarahan, Sayre menyerang setiap prajurit dan jenderal dari Tenggara dengan membabi buta. Amukannya tidak langsung mereda karena Sayre memutuskan untuk menerobos ke dalam markas bersama dengan prajurit lain, membantai sebagian besar prajurit Tenggara dan membunuh petinggi mereka. Seluruh petinggi yang menolak berunding dibunuh. Sayre memenggal panglima dan komandan mereka, dan mengambil alih markas musuh menjadi milik mereka.
Sementara Vena menerima perawatan dari tenaga medis, Sayre menghajar semua prajurit Tenggara tanpa ampun. Perang itu berlangsung selama dua hari, dengan kemenangan berada di pihak Timur dan Kekaisaran Evrin. Sayre memenangkan perang sekali lagi, tetapi ia hampir kehilangan Vena sebagai balasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love Cure
RomansaMATURE! [Completed] Vena Lilian adalah perempuan mesum bagi Sayre Hawthorne. Vena panggilannya, keturunan setengah manusia dan elf yang terkenal sebagai pemimpin Serikat Dagang Lily. Perempuan 25 tahun itu tidak punya keinginan menikah, makanya ia m...