25

6.2K 514 37
                                    

"Kau tidak bersama dengan istrimu?" tanya Vena seraya menatap adik bungsunya, Tristan Thorn yang memiliki rambut hitam dan tubuh tinggi. Dari mereka bertiga, Tristan yang paling cerdas, suka membaca buku dan berpengetahuan luas.

"Aku sedang kerja. Bagaimana mau bersama dengan istriku?" omel Tristan sambil merapikan dokumen milik Icarus di kantornya.

Tristan dua tahun lebih muda dari Vena dan empat tahun lebih muda dari Harry. Ia menikah dengan seorang perempuan elf awal tahun lalu. Dan yang Vena tahu, Tristan sangat mencintai istrinya. Ya, tipikal laki-laki gila istri. Mirip seperti Harry. Sepertinya karakteristik itu mengalir di darah keluarga mereka. Semoga saja, Vena tidak gila seperti mereka.

"Yah, tidak ada yang tau kalau kau ereksi selama kerja. Kalau ada istrimu, ia bisa melakukan sesuatu seperti membantumu masturbasi karena kalau mau berhubungan badan, akan memakan waktu yang lama untuk pemanasan."

Vena menyeringai lebar, mengamati reaksi Tristan. Awalnya lelaki itu membeku, kemudian wajahnya memerah, lalu ia mendelik kepada Vena kesal.

"Kak!" tegur Tristan kesal. "Demi Tuhan! Kau satu-satunya yang belum menikah, tetapi kenapa kau yang paling mesum?"

"Bakat?" sahut Vena sekenanya sambil memasang wajah tanpa dosa.

"Mesum itu bukan bakat!" teriak Tristan, melemparkan pena ke arah Vena yang dengan mudah dihindari olehnya.

"Mesum itu memang bakat. Tidak ada yang otaknya serusak kakakmu," celetuk Icarus yang tadinya serius membaca dokumen. Ia menatap Tristan sambil menyeringai geli. "Dan, kurasa kakakmu ada benarnya juga."

"Kau juga sama, Icarus! Kau juga belum menikah, tetapi otak mesummu hampir sama dengan Vena!"

"Mungkin karena itulah kami bersahabat?"

Tristan melirik Icarus dan Vena yang tersenyum lebar bergantian dan menghela napas lelah. "Aku tidak mengerti bagaimana kalian bisa bertahan di tengah bangsawan dengan sikap kurang ajar yang tidak masuk akal ini!"

"Oh, aku tidak banyak bicara. Kalau kakakmu, aku tidak tahu bagaimana," ujar Icarus santai.

"Aku hanya hidup dan mengabaikan mereka? Yah, walau beberapa kali, bangsawan yang kukenal menghunuskan pedangnya ke wajahku," balas Vena riang. "Kau tahu, aku hampir mati, lho!"

"Dan kau sangat bangga jika kau hampir mati?" desis Tristan kesal.

"Kenapa tidak? Itu berarti, ia tangguh dan punya banyak nyawa," sambar Icarus membuat Tristan menepuk keningnya kesal.

Icarus dan Vena tertawa bersama melihat reaksi Tristan. Makanya mereka suka mengganggu dan menggoda Tristan, karena reaksinya sangat menyenangkan. Tristan menghela napas panjang, menatap keduanya jengkel tanpa melakukan apa-apa. Lalu, kembali membuka mulutnya setelah meredakan kekesalannya.

"Ngomong-ngomong, kau menerima surat dari Duke Hawthorne lagi," kata Tristan dengan nada datar.

"Oh." Vena bertopang dagu. "Lelaki itu punya banyak waktu untuk menulis surat di tengah perang."

"Apa pantas kau bicara begitu pada seorang duke yang melindungi negeri ini?" Tristan mendelik pada Vena.

"Jangan khawatir, ia jinak padaku." Vena mengulurkan tangannya. "Mana suratnya?"

Tristan tidak membalas, memberikan surat dari Sayre yang masih tersegel. Ia mengamati Vena yang membuka segel surat dari Sayre, lalu membaca suratnya dengan wajah datar. Vena sering sekali menerima surat dari Sayre Hawthorne. Tristan tidak tahu apa alasannya. Setahunya, Vena bekerja untuk Sayre, tetapi jika hanya bekerja, apa lelaki itu terus mengirimi surat padanya di saat perang begini? Atau, ia meminta Vena mengirimkan lebih banyak bantuan?

The Love CureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang