S2 | 3: Lonely

25 9 0
                                    

"Ras.." ucap Dini, ia terus mengusap kepala Laras dan air matanya terus menetes ke lengan Laras.

Dini menyadari itu langsung mengelap lengan Laras dengan bajunya lalu ia duduk di sebelah Fiona.

"Gimana?" tanya Dini.

Fiona mengangguk tanpa berkata apa-apa, tatapannya dingin tak seperti biasanya. Dini memandang Fiona dengan tatapan yang biasa.

Tangan Laras bergerak, ia menaikan satu jari lalu menurunkan lagi. Dini langsung berlari ke arah Laras, ia langsung memegang tangan Laras. Laras membuka matanya perlahan. ia memandang lampu yang ada di atasnya.

"Aww.."

Satu kata keluar dari mulut perempuan bersurai coklat kemerahan itu, ia mengerutkan dahinya, kepalanya masih terasa cenat cenut membuatnya merasa tak nyaman. Laras pun menoleh ke sebelah kanannya, ia melihat Dini duduk di sampingnya sembari memegang tangan kanannya.

"Din.." ucap Laras.

Suaranya serak dan lemah. Ia lalu tersenyum tipis ke arah Dini, Dini seketika memeluk Laras dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Ras.. lo gimana kabarnya?" tanya Dini.

Dini mengusap air matanya lalu ia melepas pelukannya. Laras tersenyum tipis lalu mulai berbicara dengan suara yang lemah.

"Gue gapapa.. lo gausah khawatir.. udah gausah nangis, nanti juga sembuh kok" jawabnya.

Tak lama kemudian, dokter masuk ke dalam ruangan itu, dokter itu berjalan mendekati Laras dan memeriksa keadaan Laras.

"Sudah baikan mbak?" tanya dokter.

Laras tersenyum lalu mengangguki ucapan dokter tersebut.

"Oh ya, mbak Laras masih 2 minggu lagi pulang, gapapa ya? lukanya mbak Laras kelihatannya ga parah cuma kita gatau kedepannya" ucap dokter dengan senyuman di wajahnya.

"Iya dok" balas Laras.

"Lo gapapa? masih 2 minggu lagi, gue yakin lo kangen Yuda haha" ucap Dini dengan nada mengejek.

Laras baru saja menyadari bahwa Yuda ikut terlibat dalam kecelakaan tersebut.

"Oh ya tu bocah kemana ye?" tanyanya dengan nada sangat penasaran.

"Cie nyariin kiw kiw, ada tuh disana, ntar aja dia pasti nyamperin" Dini menunjuk kasur yang ada di pojok sekali.

"eh eh lo tau ga sih?"

"Ga" balas Laras, walau suaranya lemah tetapi balasannya sedikit menusuk.

"Anjir lo, betewe sebentar lagi ada PERSAMI, yang lo ajuin beberapa minggu lalu udah di acc sama kepsek coy" ucap Dini bersemangat.

"Syukurlah, setelah berkali kali gua ganti proposal demi ini" ucap Laras bersyukur.

Memang beberapa minggu lalu ia mengajukan proposal tentang PERSAMI, tetapi selalu saja di tolak oleh Kepala Sekolah, banyak sekali alasan yang tak tertampung di otak Laras. Sudah berkali kali ia merevisi proposal tentang PERSAMI dan akhirnya proposal nya di setujui oleh Kepala Sekolah.

2 Oktober 2019

Mereka semua telah pulih, walau belum sempurna tapi setidaknya bisa masuk sekolah.

Maira bangun dari tempat tidur dengan mata yang sedikit mengantuk, ia berjalan menuju kamar mandi, kepalanya masi sedikit sakit karena terbentur jendela mobil.

"Masih sakit aja sih.."

Ucapnya sambil memijat kepalanya yang terasa berkedut. Ia pun menjalankan rutinitasnya seperti biasa, ia mandi, memakai baju sekolah, sarapan, lalu berangkat ke sekolah.

Sebelum berangkat ke sekolah, ia keluar dari kamarnya lalu mengambil sepatu dan memakainya.

"Sayang, mau berangkat bareng papa?" tanya perempuan berambut cokelat, itu adalah mama Maira.

"Boleh deh ma, ayo pa udah telat nih!" balasnya.

"Telat darimana si Maira.. baru jam 6.. kamu gausah buru buru.." balas papa Maira sembari membenarkan dasinya.

Maira dan papanya pun berangkat bersama, kebetulan arah sekolah dan kantor papanya se arah. Ia biasanya selalu minta di bonceng Laras karena papanya biasanya dinas di luar kota, walau papanya ada pun ia selalu minta di bonceng Laras, tetapi kali ini Laras sedang di rawat di rumah sakit. Lukanya sedikit parah dan perlu penanganan dokter, Maira tak tau luka apa yang Laras rasakan, tetapi ia hanya terus berdoa agar Laras di beri kekuatan dan segera sembuh.

Ia pun tiba di gerbang sekolah dan masuk ke dalam, Ia merasa perbedaan antara rutinitasnya yang bersama Laras dan rutinitas yang sedang ia lalui sekarang. Ia benar benar merasa sepi tanpa candaan dan tawa Laras yang terus menghiasi paginya.

Ia pun tiba di kelas, dengan raut wajah lesu ia duduk di bangkunya, sesekali ia melihat ke bangku sebelahnya yaitu bangku Laras. Tak hanya ia saja yang merasa begitu, yang lain juga merasakan hal yang sama, kesepian tanpa canda tawa dari perempuan cantik bersurai coklat kemerahan itu.

Mereka semua berkumpul di meja Maira, raut wajah mereka sama semua, sedih, khawatir, kangen.

"Kangen laras.." ucap Lila.

"Sama" saut Yuda.

"Elu mah tiap detik kalo ga liat laras juga kesepian kali" ucap Alwi.

"Hehe" kekeh Yuda.

"Gimana kalo nanti kita jenguk dia?" cetus Zhano.

Belum selesai mengobrol, tiba tiba masuk seorang perempuan berambut cokelat kemerahan dengan mata coklat, perempuan itu nampak tak asing di mata mereka.

"Hai guys.."


Dendam TemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang