S2 | 10: Sidik Jari

22 7 0
                                    

"Ntar juga lo tau sendiri" balas Laras.

Pintu lift terbuka, mereka melihat pemandangan sebuah ruangan yang megah dan besar tetapi ruangan itu sepi. Lalu mereka lanjut berjalan mengikuti Laras, mereka semua melihat ke kanan ke kiri ke belakang untuk menganalisis ruangan ini.

"Kok sepi ya disini?" ceplos Kia.

"Ini biasanya buat acara acara gitu, kaya pernikahan or something else, makannya gede gini di kosongin" balas Laras.

Laras menghentikan langkahnya saat di depannya ada pintu kecil berwarna hitam dan bertuliskan Staff Only. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan kunci dari sakunya, ia lalu memasukan kunci itu dan membuka pintu.

"Masuk duluan aja" ucapnya.

Mereka semua pun mengangguki suruhan Laras, setelah mereka semua masuk mereka hanya melihat ruangan kecil, ya ga kecil kecil banget sih tapi ya kaya cuma buat staff gitu. Laras menutup pintu dan menguncinya lalu mengajak mereka semua ke satu pintu berwarna putih cerah dan laras membuka pintu itu dengan kartunya.

"Lo sebenarnya mau bawa kita kemana sih?" tanya Rayya yang sepertinya sudah sedikit emosi.

"Sabar dong" ucap Laras.

Di dalam ruangan itu hanyalah ruangan kerja biasa. Mereka semua menunjukan raut wajah yang bingung, sebenarnya apa yang akan Laras tunjukkan kepada mereka.

"Bantuin gue, geserin meja ini sama kursinya" tegas Laras.

"Anjir meja ginian mah berat" keluh Yuda.

"Udah coba dulu aja, belum di coba udah ngeluh"

Yuda dan Alwi menggeser meja kayu itu, mejanya sangat enteng padahal kelihatannya itu sangat berat. Laras lalu memencet sakelar lampu yang berada di dekat Pintu, dan tiba tiba muncul sebuah gagang dari lantai.

"Eh anjir apaan tuh" ucap Kia kaget.

"Bentar gua tarik dulu.."

Laras menarik gagang itu, di dalamnya ada tangga menuju kebawah. Laras masuk mendahului mereka semua lalu mereka semua mengikuti Laras.

"L-lo ga liat setan kan mai? gelap banget nih" ucap Rendra.

"Gue udah gabisa lihat setan goblok!" bentaknya.

Semenjak ia pulang dari Kediri, ia sudah tak bisa melihat hantu atau semacamnya lagi. Seperti mata batinnya sudah di tutup, tetapi itu tak membuatnya bingung atau takut justru itu membuatnya lega karena akhirnya ia terbebas dari siksaan melihat sesuatu yang tak kasat mata.

Laras sampai di bawah lalu ia memencet sakelar lampu. Lampu kuning menyala dan memperlihatkan ruangan bewarna abu abu dengan sedikit dekorasi emas, lampu kuning itu sangat mendominasi isi ruangan itu.

"Duduk aja dulu, gue mau ngelihatin lo sesuatu" suruh Laras.

Laras membuka lemari yang ada di ujung ruangan, tangannya menjulur ke dalam lemari itu untuk mengambil sebuah note dan beberapa plastik. Setelah mendapatkan kedua barang itu, Ia berjalan ke arah teman temannya lalu menaruh barang yang ia bawa itu ke meja.

"Apaan nih?" tanya Kia.

"Hasil otopsi Lila" balas Laras.

Mereka semua terkejut dan saling menatap satu sama lain lalu kembali menatap Laras. "Kok ada di elu?" tanya Felix.

"Gue izin ke ortu Lila buat ngeotopsi mayatnya, gue dapet beberapa bukti yang nunjukin kalau pelakunya bukan kak Dhira" balasnya santai.

"Sidik jari, dan beberapa bukti gue simpen di plastik plastik ini dan catetannya ada di note itu" lanjutnya.

Maira mengambil note itu dan membacanya, sedangkan yang lain mengambil beberapa plastik dan menganalisisnya.

"Gue ga nyuruh kalian buat harus percaya sama gue, but Nana is the killer"

Mereka semua kaget, dan langsung mencari plastik yang menunjukkan bukti sidik jari.

"Gue gatau gimana cara sidik jarinya masih ada tetapi sidik jari itu gue temuin di kaki Lila, kayanya Nana narik kaki Lila pake tangan kosong, such a stupid girl.."

"Bentar bentar, lo ngeotopsi Lila sendirian?" tanya Rendra yang masih bingung dengan keadaan yang tengah ia hadapi.

Dendam TemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang