S2 | 2: Bunga Mawar

23 10 0
                                    

Dini sedari tadi berlari tanpa tujuan, ia berlari secepat yang ia bisa, ntah ia berlari karena apa, ia terus berlari sampai akhirnya ia jatuh karena kakinya sudah tak sanggup berlari.

"Gue ngapain lari?.." batinnya.

Matanya buram, ia tak bisa melihat apapun yang ada di depannya dengan jelas.

"Gue dimana? Kenapa gue disini?"

Ia mencoba berdiri lalu memegangi perutnya yang terasa sakit. Lalu ia melihat ke arah tangannya, tangannya sudah berlumuran darah, darah itu berasal dari perutnya.

"Darah?.."

Ia mencoba mencerna apa yang ia lihat itu, walau matanya buram, ia masih bisa tau kalau itu adalah darah.

"Dini.. why you do all this.." ucap seorang perempuan, suaranya seperti jelas ada di samping Dini, nadanya penuh amarah dan dendam ia seperti ingin membunuh Dini.

Perasaan Dini yang semula bingung akan apa yang terjadi kini berubah menjadi perasaan yang takut, hatinya menyuruhnya untuk berlari tetapi kakinya seperti di rantai, ia membeku, tak bisa bergerak.

Dalam kedipan mata, ada seorang perempuan berdiri 3 meter di depan Dini, Dini jelas tak bisa melihat wajahnya karena matanya buram, perempuan itu memegang pistol berwarna putih, memakai rok pendek diatas lutut berwarna hitam, rambutnya di gerai, dan Dini melihat ada tato bunga mawar di leher kanan perempuan itu. Ntah kenapa, ia tak bisa melihat apapun dengan jelas kecuali tato itu, ia melihat gambar tato itu sangat jelas.

"Don't be scared... Dini.." ucap perempuan itu membuat Dini semakin takut.

translate: jangan takut... Dini

Dini merasa tak asing dengan suara itu. Badannya sudah tidak membeku lagi, ia pun berlari sekuat tenaga. perempuan itu tak mengejarnya, ia tetap berdiri di tempat itu dan mulai bicara.

"What are you scared of? this is all your fault.. Andini"

translate: kamu ngapain takut? ini semua kan salahmu.. Andini

Dini mendengar suara itu jelas di kupingnya, padahal jarak ia dengan perempuan itu sudah cukup jauh.
Dini tersandung batu, ia tersungkur, dalam kedipan mata ada pistol mengarah ke kepalanya, ia tak dapat melihatnya namun ia merasakan pistol itu ada di kepalanya.

"Say good bye.. Andini"

translate: ucapkan selamat tinggal.. Andini

Dor

Suara tembakan yang membuat kuping Dini mendenging, ia bisa melihat apa yang terjadi dengannya, darah yang bercucuran dari kepalanya, tapi ia tak merasakan sakit dari tembakan itu. Matanya tiba tiba kembali seperti semula, ia bisa melihat semua dengan jelas lagi. Perempuan itu melemparkan pistol putih miliknya ke arah Dini, pistol itu jatuh tepat di depan mata Dini. Dini mengamati pistol itu, di sisi kanannya pistol itu bertuliskan PL. Tak hanya itu, Dini menyadari bahwa pistol itu adalah keluaran Limited Edition dari salah satu perancang pistol terkenal dan hanya ada satu di dunia. Lalu lama kelamaan, ia seperti mengantuk dan matanya tak bisa terbuka lagi.

Dini terbangun lagi, masih di tempat yang sama, tapi sekarang ia tak sedang berlari, ia sedang berhadapan dengan perempuan tersebut. Perempuan itu masih berdiri tepat 3 meter di depannya dan masih memegang pistol putih itu di tangan kanannya, mata Dini jelas buram tetapi kali ini buramnya lebih parah.

"Gue lebih baik mati di tembak itu cewe daripada mata gue kaya orang buta"

Dini langsung berlari sekuat tenaganya, tapi sekarang perempuan itu ikut mengejarnya. Dini semakin ketakutan padahal baru saja ia bergumam dalam hati seperti tidak takut akan kematian, ia sekarang sangat ketakutan, kakinya gemetar, ia ingin sekali berhenti berlari tetapi perempuan itu terus mengejarnya. Tinggi perempuan itu 20 cm lebih darinya, pasti perempuan itu bisa menyalip Dini. Dini menengok kebelakang, perempuan itu seperti memasukan peluru ke pistolnya lalu menodongkan pistol itu kedepan dan...

"Mbak" ucap supir mobil yang mencoba membangunkan Dini yang ketiduran.

Dini pun terbangun, ia mengedipkan matanya, sesekali mengucek matanya.

"Sudah sampai mbak.." ucap supir itu.

"Oh iya, makasih ya pak" ucap Dini lalu bergegas keluar dari mobil.

Ia berjalan di lorong rumah sakit, disana sedikit ramai, sesekali ia memandangi ponselnya berharap seseorang mengabarinya soal ini. Lalu ponselnua berdering, ada telepon masuk dari Lila.

"Halo.."

"Din. lo nanti ke lantai 2 ke bagian xx terus ke ruangan no 24" ucap Lila di dalam telepon itu. Tanpa babibu Lila langsung mematikan telepon itu.

Semua orang sudah tau akan kecelakaan yang menimpa Laras, Rayya, Maira, Kia, Yuda dan Zhano. Mereka menabrak pembatas tol dan mengalami beberapa luka yang mungkin bisa dibilang tak terlalu serius cuma harus segera di tangani. Seluruh teman teman mereka termasuk orang tua mereka sangat terpukul mendengar ini.

Dini pun datang ke tempat yang di sebutkan Lila tadi, ia masuk dan melihat Lila dan beberapa temannya ada di sana, Dini seketika lemas melihat teman temannya berbaring lemas di atas kasur. Beberapa dari mereka ada yang sudah bangun dan beberapa ada yang.. Koma. Dini menghampiri Lila dan mengelus kepala Rayya.

"Gue belum ketemu elo ray.. tapi lo udah kenak musibah.." batinnya.

"Yang paling parah disini siapa lil?" tanya Dini, ia sepertinya merasa berat jika harus mendengar jawaban Lila, tetapi ia sangat penasaran, karena katanya ada yang Koma.

"L-Laras din.." ucap Lila, suaranya seperti menahan tangis, ia tak sanggup mengatakannya.

Dini shock, ia membeku sesaat, lalu berlari ke kasur Laras, di sebelah Laras penuh monitor, Dini melihat luka di kepala Laras, lukanya sangat terlihat walau rambut Laras di gerai sekalipun.

"Dia udah 2 jam koma din.." ucap Alwi yang berada di belakang Dini.

Air mata Dini mulai menetes dan jatuh di lengan Laras.

"Mereka semua besok udah boleh pulang, kecuali Laras.. Laras masih perlu penanganan kata dokter" lanjut Alwi.

Dendam TemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang