2. Sedih

15K 547 21
                                    


Happy Reading^^

Suasana meja makan tampak hening, semua fokus pada makanan masing-masing. Deka dan Aya sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya. Kedua bahu mereka bahkan sudah terpasang tas ransel.

Syifa menatap kurang suka pada penampilan Aya. Pasalnya, gadis itu dengan santai menggunakan rok di atas lutut. Menurutnya, rok itu terlalu pendek untuk Aya pakai bahkan bisa dikatakan tidak cocok sama sekali. Apalagi melihat betis dan paha calon menantunya terlihat putih dan mulus. Rasanya Syifa tidak rela.

"Hmm... Aya, rok kamu bukannya terlalu pendek?" tanya Syifa canggung.

Aya sontak mengalihkan pandangannya menatap calon mertua. Matanya menggerjab pelan, bingung harus menjawab apa.

Deka melirik sekilas ke arah Aya, gadis yang duduk tepat di depannya itu tampak terdiam lama tak menjawab, membuat hati Deka memberontak ingin protes.

"Bunda gue lagi nanya, dijawab tolol!" cibir Deka kesal.

Bibir gadis itu mencebik, kedua alisnya menukik tajam memandang wajah Deka sangar.

"Jaga mulut kamu!" peringat Malik dengan tatapan dingin.

Aya yang mendapat pembelaan langsung tersenyum puas. Detik itu juga wajah Deka memerah, menahan amarah di ujung tanduk. Ingin sekali ia mengangkat tubuh kecil itu lalu kemudian membuangnya ke sungai amazon.

"Enggak kok Tante, menurut Aya roknya gak terlalu pendek. Emangnya kenapa Tan?" Aya mengangkat alis, tersenyum tipis menatap Syifa yang tersenyum kikuk.

"Itu pendek sayang, liat tuh paha kamu sampai keliatan. Mana putih lagi, kamu gak takut item?" ujar Syifa mencoba mengelabui otak polos Aya.

"Nggak item kok, dari kelas sepuluh Aya pake rok ini tapi gak item-item tuh," ujarnya menyengir tanpa dosa.

"Iya, tunggu aja nanti di neraka bakal gosong seluruh badan!" celetuk Deka dongkol.

Syifa hampir tersedak mendengar penuturan Deka yang terlalu bar-bar. Melihat itu, Malik langsung mengulurkan air minum kepada istrinya.

Aya membelalakkan matanya tidak terima.

"Jahat banget mulutnya," sewot Aya cemberut.

Deka memasang wajah bodoh amat. Setelah menghabiskan sarapannya, ia berdiri menghampiri kedua orang tuanya kemudian mencium punggung tangan keduanya bergantian.

Aya melakukan hal yang sama. Ia bahkan membuntuti Deka dari belakang.

Sampai di ambang pintu, Deka memberhentikan langkahnya kemudian menoleh kebelakang dengan tatapan dingin.

"Ngapain ngikutin gue?" tanya Deka sinis.

"Mau nebeng sama Kakak," jawabnya polos.

"Dih! Ngarep lo!" cetus Deka berjalan ke arah motor sport hitamnya, mengabaikan Aya yang menggerutu tidak jelas.

Walaupun sikap Deka menjengkelkan, entah kenapa membuat Aya semakin suka mengganggunya, walaupun terkadang emosi Deka membuatnya takut.

Kaki mungilnya melangkah dengan cepat menyusul Deka yang kini sedang memasang helm.

Cowok itu melirik sinis.

"Jangan manja! Lo bisa pergi sendiri."

Setelah mengatakan itu, Deka langsung menaiki motornya. Meninggalkan Aya yang kini terdiam dengan mata berlinang.

Ia memutar tubuhnya, menatap punggung Deka yang perlahan menjauh meninggalkannya.

"Pelit!" gerutunya kesal. Mengheningkan kakinya ke tanah.

Jodoh untuk Dekayas (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang