4. Boncengan

11.6K 461 9
                                    

Semilir angin menemani Deka di perjalanan. Malam dibumbui bintang bertaburan di atas langit yang gelap.

Lalu lalang kendaraan ikut berjalan menempuh tujuan masing-masing. Begitupun dengan Deka yang kini tengah fokus mengendarai motor sport hitamnya. Sepanjang perjalanan, otak Deka terus berputar memikirkan di mana gadis menyusahakan itu berada. Nomor gadis itu saja Deka tidak punya.

Namun, setelah lama berfikir. Deka mulai mencurigai satu tempat yang mungkin cewek itu singgahi. Otak cerdasnya tertuju ke rumah sakit.

Mengingat bahwa ibu gadis itu masih dalam keadaan koma. Deka tau tebakannya tidak akan melesat.

Tanpa membuang waktu, tangannya bergerak memulas stang motor. Membuat Deka melaju lebih cepat meninggalkan beberapa kendaraan lainnya di belakang.

Saat di tengah perjalanan tiba-tiba dering ponsel berbunyi. Membuat atensi Deka teralihkan, ia menunduk sekilas. Deka berhenti menepikan motornya di tepi jalan dengan tubuh yang masih duduk di sana. Melepas helmnya, ia merogoh saku celana mengambil ponsel yang sejak tadi berdering. Menempelkan ponsel bermerek iphone itu ke telinganya.

"Halo," Deka membuka suara.

'Blackmoon nantang balapan malam ini, cepetan ke sini!' suara berat nan serak milik Arga menyambut. Mendengar nama geng tersebut membuat tangan Deka meremas ponsel yang berada di genggamannya. Bibirnya mengeluarkan suara umpatan halus yang hampir tidak terdengar.

Tanpa menjawab, Deka langsung menutup panggilan teleponnya. Memasang helmnya, kemudian melajukan motornya lebih cepat menuju rumah sakit.

🌛🌜

Deka mempercepat langkahnya menuju ruangan. Setelah sampai di ambang pintu, Deka melangkah masuk. Memperhatikan Aya tertidur dengan kepala diletakkan di sisi brangkar sembari menggenggam tangan ibunya yang tertempel selang infus.

Bi Anis yang baru saja keluar dari toilet menatap terkejut ke arah Deka.

Cowok itu tersenyum tipis, menanggapi ekspresi yang wanita itu tampilkan. Seolah mengetahui kebingungan Bi Anis, Deka berniat membuka suara menjelaskan.

"Saya Deka calon suaminya." Jelas Deka menjawab kebingungan Bi Anis. Wanita itu mengangguk, lalu kemudian tersenyum.

Kebetulan keberadaan Serin tidak ada di sana, karena gadis itu udah terlebih dahulu pamit pulang saat akan menjelang magrib tadi.

Wanita dengan baju khas pembantu tersebut mendekat ke arah Aya. Mengguncang kecil bahu gadis itu.

"Non, non ada Mas Deka."

Perlahan kedua mata Aya terbuka, mengangkat kepala menatap ke sekitar dengan wajah baru bangun tidurnya.

Saat tatapan matanya bertemu dengan mata Deka. Aya memandang cukup lama membuat mata Deka hampir keluar karena membelalak. Aya menelan ludah terkesiap melihat itu.

"Kak Deka ngapain ke sini?" tanya Aya memutus keheningan.

"Mau bawa Lo pulang." Jawab Deka singkat.

Aya mengalihkan pandangannya ke arah bi Anis yang berada di sampingnya. Wanita dengan usia lima puluh tahun tersebut tampak menampilkan senyum tipis, matanya menggerling pada Deka seolah memberi isyarat kalau majikannya lebih baik menuruti perkataan calon suaminya.

Gadis berambut pendek setengah bahu tersebut beranjak dari kursi. Mengambil tangan ibunya, mencium punggung tangan itu tulus.

"Aya pamit pulang ya Mi."

Setelah berpamitan pada ibunya, Aya kembali menatap Deka. Kakinya berjalan mendekati cowok itu.

Dengan cuek Deka berjalan lebih dulu keluar ruangan. Meninggalkan gadis itu di belakang.

Jodoh untuk Dekayas (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang