6. alter ego

11.6K 427 1
                                    


Lima cowok berjalan dengan tampang badboy berhasil membuat perhatian ciwi-ciwi di koridor teralihkan. Menatap penuh kagum dan minat. Berbagai jenis tatapan didapatkan, Deka berdecak risih melihatnya. Sudah hampir tiap hari ia harus melihat hal semacam ini.

"Gen, kenapa si Aya malam kemarin bisa ada di kamar Delax?" tanya Rendi memecah keheningan. Menaruh rasa curiga, membuat tatapan Rendi mengintimidasi. Ekor mata Deka melirik sekilas ke belakang. Genta terdiam sejenak sebelum akhirnya menoleh, menatap Rendi yang berada di sampingnya.

"Dia sakit perut," jawab Genta. Rendi mengangguk mengerti, namun belum berhasil menghapus raut kecurigaan pada wajahnya.

"Gak harus masuk kamar juga, istirahat di sofa kan bisa." Timpal Nando, memutar kepalanya menatap dua cowok di belakangnya. Perkataan keduanya telah sukses mengundang bibirnya untuk ikut protes.

Arga dan Deka tampak diam, enggan merespon. Namun jauh dari lubuk hati, rasa penasaran Deka juga sama seperti Rendi, hanya saja ia malah jika harus berdebat.

Bahkan setelah pulang dari markas kemarin, Deka menyempatkan diri untuk mengintrogasi gadis itu lewat berbagai pertanyaan. Hanya untuk memastikan bahwa gadis menyusahkan itu tidak berbuat yang macam-macam dalam kamar tersebut.

"Dia mau buka baju," jawaban Genta membuat Deka sedikit terkejut. Langkah kakinya tiba-tiba terhenti, dengan serempak keempat sahabatnya ikut menghentikan langkahnya. Deka menatap Genta penuh selidik. Sedangkan yang ditatap hanya menampilkan wajah datar.

Tiga lainnya juga menunjukkan ekspresi terkejut. Pikiran negatif mulai hinggap dalam otak mereka. Tidak bisa berfikir jernih, karena perkataan singkat yang Genta ucapkan cukup menggambarkan isi otak mereka sekarang.

"Lo apain sepupu gue?" tanya Deka serius. Membidik Genta dengan tatapan tajam.

"Iya, ternyata lo itu gatel juga ya!" sela Rendi dramatis. Tangan Arga langsung melayang menampar pipi mulus Rendi, yang ditampar meringis, mendelik pada Arga.

Helaan nafas berat Genta hembuskan. Mendengar tuduhan Rendi membuat dirinya hampir tersulut emosi, namun ia sangat berterima kasih pada Arga karena telah mewakilkan rasa emosinya.

"Gak gue apa-apain," jawab Genta singkat. Tatapan tajam milik Deka langsung meredup. Tanpa berkata apapun, Deka berjalan lebih dulu meninggalkan mereka berempat.

"Jangan bohong Gen, lo pasti udah nyicip-nyicip tuh cewek kan?" terka Rendi membuat suasana semakin panas. Genta mendelik pada cowok bermulut lemes di sampingnya.

"Minta dipukul atau ditendang?" Genta memberikan dua pilihan yang sangat amat susah untuk dijawab. Tubuh tegapnya kini telah sepenuhnya menghadap Rendi, wajah sangar yang Genta tampilkan cukup membuat nyali seorang Rendi ciut, ia menelan ludah karena takut. Arga dan Nando sudah tidak kelihatan batang hidungnya, mereka malas jika harus mendengar rengekan minta tolong dari suara cempreng milik Rendi.

"Gak dua-duanya deh, bye!" balas Rendi cepat. Sebelum Genta benar-benar melayangkan sebuah pukulan salam dari binjai padanya. Tubuhnya jangkungnya berlari cukup cepat menyusul dua punggung sahabatnya.

🌜🌛

"Juna, lo kapan sih suka sama gue?" pertanyaan absurd yang Disa lontarkan membuat cowok berkacamata itu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Disa menopang dagu, menatap Juna dengan bibir yang tertarik membentuk senyuman manis.

Suasana kelas tampak tenang, semua murid duduk dengan kegiatan masing-masing. Begitu juga dengan dua sekawan, Aya dan Serin terlihat sedang asyik menonton drakor.

"Pilih antara dua, pacaran atau nikah?!" seru gadis dengan rambut dikuncir itu bersemangat. Menarik lengan Juna agar menghadapnya.

Juna terlihat menahan kesal, ia menghela nafas kasar. Dengan terpaksa, tangan kekarnya harus bergerak menutup buku tebal yang berada di atas meja.

Jodoh untuk Dekayas (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang