32. Cedera ringan

6.5K 243 13
                                    

Assalamu'alaikum

Mohon maaf sebelumnya buat kalian yang lama nunggu update. Ada beberapa komentar yang kubaca pengen aku double update, bukannya gak mau. Tapi menurutku itu lumayan susah buat aku yang zmasih pemula dan nulis sesuai mood. Nyelesain satu bab aja kadang berhari-hari, jadi untuk double update, mohon maaf ya aku belum bisa. Mungkin aku harus banyak latihan lagi, biar bisa kayak gitu. Maaf ya atas ketidaknyamanannya 🙏🙏😇

Happy Reading^^


Deka duduk di luar rawat inap istrinya.
Termenung dengan pikiran berkecamuk, matanya terus menatap pintu, menunggu sang dokter keluar membawa informasi tentang kondisi sang istri.

Malik dan Syifa menatap khawatir anak laki satu-satunya itu. Sejak tadi, Deka enggan bersuara. Bahkan Malik hampir meluapkan amarah karena mengetahui kondisi Aya, tapi setelah mengamati keadaan Deka. Malik tahu, bukan waktu yang tepat untuk memarahi Deka dalam situasi ini, Deka juga sedang merasa terpukul.

Syifa menghampiri, duduk di sebelah Deka. Tangannya terulur menarik sang anak ke dalam pelukan hangat.

“Aya akan baik-baik saja. Jangan menyalahkan diri kamu,” ucap Syifa menenangkan.

“Deka takut Bun, kepala Aya lukanya cukup parah. Deka khawatir kalau dia lupa ingatan,” adunya membuat Syifa menggeleng cepat.

Syifa menelan ludah mendengar ucapan Deka. Tentu saja hal itu membuatnya kaget, Syifa tidak mau Aya melupakan dirinya. Aya sudah ia anggap seperti anak sendiri, sudah banyak kenangan yang Syifa buat dalam hidupnya bersama sang menantu. Ia tidak rela jika gadis itu melupakan itu semua dalam waktu sekejap.

Beberapa menit kemudian, Sean selaku dokter yang memeriksa keluar dari ruangan.

Deka sigap berdiri, melangkah cepat menghampiri kakak Genta tersebut.

“Gimana kondisinya?” tanya Deka terburu-buru.

“Kepalanya mengalami cedera ringan. Ini tidak berakibat fatal, Aya hanya perlu minum obat dan beristirahat cukup. Jangan biarkan dia beraktivitas berat agar tidak menimbulkan gejala buruk.” Deka menghela nafas lega mendengarnya, pikiran negatif di kepalanya tidak terjadi, ia bersyukur.

“Boleh masuk Dok?” tanya Malik sopan.

Sean terseyum ramah, sedikit menundukkan kepala. “Silahkan, saya permisi dulu.”

Tanpa membuang waktu, Deka dan kedua orang tuanya masuk.

Pemandangan pertama yang mereka lihat adalah tubuh Aya terbaring lemah, dahinya telah terbungkus kain putih, menutupi luka dan bercak darah yang masih timbul mengenai kain.

Deka duduk di samping brangkar. Mengamati wajah pucat sang istri, kedua mata yang selalu menunjukkan tatapan ceria ke arahnya kini tertutup, bibir yang kerap berceloteh keras kepala, sekarang terdiam membisu. Itu terasa aneh, Deka merasa kehilangan.

Tangan kekarnya terangkat, meraih tangan terpasang selang infus itu dengan hati-hati.

Syifa dan Malik mengamati sikap Deka. Terlihat berbeda dari biasanya, jika dulu Deka kerap bersikap ketus dan tidak perduli akan keberadaan Aya. Justru kali ini, Deka menunjukkan sisi terlemah dalam hidupnya, Deka tampak gelisah. Raut wajahnya begitu terlihat khawatir, takut kehilangan.

“Jangan lama-lama tidurnya, gue khawatir.” Deka mengecup singkat punggung tangan istrinya. Syifa dibuat terkekeh mendengarnya, begitu juga Malik. Anak berandalan seperti putranya, ternyata lumayan bucin jika sudah jatuh cinta.

Di luar sana terlihat sahabat Deka berdiri di depan pintu. Genta memberontak ingin lepas akibat diregang erat oleh Arga dan Nando agar tidak ikut masuk ke dalam.

Jodoh untuk Dekayas (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang