-30-

1.1K 146 25
                                        

Malam harinya, Seojoon bersama sang istri dan anak akhirnya bertolak ke Jeju dengan dihantar oleh supir kepercayaan keluarganya mereka.

"Chae, kamu yakin sama keputusan kamu?" Tanya Minyoung dengan ragu karena dia tahu anaknya itu masih mencintai Limario.

"Aku yakin Ma. Aku akan membesarkan anak aku ini sendiri" sahut Chaeyoung.

"Ya sudah lah kalau itu keputusan kamu. Mama sama Papa tidak akan memaksa" ujar Minyoung beralih mengelus perut Chaeyoung "Bagaimana sama kondisi anak kamu ini?"

"Baik baik saja Ma. Untung saja dia tidak kenapa napa waktu aku mendonorkan darah aku kepada Jihan" ujar Chaeyoung.

"Kamu mendonorkan darah kamu? Itu resiko Chae" khawatir Minyoung.

"Aku juga tidak tahu waktu itu aku hamil Ma. Aku tahunya pas aku selesai mendonorkan darah aku" jelas Chaeyoung.

"Kedepannya kamu harus hati hati" ujar Seojoon.

"Arreosso Papa" sahut Chaeyoung.

Setelah beberapa jam berlalu, mereka akhirnya tiba di sebuah villa di Jeju. Seojoon memilih untuk membeli villa itu untuk ditinggali oleh sang anak.

"Untuk beberapa hari ini Mama sama Papa akan menemani kamu disini" ujar Minyoung.

"Loh, Mama sama Papa bakalan kembali ke Seoul? Kalian tidak akan tinggal disini?"

"Terus bagaimana sama pekerjaan Papa di Seoul? Papa masih punya tanggungjawab disana Chae. Tapi kamu tenang saja, di villa ini kamu tidak akan tinggal sendirian. Kamu bakalan tinggal sama Bibi Yeona. Dia pembantu yang bakalan menguruskan villa ini. Jadi dia akan memantau kamu" jelas Seojoon.

Chaeyoung menghela nafasnya dengan kasar "Baiklah. Tapi aku mohon sama Mama Papa, tolong jangan ngomong sama siapa siapa tentang keberadaan aku"

"Iya Sayang. Papa sama Mama menghormati keputusan kamu" ujar Seojoon mengelus kepala sang anak.

*

Disisi lain, terlihatlah Limario yang meringkuk kedinginan diatas kasurnya. Dia terlalu terpukul atas kehilangan Chaeyoung bersama calon anaknya itu makanya sekarang dia mengalami demam panas.

"Lim, kita kerumah sakit ya" bujuk Tiffany yang datang berkunjung kemansion sang anak.

"Tidak mau Mom. Aku mau Chaeyoung" lirih Limario dengan wajah pucatnya.

"Chaeyoung sudah tidak ada Lim. Tolong terima kenyataan!" Sambar Nickhun.

"Dia meninggal gara gara aku. Aku yang bodoh. Aku tidak menyelamatkan dia. Aku tidak pantas untuk menjadi suami" racau Limario.

Tiffany menatap sang suami dengan sendu "Apa yang harus kita lakukan Oppa?"

"Aku akan menghubungi Dokter untuk kesini" putus Nickhun. Dia mengambil ponselnya lalu berganjak keluar dari kamar Limario.

Tiffany pula kembali mengompres dahi sang anak "Lim, untuk beberapa hari kedepan, adek kamu bakalan tinggal sama Jennie"

"Aku tidak ingin mendengar soal mereka" sambar Limario dengan cepat "Mereka yang menghancurkan kebahagiaan aku. Aku benci mereka. Aku benci diri aku sendiri!"

Tiffany menitiskan air matanya. Untuk pertama kalinya dia melihat anaknya itu benar benar hancur. Memang dia tahu semua yang terjadi adalah salah anaknya sendiri namun ketika melihat betapa rapuhnya anaknya itu membuatkan Tiffany merasa iba.

"Dokter sudah tiba" Nickhun berjalan memasuki kamar diikuti oleh sang Dokter dibelakangnya.

Tiffany menjauh dan membiarkan Dokter itu memeriksa kondisi sang anak.

"Suhu badannya terlalu tinggi. Dia harus segera diinfus" lapor sang Dokter.

"Apa dia tidak perlu dibawa kerumah sakit Dok?" Tanya Tiffany khawatir.

"Aku tidak mau kerumah sakit" sambar Limario.

"Kalau Limario tidak mau, kita bisa merawat dia disini saja. Saya akan mengabarkan rekan kerja saya untuk membawakan alat yang dibutuhkan" ujar sang Dokter.

"Baiklah Dok, terima kasih" ujar Nickhun.

Setelah beberapa menit, rekan kerja sang Dokter akhirnya datang dan mereka langsung memakai infus kepada Limario. Hal itu sudah pasti membuatkan Limario tertidur gara gara obat yang dimasukkan kedalam infusnya.

Sekarang Tiffany bersama Nickhun bisa merasa sedikit tenang setelah melihat sang anak tertidur dengan damai.

"Bisa kita bicara diluar? Ada yang perlu saya bahas soal Limario" pinta sang Dokter.

"Ayo Dok" Nikchun bersama sang istri berganjak menyusul sang Dokter keluar dari kamar.

"Jadi ada apa Dok?" Tanya Tiffany.

"Sepertinya Limario mengalami tekanan. Itu juga yang membuatkan kondisinya drop dan dia jatuh sakit. Apa ada yang mengganggu fikirannya akhir akhir ini?"

"Sebenarnya dia baru saja kehilangan istri sama calon anaknya Dok. Mereka meninggal gara gara kebakaran" jelas Nickhun.

"Ah, saya turut bersimpati untuk itu" ujar sang Dokter dengan iba "Fikirannya mungkin bakalan sedikit kacau. Mendingan kalian teruslah bersama dia dan jangan tinggalkan dia sendirian. Dia mungkin bisa mengalami depresi yang berat"

"Apa tidak ada cara untuk dia sembuh Dok?" Tanya Tiffany.

"Dia harus belajar untuk mengikhlaskan kepergian istri sama calon anaknya. Emosinya tidak boleh terganggu"

Nickhun mengusap wajahnya dengan kasar "Baiklah Dok. Kami akan berusaha untuk terus disampingnya. Terima kasih"

"Baiklah, kalau tidak ada apa apa lagi, saya permisi. Nanti saya kembali untuk menggantikan cairan infus Limario" pamit sang Dokter lalu berganjak pergi bersama rekan kerjanya.

"Aku tidak sanggup melihat Lim depresi" lirih Tiffany.

"Kita tidak bisa melakukan apa apa lagi. Lagian semua yang terjadi ini juga gara gara dirinya sendiri. Anak angkat kita juga bahkan ikut bersalah" ujar Nickhun menghela nafasnya dengan berat.

"Aku benar benar marah sama Jihan. Untuk sementara waktu biarkan saja dia tinggal bersama Jennie. Aku tidak ingin melihat mereka" ujar Tiffany dengan serius.











Tekan
   👇

Surrender ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang