◾ Chapter | 36

531 29 0
                                    

+

+

Jillian berdiri di depan Yelena dan Felipe dengan tangan yang saling bertaut. Dia bimbang apa kah harus kembali dengan Kay atau tidak. Pikirannya benar-benar penuh dan juga saling bertentangan.

Yelena mengambil tangan Jillian lalu dia genggam. Wanita itu seolah mengerti dengan kegundahan yang dia rasakan.

“Ada apa hm.” Yelena mengelus kepala Jillian dengan perlahan.

“Aku,” Jillian tidak tahu harus bagaimana mengatakannya pada Yelena. Banyak hal yang ingin dia katakan tapi rasanya sangat sulit untuk di utarakan.

Yelena menarik tangan Jillian hingga duduk di sampingnya.

“Aku tidak tahu masalah apa yang terjadi di antara kalian berdua. Tapi komunikasi dalam sebuah hubungan adalah hal yang paling penting untuk menjaganya. Jangan pernah lari dari masalah. Jika ada yang mengganjal dalam hatimu tanyakan langsung padanya, jangan pernah memendam semuanya sendirian.” Mendengar perkataan Yelena membuat Jillian menundukkan kepalanya. Yelena tahu jika pikiran Jillian masih sangatlah labil diusianya yang masih muda.

Apakah semuanya akan baik-baik saja jika dirinya kembali, Jillian terus bertanya-tanya dalam hatinya.

“Yelena, terima kasih.” Jillian segera memeluk Yelena dengan erat. Wanita itu pun tidak mau kalah membalasnya.

Felipe yang sedari tadi terdiam di samping keduanya menitikan air matanya terharu. Meskipun waktu yang mereka bertiga habiskan bersama sangat singkat tapi itu berhasil membuatnya menyayangi wanita muda yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri.

Jillian melepaskan pelukannya lalu berdiri dan beralih memeluk Felipe dengan sama eratnya. Jillian tahu dan sadar jika dirinya labil dan tidak berpendirian. Kemarin dengan mudahnya dan tanpa berpikir panjang Jillian memutuskan jika lebih baik dia jauh dari Kay. Dan sekarang malah sebaliknya.

Hatinya tidak bisa bohong, beberapa hari berpisah dari Kay membuatnya hampir gila. Dia sudah ketergantungan pria tua itu.

“Pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu.” Jillian melepas pelukannya lalu menyeka air mata yang mengalir di pipinya.

“Jangan menangis.” Felipe ikut mengusap pipi Jillian membuatnya tersenyum.

"Kau juga jangan menangis,"

“Ayo kita ke depan.” Yelena menggandeng tangan Jillian keluar.

Jillian terdiam di samping Yelena. Dirinya sangat berat untuk meninggalkan suami istri itu. Meskipun singkat, tapi mereka berhasil membuatnya merasakan kasih sayang dan peran seseorang yang di sebut sebagai orang tua.

“Ayo.” Kay mengulurkan tangannya pada Jillian tapi wanita itu malah menatap Yelena yang menganggukkan kepalanya.

Jillian menatap Kay sebentar lalu menunduk dan menatap tangannya yang masih terulur. Perlahan, dia menyambut uluran tangan itu membuat Kay tersenyum dengan lega.

“Yelena, Felipe, aku janji akan sering untuk berkunjung dan untuk saat ini aku pamit untuk pergi, aku menyayangi kalian berdua.” Ucapan terakhir Jillian sebelum meninggalkan tempat itu.

Jillian melambaikan tangannya sebelum masuk ke dalam mobil. Saat mobil sudah meninggalkan area itu, dia menyandarkan punggungnya ke kursi. Tidak berani melirik Kay sedikit pun.

Jillian tidak menyangka jika akan kembali pada pria itu. Dalam waktu secepat ini pula. Padahal bisa saja dia menolaknya, tapi sekali lagi hatinya berkata lain.

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya. Jillian pun tidak berniat untuk memulai pembicaraan. Jadi keheningan terjadi di antara keduanya.

LABYRINTHINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang