Chapter 1

10.4K 493 129
                                    

Sonder
Chapter 1
by saytheutic

.
.
.

Dengan serampangan dan tanpa perasaan, Azello menyingkirkan manga yang belum selesai dibacanya dari atas meja belajar, tepat setelah ia menyelipkan sebuah pembatas buku bergambar kucing di halaman lima puluh. Zello meraih tas ransel berwarna biru gelap yang awalnya teronggok menyedihkan di kasur sebelum meletakkannya di atas meja. Secepat mungkin Zello membuka ritsleting dan memasukkan nursing kit yang sudah disiapkan.

Waktu yang sudah menunjukkan tujuh pagi membuat Zello mempercepat pergerakannya. Sudah sewajarnya, karena hari ini adalah hari pertamanya bekerja di sebuah rumah sakit yang letaknya berada di pusat kota. Tidak terlalu jauh dari rumah, tapi karena harus menaiki kendaraan umum, estimasi waktu yang ditempuhnya menjadi lebih lama. Ditambah dengan kondisi Kota Jakarta yang tidak bisa diprediksi sama sekali.

"Name tag ... name tag ...." Zello bergumam pelan, mencari benda berbentuk kartu yang menunjukkan identitas dirinya. Sedikit ada penyesalan karena telah menyimpan barang krusial tersebut sembarangan. Tangannya bergerak cepat, memindahkan barang yang tergeletak sembarangan di atas meja.

"Gotcha!" Binar di matanya muncul begitu melihat kartu dengan hiasan beruang terlihat tepat di bawah Dorland, kamus kedokteran yang tebalnya setebal catatan dosa. Senyumnya mengembang, diikuti oleh pergerakan tangannya yang meraih dan menyimpan kartu tanda pengenalnya ke dalam saku jaket.

Merasa sudah tidak ada yang tertinggal, Zello mengenakan tas serta mengalungkan headphone yang sudah tersambung pada ponselnya. Tanpa berpikir panjang, Zello meraih sepatu kets hitamnya dan segera berderap ke luar kamar.

•••

Azello Narendra, 23 tahun. Walau belum pernah dilakukan uji seks kromatin, Zello yakin ia tidak akan menemukan drumstick di dalam neutrofilnya, yang menunjukkan kalau ia seratus persen laki-laki. Mulai hari ini menjadi perawat di departemen anak, satu dari sekian banyak impiannya sejak melihat Anggia, ibunya, dengan bangga memakai seragam dinasnya. Walau menyukai makhluk yang memiliki kriteria usia sejak dalam kandungan hingga sembilan belas tahun itu, tapi Zello belum berminat untuk memilikinya.

Lagu Alpha dari Stereo Dive Foundation yang akhir-akhir ini sedang disukainya mengalun memasuki liang pendengaran Zello. Temponya yang lumayan cepat berefek pada mencepatnya langkah Zello. Beruntungnya, pagi ini cerah setelah beberapa hari kemarin hujan tidak juga mereda. Walau angin masih berembus lumayan kencang hingga Zello merapatkan jaketnya, namun hangatnya sinar matahari yang menyentuh lapisan epidermis membuatnya menyunggingkan senyum.

Suara anak-anak yang sedang asyik bermain terdengar begitu Zello mendekati taman bermain perumahan. Ia melirik, memperhatikan setiap anak di sana. Terbayang ketika kecil Zello juga melakukan hal yang sama.

Namun, semua kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Seorang anak berlari mengejar bola miliknya yang menggelinding ke luar area bermain, tanpa menyadari bahwa ada sebuah motor yang melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Pengemudi yang terkejut lantas mengerem, tetapi usahanya sia-sia.

Segala yang terjadi di hadapan Zello berlangsung dengan cepat, bahkan sebelum ia benar-benar menyadari keberadaannya di sana. Beberapa anak yang awalnya bermain di taman lantas berlari menghampiri seorang anak lagi yang tergeletak di trotoar setelah sebelumnya terlempar hampir sejauh dua meter. Tampak masih bergerak, namun terkesan lemah.

Tanpa berpikir panjang, Zello berlari menghampiri anak laki-laki yang diperkirakan masih berusia tujuh tahun. Posisinya yang berada tepat tepi jalan membuat beberapa orang yang melintas berhenti, memperhatikan tanpa melakukan apapun. Suara berbisik mulai terdengar, menyayangkan nasib nahas yang dialami anak tersebut. Ditambah dengan omongan mengenai si penabrak yang langsung tancap gas.

SonderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang