Chapter 35
Sonder
By saytheutic.
.
.Rean duduk di atas kasur seorang diri. Menatap jendela, menganggap bahwa di sisinya ada sang pemilik kamar yang telah berpulang. Kedua kelopak matanya sedari tadi tidak berkedip, hingga rasanya debu mulai memasuki, membuatnya memerah dan merangsang air matanya.
Perlahan mulai menyuapkan siomaynya dengan tangan yang sedikit bergetar.
Satu suapan.
Dua suapan.
Hingga kemudian Rean berhenti bergerak. Menghela napas panjang yang terasa sesak. Aroma dari sang adik masih tercium jelas. Kondisi kamar yang tidak dirapikan seolah meninggalkan jejak.
"Seharusnya ... malam itu kayak begini, ya?" Rean bergumam pelan. Menatap siomaynya. Ada dua piring, namun ia hanya memakan salah satunya. Satunya lagi dianggap sebagai hal yang seharusnya Rean penuhi. Keinginan Zello yang sepele, namun tidak akan pernah dirasakannya.
"Lo benar. Rasanya enak banget ternyata. Pantas lo minta sampai nggak makan." Rean tertawa pelan. Merasa sedikit aneh karena berbicara sendiri, namun ada sedikit perasaan yang membuat ia merasa sang adik berada di sisi. "Padahal, lo bisa bertahan sebentar lagi. Demi makanan yang nggak pernah lo cicipin, demi semua series on going yang lagi lo tonton, atau demi ucapan selamat ulang tahun yang agak ngebosenin. Kalau emang demi kesembuhan terlalu berat, ada banyak hal ... yang bisa jadi motivasi lo buat tetap hidup."
Rean diam sejenak, mengerjapkan mata yang terasa perih. "Atau ... karena lo udah terlalu lama bergantung sama semua hal itu, sampai ngerasa capek? Ah, seharusnya gue paham, ya, sebagai seorang kakak."
Rasa penyesalan menekan dada Rean dengan kuat, hingga rasanya untuk bernapas pun sulit. Selama ini, ia tidak pernah memperhatikan Zello. Padahal, sejak dulu Zello selalu berlaku baik. Sementara Rean ... tidak bisa bersikap sama.
"Maaf, ya, gue selalu jahat ke lo. Sekarang, gue baru sadar, kehilangan lo jadi salah satu hal terberat yang harus gue lewati. Lo juga pergi tanpa ayah atau bunda di samping lo." Tertawa pelan, Rean mengusap sudut matanya. "Sekarang, gantian lo yang jahat. Gue belum pernah nebus kesalahan gue, tapi lo justru pergi duluan. Lo mau bikin gue terus hidup dengan rasa bersalah atau gimana?"
"Takdir kejam banget, ya, sama lo. Padahal, lo orang yang baik. Pas lo kabar tentang lo yang pergi menyebar, banyak orang yang kehilangan. Apalagi orang-orang di ruangan lo. Pas itu, lo bahkan belum sempat pamit sama sekali. Nggak sopan banget. Bunda sama ayah juga. Yah, namanya juga kehilangan anak kesayangan. Apalagi ayah. Penyakit yang lo derita adalah hal yang biasa dia tangani. Rasa sakitnya ... besar banget, Dek."
Tarikan napas Rean yang berat menjadi jeda. Ada banyak hal yang ingin ia sampaikan secara langsung. Waktu terbatas yang Rean miliki kemarin terasa begitu singkat.
"Kalau gue boleh, gue mau minta sedikit waktu lo lagi. Sebentar aja, biar gue bisa nebus bertahun-tahun kesalahan gue. Tapi ...." Rean menggigit bibir bawahnya sejenak. "Udah nggak mungkin, ya?"
Rean hendak bangkit, namun tubuhnya terasa lemah. Ia pada akhirnya menundukkan kepala. "Dek, selamat ulang tahun, ya. Walaupun cuma sebentar, tapi gue ngerasa bersyukur banget bisa jadi kakak lo. Kalau misal kehidupan selanjutnya ada, gue berharap lo mau jadi adek gue lagi. Maaf dan ... terima kasih."
•end•
A/n
Lagu yang aku dengerin lagu yang semangat gitu, aku sambil nyanyi-nyanyi, tapi juga nangis :") hahaha. Rasanya kayak ada yang hilang pas ngetik kata end, tapi aku juga senang karena bisa nyelesaiin cerita ini.
Dua bulan kurang, rasanya cepat banget. Banyak pembaca yang belum pernah aku lihat sebelumnya, tiba-tiba muncul dan aku ngerasa senang hehe. Terima kasih, ya, udah mendukung cerita ini sampai selesai.
Mungkin terasa terlalu cepat, tapi sebuah cerita pasti ada akhirnya. Dan kita berakhir di sini hehe.
Kesan pesan yuk selama baca cerita ini.
Sampai jumpa di cerita lainnya, mungkin?
Byebye!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sonder
General FictionAzello Narendra mungkin merasa bahwa ia sudah hidup sesuai dengan keinginannya. Cita-citanya sudah tercapai, dan Zello dapat menjalani hidupnya yang sempurna tanpa masalah. Tetapi, Rean, kakaknya, yang selalu menganggap Zello sebagai seorang rival...