Chapter 17
Sonder
By saytheutic.
.
.Sial ....
Rasa sakit yang begitu menyiksa membuat Zello meringis pelan. Ia belum sepenuhnya terbangun dari tidur ketika tiba-tiba ada nyeri yang menghampiri dada. Baru sebentar terbebas, ternyata Zello tidak dibiarkan untuk bernapas dengan tenang.
Zello tidak ingin kembali merasakan alat invasif menyakiti tubuhnya. Ia tidak ingin lagi-lagi melewati hari tanpa kesadaran. Zello ingin segera keluar dari ruangan ini, mungkin beberapa hari di ruang rawat, kemudian pulang ke rumah.
Zello rindu dengan kasurnya. Rindu dengan aktivitas menjemukan yang harus dijalaninya hampir setiap hari. Rindu dengan pasien-pasiennya.
Ah, pasiennya. Apa boleh Zello masih mengucapkan kata tersebut, sementara dirinya juga merupakan pasien di rumah sakit ini? Pasien di ruang intensif pula. Salah satu ruangan untuk pasien yang membutuhkan perawatan ketat.
Ghavi sudah pulang sejak tadi. Mungkin sejak Zello masih tertidur. Hingga ketika ia kembali membuka mata, orang lain yang berdiri di depan meja.
"Ka-kak ...." Zello memanggil lirih. Merasakan dadanya yang berdebar kuat. Meski tanpa dipanggil, perempuan yang berdiri di depan meja tersebut menoleh ke arah monitor. Menangkap nadi Zello yang meningkat drastis, dengan alarm yang menyala.
Rasa takut menghampiri Zello. Mual yang kemudian ikut menyiksa, walau tidak ada apapun yang dapat dikeluarkan dari perutnya. Kedua manik mata Zello tampak berkaca-kaca, hingga memburam dan ia tidak lagi menyadari apa yang terjadi di sekitarnya. Kepala Zello yang pening menyebabkan dirinya tidak lagi dapat memikirkan apa yang terjadi.
Rasa sesak yang membuat bibir Zello terbuka terasa begitu kuat. Sudah berusaha menarik napas, tetapi dadanya seolah tertusuk duri tajam. Ringisan terdengar. Perlahan menghilang, bersamaan dengan kesadaran Zello yang menurun.
Di ambang kesadaran, Zello melirik ke arah lain. Mendapati sosok Rean berdiri tak jauh darinya. Menatapnya dengan raut terkejut. Zello ingin sesaat menyapa, namun tubuhnya yang terasa ringan seolah terbang begitu saja.
Kak ....
Kakak ....
Tolong, sekali aja ... peduli sama Adek.
•••
Rean belum pernah berada di situasi seperti ini sebelumnya. Meski beberapa kali menyaksikan pasiennya dalam kondisi tidak stabil, yang kemudian berujung pada kehilangan nyawa. Rean lama-lama terbiasa. Sayangnya, kali ini berbeda.
Seseorang yang sedang berjuang untuk hidupnya adalah Zello, laki-laki yang bahkan tidak pernah ditemuinya sejak berminggu-minggu yang lalu. Napas Rean seolah ikut tercekat, merasakan jantungnya yang berhenti sesaat. Tangan yang awalnya terkepal perlahan melemas.
Rean tidak pernah benar-benar memperhatikan wajah Zello yang tampak pucat. Ia bahkan tidak pernah menyadari apa yang terjadi pada sang adik sebelumnya. Bertahun-tahun, Rean tidak pernah peduli. Tidak pernah ikut menjenguk ketika adiknya itu berada di rumah sakit.
"Dok, maaf, ya, agak lama. Mau ke pasiennya, ya?" Seorang perawat berjalan menghampiri. Rean lantas mengerjap. Kepalanya terasa pening hingga semua ilmu yang dimiliki seolah menguap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sonder
Ficción GeneralAzello Narendra mungkin merasa bahwa ia sudah hidup sesuai dengan keinginannya. Cita-citanya sudah tercapai, dan Zello dapat menjalani hidupnya yang sempurna tanpa masalah. Tetapi, Rean, kakaknya, yang selalu menganggap Zello sebagai seorang rival...