Bab 49 : And Hi, Again

6.2K 669 26
                                    

Aku salah. Salah besar. Jeda lebih dari satu tahun tanpa tatap muka nyatanya belum mampu membuatku menghilangkan rasa aneh saat melihat Keenan lagi. Aku sendiri bingung menggambarkan perasaanku saat mendapatinya memasuki aula acara pernikahan Kak Nita hari ini.

Aku berusaha menjaga jarak sejak menyadari kehadirannya. Menjadikan kelincahan si kembar yang semakin aktif sebagai alasan agar aku dengan mudah ikut berlari dan menjauh dari posisi Keenan. Rasanya belum siap saja untuk berinteraksi santai dengannya.

"Na, udah lewat jam dua ini. Kamu mau ke kampus, kan?" Kak Nisa menghampiri, kemudian menangkap Daanish yang hendak berlari lagi.

"Kak Nino masih sibuk, ga? Tadi udah janjian, dia yang mau nganterin ke kampus?"

"Loh, Nino udah pulang dari tadi. Erika sakit pinggang lagi, maklum lah perutnya udah mulai besar. Kalian enggak ketemu tadi?"

"Hah?! Serius, Kak?" Aku melepaskan pegangan Daaniyah dari tanganku, bergegas mengeluarkan ponsel dari tas tanganku. "Astaga," keluhku saat mendapati 3 kali panggilan tak terjawab dari Kak Nino. "Mana baju gantiku ada di mobil Kak Nino lagi," gerutuku.

"Udah ... Enggak usah ganti baju. Kalau mau balik ke rumah lagi itu butuh waktu, loh."

"Ya kali, Kak. Aku cuma mau kasih selamat ke Nara yang sidang sekaligus yudisium hari ini. Rame banget kalau pakai baju pesta begini," jawabku sambil fokus pada ponsel. Baru saja ada pesan dari Mila jika Nara baru saja selesai ujian, tapi masih harus menunggu sampai semua peserta selesai.

"Keenan!" seru Kak Nisa tiba-tiba, untung saja suaranya tidak terlalu nyaring dan menarik perhatian beberapa tamu yang datang. "Tadi dia bilang mau pulang ke rumahnya. Ikut sama dia aja, dari pada harus pesan taksi online, belum tentu langsung dapat, Na."

"Enggak mau!" bantahku cepat.

"Sekadar saran aja, sih," balas Kak Nisa.

Aku tidak menanggapi Kak Nisa lagi, memilih fokus pada aplikasi pemesanan taksi online. "Ini kenapa belum ada yang nerima, sih?!" Aku mulai merasa gusar, otakku menghitung jarak dan waktu yang harus ditempuh demi tiba di kampus sebelum Nara selesai yudisium.

"Udah dapat?"

Aku menggeleng lemah.

"Hai, Nan, udah mau pulang? Makasih, ya, udah datang."

Aku terlalu fokus pada ponselku, sampai tidak sadar kalau ada Keenan yang mendekati kami. Mataku terus kuarahkan pada layar ponsel, meski hanya terus merefresh tampilan aplikasi.

"Sama-sama, Kak. Sekalian bayar hutang juga, nih. Pas nikahan Nino dulu enggak bisa datang."

"Tapi tadi udah ketemu sama Nino, kan?"

"Udah, kok. Sempat kenalan juga sama istrinya."

"Kak, aku ke depan aja, ya," pamitku, sekilas menatap dan mengulas senyum pada Keenan juga.

"Udah dapat mobil?"

Aku menggeleng, kemudian berjalan cepat keluar gedung sebelum Kak Nisa mulai bicara lagi.

"Udah lah, Kakak bilang ikut aja sama Keenan," Kak Nita mencegat gerakanku, mataku sudah membulat menatapnya. "Keenan enggak keberatan, kan, kasih tumpangan ke Nina? Dia lagi buru-buru mau ke kampus. Tapi mau balik ke rumah dulu buat ganti baju."

"Eoh? Tentu."

"Tuh, Na. Keenan enggak keberatan, kok. Cepat gih, keburu teman kamu bubar nanti."

Aku mendengkus, melirik ganas pada Kak Nisa yang memasang tampang tanpa dosa.

"Ya, udah. Kakak balik ke dekat pelaminan, ya. Takutnya mama atau Nita butuh sesuatu. Thanks udah bantu jagain si kembar." Kak Nisa berjalan santai, meninggalkan aku dengan Keenan yang diselimuti rasa canggung.

The Actor and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang